Selasa, 01 Juni 2021

Sejarah Kalimantan (85): Sejarah Zaman Kuno di Kalimantan Timur, Seberapa Tua? Prasasti di Muara Sungai Kaman, Kutai

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Timur di blog ini Klik Disini  

Hingga kini memang belum pernah ditemukan candi di provinsi Kalimantan Timur. Ada apa atau mengapa. Sebab candi ditemukan di Kalimantan Selatan dan Kalimanta Barat. Tidak hanya di Kalimantan Timur, di Borneo Utara (wilayah Brunai dan Malaysia) juga tidak ditemukan adanya candi. Namun, di provinsi Kalimantan Timur justru ditemukan prasasti dari zaman kuno, bahkan dianggap tanda-tanda sejarah zaman kuno tertua di Indonesia, Prasasti-prasati tersebut berada di muara sungai Kaman (Muara Kaman).

Dalam berbagai tulisan pada masa kini, candi tertua di (wilayah) Indonesia ditemukan di Batujaya, Karawang, Jawa Barat yang diperkirakan pusat Kerajaan Tarumanegara yang dibangun pada abad ke-4. Lalu candi tua berikutnya candi Gedong Songo di Semarang, Jawa Tengah yang dibangun pada abad ke-9. Candi tua lainnya adalah candi Simangambat, Siabu, Tapanuli Selatan, provinsi Sumatra Utara. Sementara prasasti tertua seperti disebut prasasti Muara Kaman (prasasti Mulawarman). Prasasti ini juga disebut prasasti Yupa aksara Pallawa bahasa Sanskerta zaman Hindoe. Prasasti tua lainnya ditemukan di Cilincing, Jakarta Timur yang dikenal sebagai prasasti Tugu. Prasasti Tugu diduga terkait dengan keberadaan Kerajaan Tarumanaga (candi Batujaya). Di Sumatra Utara juga terdapat prasasti tua yakni yang terdapat pada makam kuno Islam di Barus (665 M). Prasasti tua lainnya di Sumatra, prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang bertahun 682 M.

Lantas bagaimana sejarah prasasti Yupa atau prasasti Muara Kaman atau prasasti Mulawarman? Seperti disebut di atas, memang tidak selalu ada hubungan antara keberadaan pasasti dengan benetuk bangunan seperti candi atau makam tua. Prasasti Mulawarman di Kalimantan sangatlah tua (tertua di Indonesia) tetapi candi-candi di temukan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat terbilang sangat muda (jauh lebih tua di Sumatra dan di Jawa). Lalu apakah peradaban tua di Indonesia bermula di Kalimantan Timur? Nah itu dia. Itulah pertanyaannya. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Prasasti Mulawaran dan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur

Candi adalah satu hal, sedangkan prasasti hal lain lagi. Candi menubuh (melekat) di tanah ditemukan candi. Namun prasasti bisa dibuat di satu tempat kemudian dapat berpindah ke tempat lain. Prasasti dengan wadah (batu) besar sulit dipindahkan tetapi prasasti yang ukuran relatif kecil mudah dibawa dan ditempatkan di tempat lain. Seperti halnya candi Padang Roco di hulu sungai Batanghari candinya dibangun di daerah aliran sungai Batanghari tetapi stupa (arca Amoghapasa) yang ditemukan dikirim dari Jawa (Singhasari). Kesimpulannya ada peradaban di hulu sungai Batanghari karena keberadaan candi (dan didukung penemuan arca dan prasasti). Lantas bagaimana dengan di muara sungai Kaman di Kalimantan Timur?

Sampai sejauh ini di (pulau) Kalimantan hanya ditemukan candi di Kalimantan Selatan (Amuntai dan Tapin) era Hindoe dan Kalimantan Barat (Ketapang) era Hindoe Boedha. Tidak ada penemuan candi di Borneo Utara (Brunai dan Malaysia), demikian juga tidak ada penemuan candi di pulau-pulau Filipina. Sampai sejauh ini tidak ditemukan candi di (pulau) Sulawesi.

Prasasti yang ditemukan di Muara Kaman pada era Hindoe yang beraksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang diduga berasal dari abad ke-4. Jika digabungkan semua pengaruh di Kalimantan berasal dari Hindoe Boedha itu berarti arah kehadarian kebudayaan berasal dario barat (India) seperti halnya penmuan candi dan prasasti di Sumatra, Semenanjung dan Jawa. Penemuan situs zaman kuno di Muara Kaman kira-kira sezaman dengan penemuan candi di Batujaaya (Jawa Barat). Dengan kata lain bahwa perkembangan kebudayaan di dua lokasi ini kira-kira sejaman.

Di Sumatra tidak ada candi dan prasasti setua yang ditemukan di Kalimantan Timur dan Jawa Barat. Ada penemuan candi di Semenanjung (Kedah) meski masih diragukan tetapi diperkirakan candi (Boedha) tersebut berasal dari abad ke-5. Catatan tertua di Sumatra hanya berdasarkan tulisan Ptolomeus abad ke-2 yang menyatakan pulau Sumatra bagian utara sebagai penghasil utama kamper (kapur barus). Dalam catatan Eropa kemudian disebutkan bahwa pelabuhan Barus (pantai barat Sumatra) tempat dimana kamper diekspor. Semuaa tentang peradaban zaman kuno dilihat dari arah barat (India, Arab dan Eropa).

Dari keterangan zaman kuno seperti dirangkum di atas, Sumatra, Semenanjung, Jawa dan Kalimantan begitu penting dalam konteks peradaban zaman kuno di Indonesia. Peradaban tersebut dipengaruhi oleh kebudayaan yang lebih tinggi yakni Boedha Hindoe (India) melalui navigasi pelayaran perdagangan. Tentulah aspek perdagangan ini menjadi faktor terpenting mengapa muncul navigasi pelayaran. Aspek-aspek kebudayaan (plus politik) mengikuti arah navigasi pelayaran. Lantas mengapa tanda-tanda peradaban kuno (prasasti Muara Kaman) jauh lebih tua dibandingkan di Jawa bahkan di Sumatra, faktanya prasasti Muara Kaman mengindikasikan kebudayaan dari arah barat di India (akasara Pallawa dan bahasa Sanskerta).

Prasasti tertua di Sumatra adalah prasasti Kedukan Bukit yang bertarik 682 M yang ditemukan di Palembang. Namun jika memperhatikan teks prasasti justru mengindikasikan dua lokasi yang berbeda di pantai timur Sumatra bagian utara (Binanga) dan Hulu Upang (yang diduga kuat di pulau Bangka). Dalam hal ini prasasti Sriwijaya pada teks prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang mengindikasikan Sriwijaya bermula di Bangka (baru kemudian Jambi di muara sungai Batanghari dan selanjutnya ke sungai Musi di Palembang). Kesimpulan ini diperkuat dengan ditemukannya prasasti Kota Kapur di Bangka bertarih 686 (Sriwijaya menyerang kerajaan-kerajaan di Jawa).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Candi di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat: Munculnya Kerajaan-Kerajaan Melayu

Candi-candi di Kalimantan Selatan disebutkan pengaruh Hindia yang berasal dari Jawa era Kerajaan Majapahit. Sementara candi Kalimantan Barat sejaman dengan Kalimantan Selatan tetapi pengaruhnya berasal dari Majapahit dan Sriwijaya. Candi di Kalimantan Selatan diperkirakan berasal dari abad ke-14, sedangkan candi di Kalimantan Barat berasal dari abad ke-13 atau abad ke-14. Dalam berbagai sumber, lepas dari ditemukannya dari prasasti Muara Kaman (bertarih abad ke-4), disebutkan di Kalimantan Timur di daerah aliran sungai Koetai muncul kerajaan Kutai Martadipura dan kerajaan Kuta Kertanegara pada abad ke-16.

Ada perbedaan waktu antara tanda-tanda peradaban pada teks prasasti Muara Kaman (aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta) abas ke-4 dengan ditemukannya keberadaan kerajaan Kutai (Kertanegara dan Martadipura) pada abad ke-16. Perbedaan waktu itu sekitar 1,200 tahun.

Candi-candi di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat (abad ke-14) seakan pendahulu munculnya keberadaan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur  abad ke-16. Kerajaan Banjarmasin baru muncul pada era Portugis (abad ke-16) demikian juga kerajaan Tandjung Pura atau Sukadana di Kalimantan Barat pada abad ke-16. Prasasti yang ditemukan di Muara Kaman yang berasal dari abad ke-4 adalah suatu hal dan keberadaan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur adalah hal lain lagi. Posisi waktu prasasti Muara Kaman dapat dipastikan tetapi posisi spasialnya menimbulkan pertanyaan. Rentang waktu 1.200 tahun bukanlah waktu yang singkat.

Hingga abad ke-16 (era Portugis) meski orientasi navigasi perdagangan dunia mengarah ke Maluku tetapi intensitas perdagangan di Sumatra, Semenanjung dan Jawa tidak berkurang dari era ke era. Pada era Portugis positioning perdagangan di bagian selatan Kalimantan dan bagian barat Kalimantan serta bagian utara Boerneo lebih penting dari pada bagian timur Kalimantan. Demikian juga pada awal era VOC (Belanda). Pada peta-peta VOC (era awal kehadiran Belanda) hanya mengidentifikasi tiga titik perdagangan yang penting yakni Bandjarmasin, Soekadana dan Broenai. Perdagangan di muara sungai Koetai (sungai Mahakam) baru intens pasca Perang Gowa (di bagian selatan Sulawesi) 1669. Pada era ini, intensitas perdagangan di pantai utara Sulawesi (Manado) bahkan lebih penting daripada perdagangan di muara sungai Koetai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar