Rabu, 05 Mei 2021

Sejarah Padang Sidempuan (11): Guru-Guru di Padang Sidempuan Tempo Dulu; Soetan Tagor Moelia dan Soetan Soripada Moelia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini  

Guru-guru asal Padang Sidempuan tempo doeloe cukup banyak. Sebagian diantaranya berkarir di luar wilayah Tapanuli dan sebagian yang lain berkarir di Tapanuli (Bagian) Selatan termasuk di kota Padang Sidempoean. Dua diantaranya guru yang di akhir masa karirnya berkiprah di kota Padang Sidempuan adalah Soetan Tagor Moelia dan Soetan Soripada Moelia. Nama Soetan Tagor Moelia kini namanya ditabalkan sebagai nama perpustakaan kota di Kota PadangSidempuan dan nama Soetan Soripada Moelia ditabalkan sebagai nama jalan (dimana kini menjadi komplek pendidikan) di Sadabuan.

Salah satu pembaca blog ini pernah mengirim email yang memperkenalkan diri sebagai cucu dari Sutan Tagor Mulia Harahap yang disebutnya sang kakek dulunya adalah seorang pendidik di Padang Sidimpuan. Beliau juga menyebut Soetan Casajangan adalah paman dari sang kakek (ompung) Sutan Tagor Mulia Harahap. Untuk sekadar teringat, ketika saya masih sekolah dasar (1970an) di Padang Sidempoean, nama Sutan Tagor Mulia sangat dikenal sebagai seorang pendidik di Padang Sidemmpuan. Tentu saja saat itu tidak menyadarinya, karena saya belum mengenal sejarah Soetan Casajangan. Siswa-siswa sekolah saat itu hanya mengenal guru terkenal di jaman lampau bernama Willem Iskander karena bukunya yang terkenal berjudul Sibulus-bulus, Sirumbuk-rumbuk yang diterbitkan di Batavia pada tahun 1872. Saya suka membacanya, bahkan di halaman awal skripsi saya (1987) salah satu puisinya yang terkenal saya kutip berjudul: ‘Ajar Ni Amangna Di Anakna Kehe Tu Sikola (pengajaran seorang ayah kepada anaknya yang berangkat ke sekolah). Soetan Casajangan adalah generasi lebih lanjut Willem Iskander (pribumi pertama studi ke Eropa di Belanda, 1857). Willem Iskander adalah kakek buyut dari Prof. Andi Hakim Nasution (Rektor IPB Bogor 1978-1987).

Bagaimana sejarah Soetan Tagor Moelia dan Soetan Soripada Moelia? Seperti disebut di atas, keduanya adalah tokoh pendidikan di Kota Padang Sidempuan. Namun sangat sayang sejarah kedua tokoh ini kurang terinformasikan. Untuk lebih melengakapi sejarah kedua tokoh ini diperlukan penggalian data. Akan tetapi darimana dimulai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Soetan Tagor Moelia dan Soetan Soripada Moelia: Berangkat Sekolah

Perpustakaan Soetan Tagor Moelia di Kota Padang Sidempuan, sesuai google earth berada di Jalan Soetan Soripada Moelia. Cocok. Nama guru Sutan Tagor Mulia berdampingan dengan nama guru Sutan Soripada Mulia. Sama-sama menyandang nama Mulia di dalam nama gelar masing-masing. Tentu saja masih ada nama Mulia dalam gelarnya yakni Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (anak seorang guru di Padang Sidempoean, Hamonangan Harahap).

Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, lahir di kota Padang Sidempoean pada tanggal 21 Januari, 1896. Pada tahun ini Raden Kartono berangkat kuliah ke Belanda setelah menyelesaikan HBS (setingkat SMA) di Semarang. Raden Kartono adalah mahasiswa pribumi pertama di Belanda. Raden Kartono adalah abang dari RA Kartini. Mahasiswa kedua di Belanda adalah kelahiran Padang Sidempoean, Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (paman dari Soetan Tagor Moelia). Soetan Casajangan tiba di Belanda pada tahun 1903. Pada tahun 1911 Soetan Goenoeng Moelia berangkat kuliah ke Belanda. Soetan Casajangan adalah pendiri Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (Indische Vereeniging) di Belanda tahun 1908. Soetan Goenoeng Moelia, guru pribumi pertama bergelar doktor (Ph.D) kelak dikenal sebagai Menteri Pendidikan RI yang kedua (menggantikan Ki Hadjar Dewantara).

Perpustakaan Kabupaten (Tapanuli Selatan) di kota Padang Sidempuan, pada saat saya masih sekolah dasar dan SMP (1975-1879) berada di Jalan KH Achmad Dahlan (tidak jauh dari sekolah SD dan SMP saya). Nama perpustakaannya adalah Perpustakaan Willem Iskander. Saya dua kali seminggu ke perpustakaan ini dimana saya menemukan buku legendaris Willem Iskander berjudul ‘Sibulus-bulus, Sirumbuk-rumbuk’. Tentu saja buku-buku novel dan roman di perpustakaan itu banyak. Saya lebih suka buku-buku roman sejarah atau novel petualangan seperti seri karya Dr. Karl May. Pada saat saya SMA (1981-1983) perpustakaan ini pindah ke gedung utama eks Kantor Bupati Tapanuli Selatan (sehubungan dengan selesainya kantor bupati yang baru). SMA dan perpustakaan ini sama-sama berada di Jalan Merdeka. Saya masih sekali-sekali ke alamat baru perpustakaan Willem Iskander ini.

Seperti disebut di atas, Sati Nasution alias Willem Iskander setelah menyelesaikan pendidikan dasar, sempat bekerja sebagai penulis di kantor Asisten Residen (Afdeeling) Mandailing en Angkola di Panjaboengan dan kemudian berangkat studi ke Belanda untuk mendapatkan akta guru tahun 1857 (usianya 17 tahun). Willem Iskander menyelesaikan studinya pada tahun 1860.  Pada tahun 1861 Willem Iskander tiba di tanah air dan kembali ke kampong di Panjaboengan. Pada tahun 1862 Willem Iskander mendirikan sekolah guru (kweekschool) di kampong Tanobato (dekat Panjaboengan). Salah satu siswa Willem Iskander di tahun pertama pendidirian adalah Mangaradja Soetan (ayah dari Soetan Casajangan). Pada tahun 1865 kweekschool Tanobato dinyatakan pemerintah yang terbaik di Hindia Belanda. Dua kweekschool yang ada saat itu adalah Kweekschool Soeracarta, didirikan tahun 1851 dan Kweekschool Fort de Kock (didirikan 1856). Pada tahun 1866 kweekschool yang baru didirikan di Bandoeng.

Soetan Soripada Moelia kira-kira seumur dengan Soetan Goenoeng Moelia. Soetan Soripada Moelia dengan nama kecil Firman Rangkoeti lahir di Roending, Panjaboengan, onderafdeeling Mandailing tanggal 26 Desember 1896. Firman Rangkoeti setelah menyelesaikan pendidikan dasar melanjutkan sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock tahun 1909.

Kweekschool Fort de Kock adalah sekolah guru yang kedua didirikan di Hindia Belanda tahun 1856. Pada tahun 1862 Willem Iskander mendirikan sekolah guru di Tanobato. Pada tahun 1874 Willem Iskander mendapat beasiswa dari pemerintah untuk melanjutkan studi guru yang lebih tinggi ke Belanda yang dengannya termasuk tiga guru muda dari Soeracarta (Raden Soerono) dari Bandoeng (Adi Sasmita) dan dari Tapanuli (Barnas Loebis). Oleh karena itu, Kweekschool Tanobato ditutup tahun 1873, tetapi direncanakan akan dibangun sekolah guru yang lebih besar di Padang Sidempoean yang akan dibuka tahun 1979. Willem Iskander sepulang dari Belanda akan diplot sebagai direktur sekolah guru Padang Sidempoean. Namun, sayang, tiga guru muda yang dibawa Willlem Iskander meninggal di Belanda dalam waktu yang berbeda. Willem Iskander sendiri dapat penyelesaikan pendidikannya, namun tahun 1876 Willem Iskander juga dikabarkan meninggal di Belanda. Habis sudah guru dan calon guru terbaik pribumi. Pada tahun 1879 Kweekschool Padang Sidempoean dibuka dengan direktur Mr Harmsen. Salah satu guru muda yang mengajar di Kweekschool Padang Sidempoean adalah Charles Adriaan van Ophuijsen (anak W van Ophuijsen pendiri Kweekschool Fort de Kock). Charles van Ophuijsen pada tahun 1886 menjadi direktur Kweekschool Padang Sidempoean. Lulusan pertama Kweekschool Padang Sidempoean adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda dan Soetan Casajangan sendiri lulus tahun 1887. Charles Adriaan van Ophuijsen dipromosikan menjadi Direktur Pendidikan Pantai Barat Sumatra di Padang. Tidak lama setelah kepergian Charles van Ophuijsen dari Padang Sidempoean, Kweekschool Padang Sidepoean ditutup tahun 1891 karena defisit anggaran pemerintah. Ssatu angkatan yang belum selesai studi di kweekschool Padang Sidempoean diarahkan untuk melanjutkan studi ke Kweekschool Fort de Kock, salah satu diantaranya Hasan Nasoetion gelar Mangaradja Salamboewe. Sejak itulah siswa-siswa lulusan sekolah Afdeeeling Padang Sidempoean (nama lama Afdeeling Mandailing en Angkola) yang ingin menjadi guru harus melanjutkan studi ke Fort de Kock. Beberapa guru Padang Sidempoean lulusan Kweekschool Fort de Kock yang kelak menjadi terkenal adalah Hamonangan Harahap (ayah dari Soetan Goenoeng Moelia) serta Soetan Pangoerabaan Pane (ayah dari Sanoesi Pane, Armijn Pane dan Lafran Pane), Kajamoedin Harahap gelar Radja Goenoeng (1897) dan Joshua Batubara. Seperti disebut di atas, Soetan Soripada Moelia menlanjutkan pendidikan di Kweekschool Fort de Kock tahun 1909.

Setelah sempat beberapa waktu mengajar, Soetan Soripada Moelia melanjutkan studi ke Hogere Kweekschool, Poerworedjo (residentie Bagelan) tahun 1915. Setelah lulus mendapat akta guru lisensi Eropa di Jawa, Soetan Soeripada Moelia diangkat sebagai guru HIS (Hollandsch-Inlandsche School) di Padang Sidempoean pada tahun 1918. Pada tahun ini juga (1918) sekolah HIS yang baru di Kotanopan akan dibuka. Yang akan menjadi direktur di sekolah HIS Kotanopan adalah Mr Soetan Goenoeng Moelia, kandidat sarjana pendidikan di Belanda.

Sekolah tinggi guru Hogere Kweekschool di Poerworedjo dibuka pada tahun 1914. Pendirian sekolah Hoogere Kweekschool (HKS) ini pada dasarnya seiring dengan pembentukan sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS) sebagai alternatif untuk sekolah dasar Eropa (ELS). Soetan Soripada Moelia adalah angkatan kedua di Hogere Kweekschool, Poerworedjo. Pada tahun 1920 sekolah sejenis dibuka di Bandoeng. Pada tahun 1923 GB Joshua Batubara, lulusan kweekschool Fort de Kock melanjutkak studi ke Hogere Kweekschool, Poerworedjo (dan kemudian menjadi guru HIS Swasta di Sipirok). Oleh Pada tahun 1929 GB Josua Batubara dianggap berprestasi, pemerintah memberikan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya (untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan seperti Soetan Goenoeng Moelia) ke Belanda di Groningen tahun 1929. Pada tahun 1927 Soetan Goenoeng Moelia yang telah menjadi anggota Volksraad di Batavia, diangkat menjadi wakil direktur Normaalschool di Meester Cornelis (kini Perpustakaan Nasional). Saat itu yang menjadi direktur Normaalschool Meester Cornelis adalah Mr Soetan Casajangan (sarjana pendidikan pertama pribumi, lulus 1911 di Belanda). Soetan Casajangan sendiri pulang ke tanah air tahun 1913 menjadi direktur Kweekschool Fort de Kock. Lalu setelah pindah ke Doloksanggoel dan Ambon serta menjadi asisten Inspektur Pribumi di Batavia tahun 1922 diangkat menjadi direktur Normaal School Meester Cornelis.

Soetan Soripada Moelia kemudian dipindahkan ke sekolah HIS Kotanopan dan kemudian ke sekolah HIS (yang sudah dinegerikan) di Sipirok. Pada tahun 1930 Soetan Soripada Moelia mengikuti kursus Hoofdacte di Bandoeng.

Pada tahun 1929 Mr. Soetan Goenoeng Moelia diangkat menjadi anggota Komisi Pendidikan HIS (satu-satunya pribumi). Pada tahun 1929 ini juga diselenggarakan kursus akte guru kepala di Bandoeng, suatu kursus untuk penyetaraan guru setingkat sarjana pendidikan di Belanda. Salah satu guru dalam kursus ini adalah Mr. Soetan Goenoeng Moelia. Pada tahun 1930 Mr Soetan Goenoeng Moelia melanjutkan pendidikan ke Belanda untuk mendapatkan gelar doktor (Ph.D). Lulus tahun 1933 di Belanda dan pada waktu yang sama ayahnya Mangaradja Hamonangan meninggal dunia di Padang Sidempoean. Mr. Soetan Goenoeng Moelia di satu sisi mendapat kabar gembira (Ph.D) di sisi yang lain mendapat kabar duka (ayah meninggal). Mr. Soetan Goenoeng Moelia tidak bisa hadir di pemakaman sang ayah di desa Sitamiang, Padang Sidempoean. Soetan Goenoeng Moelia adalah pribumi pertama yang meraih gelar doktor di bidang pendidikan. Mr. Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia menurut berita Bataviaasch nieuwsblad, 20-01-1934 akan diangkat menjadi direktur Hoogere Kweekschool (HKS) yang didirikan tahun 1920.

Setelah Soetan Soripada Moelia mendapat akte guru kepala di Bandoeng pada tahun 1932 kembali ke kampong halaman mengajar di HIS Padang Sidempoean. Pada tahun 1935 Soetan Soripada Moelia diangkat menjadi direktur HIS Padang Sidempoean. Gedung HIS Padang Sidempoean adalah eks gedung Kweekschool Padang Sidempoean yang ditutp tahun 1892 (kini menjadi SMA Negeri Padang Sidempoean, sekolah SMA saya). Sebelumnya pada tahun 1934 di kota Padang Sidempoean didirikan sekolah MULO (yang diterima adalah lulusan HIS).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Soetan Tagor Moelia dan Soetan Soripada Moelia: Pengabdian di Padang Sidempuan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

1 komentar: