Jumat, 16 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (85): Gunung Kinabalu di Sabah Pulau Kalimantan;Zaman Kuno Peta Taprobana Ptolomeus Abad ke-2

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini 

Gunung Kinabalu di Sabah adalah gunung tertinggi di pulau Kalimantan. Kapan gunung ini diidentifikasi tidak begitu jelas. Pada peta zaman kuno yang dibuat Ptolomeus pada abad ke-2 (peta Taprobana) diidentifikasi rantai pegunungan dari arah timur laut ke pedalaman. Pada pangkal rantai inilah diduga kuat letak gunung Kinabalu yang sekarang. Posisi GPS gunung Kinabalu yang tidak jauh dari pantai menjadi penting dalam navigasi pelayaran zaman kuno. Oleh karena itu gunung Kinabalu ini menjadi mudah dikenali pada zaman kuno.

Gunung tertinggi pada zaman kuno menjadi penting. Sebagai penanda navigasi pelayaran, juga terkait dengan banyak hal seperti religi dan kawasan tempat tinggal. Jika gunung terletak jauh di pedalaman, rute navigasi di darat biasanya mengikuti aliran sungai ke arah gunung. Gunung tertinggi di Sumatra adalah gunung Kerinci (3.085 M) dan gunung tertinggi di Jawa adalah gunung Semeru (3.676 M), serta gunung tertinggi di Sulawesi adalah gunung Latimojong (3.430 M), Di beberapa bagian dari pulau juga kerap diidentifikasi gunung tertinggi. Gunung-gunung ini tampaknya memiliki kesamaan dalam pemahaman di zaman kuno dengan gunung tertinggi dunia di India yakni gunung Himalaya dengan puncaknya yang lebih dikenal sekarang gunung Everest (8.848 M).t

Lantas bagaimana sejarah gunung Kinabalu di Sabah (Malaysia) pulau Kalimantan> Seperti disebut di atas, gunung Kinabalu tidak hanya tertinggi di pulau Kalimantan juga letaknya cukup dekat dari pantai sehingga memiliki arti penting pada zaman kuno. Lalu bagaimana sejarahnya dari zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Peta Taprobana Abad ke-2: Gunung Kinabalu

Pada saat daratan Afrika begitu dekat ke Eropa, belum terbayangkan ada daratan luas yang lain di sisi lautan (benua Amerika dan benua Asutralia). Oleh karena itu pengetahuan umum bahwa daratan dikelilingi lautan, sejauh pulau Inggris di barat, daratan Afrika ke selatan dan daratan India-Tiongkok di timur. Dari daratan India maupun daratan Tiongkok (seperti halnya pulau Inggris dari daratan Eropa) dapat dijangkau suatu pulau yang cukup besar. Pulau ini tentu sudah lama dikenal yang kemudian (menyalin) dengan nama pulau Taprobana. Pada pulau Taprobana ini sudah diidentifikasi suatu rantai pegunungan dari arah timur laut ke barat daya. Pada awal rantai kini diidentifikasi nama gunung Kinabalu sebagai gunung tertunggi di pulau).

Perbandingan peta Ptolomeus abad ke-2 belum seluas sekarang. Batas garis ekuator membagi pulau bagian utara dan bagian selatan. Bagian utara tampak terkesan lebih luas. Ini suatu indikasi bahwa bagian pulau di bagian selatan terus meluas seiring zaman, karena terbentuknya darata dari suatu proses sedimentasi jangka panjang. Dalam hal ini sungai Kapuas, sungai Kahayan dan sungai Barito belum sepnnjang yang sekarang. Dalam hal ini aktivitas di daratan cenderung arahnya ke utara. Dari pantai utara dengan sendirinya mudah terhubung (navigasi pelayaran) dari daratan India-Tiongkok. Dalam catatan geografi Ptolomeus juga mengindentifikasi nama (tempat) di bagian daratan India-Tiongkok dengan nama Katigara (nama ini kemudian banyak ahli menyebut sebagai kota Kamboja. Dalam catatan geografi Ptolomeus juga mencatat bagian utara pulau Sumatra sebagai sentra produksi kamper. Ini mengindikan bahwa hanya tiga (nama) kawasan itu yang terpenting (mungkin yang masih dikenal). Sebagaimana diketahui bahkan benua Australia baru dikenal pada navigasi pelayaran Eropa.

Gunung Kinabalu belum diidentifikasi pada era Ptolomeus (hanya diidentifikasi suatu rantai pegunungan). Lantas sejak kapan gunung Kinabalu mulai teridentifikasi? Sangat sulit menemukan peta-peta pulau Taprobana setelah publikasi Ptolomeus pada tahun 150 M (buku II Bab 13, 14, 17 disebutkan portus Sinarura yang diduga para ahli nama Kattigara, berada di muara sungai Mekong). Wilayah dalam peta Taprobana baru muncil pada peta-peta Eropa, khususnya peta-peta Portugis dengan nama lain (diidentifikasi sebagai pulau Borneo). Tiongkok juga tidak ada menginformasikan temuan peta kuno yang mengindikasikan tentang pulau Taprobana atau pulau Borneo.

Catatan Tiongkok hanya disebut disebut ada kerajaan yang eksis sejak abad ke-2 pada era dinasti Han yakni Lin yi (di kota Hue yang sekarang). Dari catatan sejarah dinasti Tiongkok Hou Han-Shu (yang disusun pada abad ke-5) diketahu bahwa pada tahun 132 M. pesisir wilayah di timur laut Annam [nama Tiongkok adalah Jih-nan] sudah menjadi titik terminal untuk navigasi dari Laut Selatan. Pada tahun itu di dalam catatan itu disebut raja Yeh-tiao dari luar perbatasan Jih-nan sebuah kedutaan untuk memberikan upeti. Kaisar memberikan Tiao Pien kepada raja Yeh-tiao segel emas dan ungu. Yeh-tiao diduga kuat adalah Sumatra, hal ini dapat dikaitkan dengan catatan geografi Ptolomeus bahwa bagian utara pulau Sumatra adalah sentra produksi kamper (yang sangat dibutuhkan di Eropa). Pada masa kini ditemukan prasasti yang berasal dari abad ke-3 yang disebut prasasti Vo Cahn  (yang merupakan prasasti tertua di Asia Tenggara). Prasasti Vo Cahn ini berada di suatu tempat tempo doeloe yang disebut Annam (kemudian diidentifikasi sebagai nama Champa). Kota Annam ini tepat berada di selatan kota Lin yi (Hue yang sekarang). Ini mengindikasikan hingga abad ke-3, kawasan Laut China Selatan sudah dikenal nama-nama tempat Sinarura (Katigara), pulau Taprobana dan Lin yi. Besar dugaan navigasi pelayaran awalnya ke pulau Taprobana dari kota Lin yi kemudian bisa dicapai dari Annam (tempat ditemukan prasasti Vo Cahn). Isi prasasti ini menceritakan seorang raja terkenal berkunjung untuk melihat menantunya yang belum lama kehilangan ayah yang kemudian menggantinya sebagai raja. Dalam hal ini besar dugaan bahwa raja yang mengutus utusan ke Tiongkok adalah raja terkenal yang berasal dari Yeh-tiao (Sumatra), wilayah penghasil kamper adalah mertua dari raja baru di Annam ((kini provinsi An di Vietnam). [Catatan: Tanah Batak ada sentra produksi kamper. Sinarura dalam bahasa Batak dapat diartikan sebagai Cina (Sina) dan lembah (rura). Tanda-tanda adanya kerajaan kuno di Tanah Batak seperti kita lihat nanti berada di wilayah Angkola yang situsnya kita dikenal sebagai candi Simangambat dibangun abad ke-8 dan candi yang dibangun pada abad ke-11 Padang Lawas di kota Binanga pertemuan sungai Batang Pane dan sungai Barumun di pantain timur Sumatra. Kelak di kawasan ini diketahui suatu kerajaan yang disebut Kerajaan Aru. Terminologi aru sendiri merujuk pada nama India selatan yang diartikan sungai, yang menjadi rujukan nama sungai Barumun]. Wilayah Annam ini sudah disebutkan pada Hou Han Shu (semacam Negarakertagama) yang ditulis pada abad ke-5 disebut menjadi bagian dari wilayah diklaim kekaisaran Tiongkok pada era dinasti Han sebagai (wilayah) yurisdiksinya. Boleh jadi klaim ini terkait dengan kerjasama Kaisar Tiongkok dan raja Yeh-tiao dari Sumatra pada abad ke-2. Perlu ditambahkan disini bahwa pada abad ke-5 diketahui keberadaan kerajaan di Jawa yakni Kerajaan Taruma. Kerajaaan Taruma ini berada di pulau di dekat muara sungai Citarum. Pada masa kini di pulau zaman kuno ini terdapat situs candi (candi Batujaya). Tidak jauh dari situs candi ini ditemukan prasasti Tugu yang berasal dari abad ke-5. Besar dugaan Kerajaan Aru di bagian utara Sumatra dan Kerajaan Taruma di bagian barat Jawa adalah dua kerajaan pertama yang terbentuk di nusantara, antara India dan Tiongkok dimana pengaruh India sudah sejak lama ada.

Sejak kawasan Laut China Selatan sudah ramai dengan navigasi pelayaran hingga abad ke-5 belum ada indikasi pulau Taprobana dikenal lagi. Dalam catatan sejarah dinasti Liang yang dicatat dalam Liang Shu (502-557 M) sudah terdapat adanya navigasi pelayaran perdagangan dari India ke Tiongkok. Sementara itu, Cosmas mengatakan dalam abad ke-6 produk dari Tzinista (Cina) dibawa ke Ceylon, pusat komersial besar selama berabad-abad, Kota utama tersebut adalah Canton.

Pada awal abad ke-7, para pedagang asing sudah membentuk koloni di Canton dan juga di Ch'üan-chow serta Yang-chow. Sejumlah pedagang Arab sudah masuk di Canton yang menjadi awal siar agama Islam di Tiongkok. Antara tahun 618 dan 626 M empat pengikut Muhammad yang membawa Islam di Tiongkok. Satu mengajar di Canton, satu di Yang-chow dan dua lainnya di Ch'üan-chow. Dalam teks P'an-yü-hsien-chih bab 53 disebutkan bahwa:  ‘Ketika perdagangan laut dibuka pada Dinasti T'ang, Muhammad, raja Muslim Medina mengunjungi koloni Muslim di Canton’. Orang-orang Muhammad membentuk pemukiman besar di pelabuhan-pelabuhan Tiongkok, orang Tiongkok menyetujui orang asing yang tinggal dalam kelompok di wilayah mereka, semacam pemerintahan sendiri, Orang asing diizinkan untuk menggunakan hukum mereka sendiri dan mengamati kebiasaan dan kebiasaan mereka sendiri begitu lama karena mereka bisa hidup tertib dan damai dengan orang Tiongkok. Pihak berwenang Tiongkok tidak akan mempertimbangkan untuk ikut campur dalam hal-hal yang menyangkut orang asing, kecuali bila hal itu perlu.

Kota dagang lainnya pada masa ini adalah Tamlook (kota antara Ceylon dan Sumatra). Kota Tamlook ini disebut kerap dikunjungi para peziarah China pada abad ke-7. Fa-hsien adalah orang Tiongkok pertama yang meninggalkan catatan perjalanan dari India ke Tiongkok. Fa-hsien menyebut bahwa banyak gangguan laut di kawasan Laut China Selatan. Annam sendiri telah menjadi protektorat Tiongkok sejak tahun 679 M, dan tidak memiliki kemerdekaann lagi (hingga tiba waktunya, memiliki kemerdekaan lagi pada tahun 968 M).

Sumber lainnya dari Tiongkok menyatakan bahwa telah dilakukan suatu ekspedisi hukuman kepada Annam dan telah berhasil ditaklukkan kerajaan tersebut. Oleh karena itu, kawasan Laut China Selatan menjadi aman bagi pedagang-pedagang Tiongkok ke India setidaknya untuk beberapa waktu. Boleh jadi inilah ekspansi pertama Tiongkok ke selatan (Luat China Selatan). Dengan amannya situasi Laut China Selatan memungkin pedagang-pedagang Tiongkok terhubung ke India yang mana dicatat oleh Fa-hsien pada abad ke-7.

Pada fase ini terjadi hubungan satau yang memiliki pelabuhan bernama Binanga (Kerajaan Aru) dengan (kerajaan) Sriwijaya (lihat prasasti Kedukan Bukit 682 M). Sebagaimana diketahui bahwa Fa-hsien ini lebih dahulu dari I’tsing (yang baru memulai perjalanan ke India tahun 671 M).

Dari kronologi tersebut, pengaruh Tiongkok belum ada di nusantara, ketika Kerajaan Aru, melalui rajanya Dapunta Hyang Nayik mengukuhkan Sriwijaya sebagai kerajaan (prasasti Kedukan Bukit 682 M) dengan raja yang bergelar Dapunta Hyang yakni Srinagajaya (lihat prasasti Talang Tuo 684 M). Justru sebaliknya pengaruh Sumatra (bagian utara) sudah ada sejak abad ke-3 ke selatan Tiongkok (lihat prasasti Vo Canh). Seperti banyak disebut penulis-penulis Indonesia masa ini, sebelum I’tsing ke India, singgah di kota Melayu (671 M) dan sepulang dari India 685 M I’tsing menyebut nama Sriwijaya. Sejak I’tsing inilah diduga awal hubungan Tiongkok dengan nusantara (Sriwijaya).

Sampai sejauh ini belum ada indikasi nama pulau Taprobana dikenal kembali. Namun nama Annam terus dikenal. Disebutkan dalam catatan Tiongkok pada tahun 792 Gubernur Lingnan melaporkan intensitas perdagangan melemah di Tiongkok, para pedagang asing seperti dari Arab hanya sampai di Annam.

Pada abad kesembilan oleh saudagar Arab Solaiman menyatakan salah satu dari mereka ditunjuk oleh orang Tiongkok kewenangan untuk mengadili perselisihan yang timbul di antara seagamanya tempat tinggal di Canton. Pada hari raya ketika umat Islam berkumpul, dia berdoa, menyampaikan Khutbah dan berdoa untuk kesejahteraan Sultan mereka. Sebagai orang yang tepat ditunjuk, penyelesaiannya diatur dengan baik, karena Solaiman menambahkan bertindak menurut kebenaran, dan keputusannya sesuai dengan kitab Tuhan (Al-Qur'an) dan ajaran Islam. Hal inilah yang membuat pedagang-pedagang Arab diterima di Tiongkok. Adapun komoditas perdagangan maritim dari Solaiman bahwa impor utama ke Cina adalah gading, kamper, kemenyan, batangan tembaga, cangkang penyu dan cula badak. Catatan: Satu yang menarik dari komoditi yang diimpor pedagang-pedagang Arab di Tiongkok adalah kamper dan kemenyan. Sebab dua komoditi ini hanya diproduksi di wilayah Kerajaan Aru (Sumatra bagian utara). Namun ini mudah dijelaskan karena wilayah Laut China Selatan adalah kawasan perdagangan Kerajaan Aru, yang menjadi sebab terjadinya perdagangan kamper dan kemenyan di pelabuhan-pelabuhan Tiongkok seperti Canton.

Pengaruh Tiongkok yang signifikan di seputar Laut China Selatan baru terlihat menjelang akhir abad ke-9 dengan minat maritim setelah semakin populernya dua kota pesisir Tiongkok yakni Canton dan Ch'üan-chow karena selama periode ini perdagangan meningkat sangat banyak di dua kota pelabuhan tersebut.

Pada awal abad ke-10 pengaruh Kerajaan Aru di kawasan Luat China selatan masih cukup kuat. Pengaruh itu berada di Annam, Kamboja dan Thailand selatan. Pengaruh Kerajaan Aru di Filipina dapat dibaca pada prasasti Laguna 900 M. Disebut raja masyhur di Binwangan melalui utusannya memberi pengampunan kepada raja Nayanam atas hutang perdagangan yang disaksikan oleh raja Tondo, raja Pila dan raja Palilan. Binwangan adalah Binanga, ibu kota Kerajaan Aru, nama kota yang disebut pada prasasti Kedukan Bukit 682  sebagai Minanga. Bedasarkan catatan dinasti Sung yang ditulis Chu Yu (1111-1117) disebutkan bahwa pada bagian akhir abad ke-10, Tiongkok mulai berdagang dengan Semenanjung Malaya, Jawa, Champa (Annam), beberapa pulau di kawasan selatan Laut China (Filipina dan mungkin Kalimantan), Sumatra dan lain-lain. Dalam laporan Chu Yu tersebut juga disebutkan metode navigasi sebagai berikut: ‘Junk-jung yang mengarungi samudra berlayar di bulan kesebelas atau kedua belas untuk memanfaatkan angin utara, dan kembali di bulan kelima atau bulan keenam untuk memanfaatkan angin selatan. Di laut seseorang tidak hanya memanfaatkan angin kencang, tetapi juga angin lepas atau menuju pantai. Hanya angin kencang yang mendorong perahu kembali. Ini disebut 'memanfaatkan angin tiga arah'. Dalam navigasi pelayaran perdana Tiongkok juga disebutkan bahaya dan ancaman bajak laut di tengah pelayaran. Kekhawatiran lainnya disebutkan misalnya, jika sebuah kapal akan menuju Champa, dan kebetulan ia keluar dari jalurnya dan masuk ke (wilayah) Kamboja, lalu keduanya kapal dan muatannya disita, dan orang-orangnya diikat dan dijual dan diberi tahu: 'Bukan tujuan Anda datang ke sini.'

Setelah perkembangan yang begitu dinamis di Jawa, pengaruh Sriwijaya semakin menurun di Jawa dan lebih intens di wilayah domestik (Sumatra bagian selatan). Sementara Kerajaan Aru di wilayah Sumatra bagian utara (bagian utara ekuator) memiliki pengaruh yang signifikan di kawasan Laut China Selatan. Orientasi perdagangan ke Tiongkok (melaluii Laut China Selatan) telah menyebabkan kota-kota dagang di India makin sepi. Padagang-pedagang Arab mendapatkan mata dagangannya langsung dari Hindia Timur (terutama di selat Malaka) dan Tiongkok. Hal ini tampaknya membuat Kerajaan Chola tidak senang dan mulai melancarkan invasi ke wilayah pantai timur India dan kawasan selat Malaka.

Pada prasasti Tanhjore 1030 disebutkan bahwa Kerajaan Chola telah menaklukkan sejumlah kerajaan, termasuk kerajaan-kerajaan di seputar selat Malaka. Nama-nama kerajaan yang ditaklukkan militer Chola ini antara lain, Lamuri (kini Aceh), Kadaram (kini Kedah), Malayur (mungkin Malaka atau Bintan), Panai dan Sriwijaya. Dalam hal ini Panai adalah kota pelabuhan di muara sungai Batang Pane, dekat dengan Binanga di muara sungai Barumun, Panai diduga telah menjadi ibu kota Kerajaan Aru di pantai timur Sumatra.

Pasca invasi militer Chola, Kerajaan Aru dan Kerajaan Sriwijaya bangkit kembali. Kerajaan Aru dengan cepat menemukan kejayaannya karena selama pendudukan Chola, Kerajaan Aru masih memiliki pengaruh di sekitar kawasan Laut China Selatan. Penduduk Kerajaan Aru menghianati Hindoe (warisan Chola) dan kembali ke Boedha tetapi dengan sekte baru yang disebut Bhairawa (campuran Boedha, Hindoe dan pagan). Pengaruh agama Boedha Batak sekte Bhairawa ini menurut Schnitger (1935) juga terdapat di Kamboja. Penduduk Khmer juga menjadi pengikut sekte Bhairawa. Karakteristik candi Angkor Wat di Kamboja yang dibangun tahun 1113 menurut Schnitger mirip dengan karakteristik candi-candi di Padang Lawas. Satu karakteristik yang khas candi Angkor Wat, satu-satunya di Kamboja, yang menghadap ke barat. Apakah itu mengindikasikan pusat sekte Bhairawa di Kerajaan Aru (Sumatra bgian utara)?

Wilayah Khmer (Kamboja) sudah lama diketahui. Dalam catatan geografi Ptolomeus (90-168 M) menyebut dua kawasan di Hindia (India sebelah timur) yakni Suamatra bagian utara sebagai sentra produksi kamper dan portos  Sinarura yang kemudian menurut para ahli nama tersebut dikenal kemudian sebagai Kattigara. Entah kebetulan apakah benar atau tidak Sinarura mirip bahasa Batak di Sumatra bagian utara Sina=Cina dan rura=lembah pertanian yang subur. Kattigara tampaknya bahasa Sanskerta Katti=Kotta, nagar=negeri. Oleh karena itu Kattigara dapat diartikan sebagai Negeri Kota. Bukankah nama candi Angkor Wat adalah candi kota (angkor bahasa Khmer sebagai kota dan wat=candi). Lagi-lagi kebetulan. Kelak wilayah ini disebut Cochinchina. Di wilayah inilah candi Angkor Wat dibangun tahun 1113.  Pada tahun 1177, kota Angkor diserang etnik Champa yang menjadi pesaing Khemer setelah Champa di bawah pengaruh Tiongkok. Kota Khmer bangkit kembali sang raja mendirikan ibu kota dan candi yang baru beberapa kilometer di sebelah utara Angkor Wat, yakni kota Angkor Thom dan candi Bayon yang ia baktikan untuk kepentingan agama Buddha, karena merasa sudah dikecewakan dewa-dewi Hindu. Angkor Wat juga sedikit demi sedikit diubah menjadi sebuah situs agama Buddha dan banyak ukiran bertema Hindu diganti dengan karya seni agama Buddha. Lalu pada akhir abad ke-12, sedikit demi sedikit Angkor Wat diubah dari sebuah pusat peribadatan agama Hindu menjadi pusat peribadatan agama Buddha. Perubahan karakter candi ini mengikuti karakteristik candi di Padang Lawas (Kerajaan Aru).

Para pengikut agama Boedha Batak sekte Bhairawa ini menurut Schnitger (1935) termasuk dari Jawa. Raja Singhasari Kertanegara dan raja Adityawarman di Kerajaan Mauli adalah pendukung fanatik sekte Bhairawa. Kertanegara meninggal tahun 1292 M dan Adityawarman meninggal tahun 1375 M. Hal itulah mengapa candi Singasari dan candi Padang Roco (Kerajaan Mauli) mirip dengan candi-candi di Padang Lawas (Kerajaan Aru). Setelah Raja Keertanegara meninggal, maka suksesi kerajaan di Jawa adalah Kerajaan Majapahit. Setahun setelah meinggalnya patih Gajah Mada di Kerajaan Majapahit ditulis teks Negarakertagama pada tahun 1365. Dalam teks inilah nama-nama tempat di pulau Kalimantan terinformasikan. Nama Kalimantan adalah nama yang mengindikasikan pulau Taprobana yang dipetakan oleh Ptolomeus pada abad ke-2.

Prof. Kern yang telah menerjemahkan teks Negara Kertagama ke dalam bahasa Belanda pada tahun 1919 telah mengindentifikasi nama-nama tempat yang disebut dalam teks ke dalam peta. Pada peta ini Prof Kern menyebut nama-nama sebagai berikut: Solot, Saludang, Sawaku, Burune, Tirim, Malano, Tanjung Kute, Passir, Tabalong, Kadangdangan, Kunir, Baruto, Kapuhas, Sampit, Katingan, Lauwai. Kutawaringin, Tanjungpuri, Landa, Sambas, Sedu, Kutalingga dan Kalka. Nama-nama tersebut sebagian besar nama yang dikenal pada masa kini. Namun jika membadingkan dengan nama-nama tempat yang terdapat pada peta Taparobana Ptolomeus pada abad ke-2 nyaris tidak ada yang memiliki kemiripan. Tampaknya nama-nama pada Negarakertagama adalah nama-nama baru. Boleh jadi masih ada nama sesuai peta Taprobana tetapi tidak begitu penting lagi, karena nama tempat yang baru lebih utama sehingga diidentifikasi pada teks Negarakertagama.

Satu-satunya sumber tertua yang mengindikasikan pulau Kalimantan pada masa kini dan pulau Taprobana pada zaman kuno hanyalah teks Negarakertgama yang ditulis pada tahun 1365. Namun bukan berarti nama pulau Taprobana tersebut belum dikenal sebelum teks itu dibuat.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Gunung Kinabalu: Era Portugis hingga Era Inggris

Nama Brunai paling tidak sudah diidentifikasi teks Negarakertagama 1365. Itu berarti ada jarak waktu sekitar 150 tahun ketika pelaut-pelaut Eropa mencapai Hindia Timur ketika Portugis mulai menetap di (kota) Malaka pada tahun 1511, Pada tahun ini juga tiga kapal Portugis menuju kepulauan Maluku melalui laut Jawa, pantai utara Jawa, pantai utara pulau-pulau Nusa Tenggara hingga mencapai Maluku. Peta navigasi pelayaran ini memang mengidentifikasi pulau Kalimantan dan pulau Sulawesi, tetapi hanya nama (kota) Makassar yang diidentifikasi. Bagaiman tiga kapal ini kembali ke Malaka tidak diidentifikasi (tetapi diduga kembali dengan rute yang sama ketika berangkat). Ini berarti pelaut-pelaut pertama Eropa ini tidak atau belum mengunjungi pulau Kalimantan. Bahkan pelaut-pelaut Portugis justru membuka jalur navigasi pelayaran dari Malaka ke Tiongkok.

Boleh jadi pelaut-pelaut Portugis yang berhomebase di Malaka hanya bolak-bolik dengan riter perdagangan yang pertama tersebut (antara Malaka dan Maluku). Tampaknya pelaut-pelaut Portugis mulai memahami bahwa ada jalur perdagangan antara Hindia Timur dengan Tiongkok melalui Laut China Selatan. Boleh jadi itu menjadi faktor mengapa utusan (kerajaan Portugis) melalui pelabuhan Malaka melakukan ekspedisi perdagangan ke Tiongkok pada tahun 1514 yang dipimpin oleh Fernao Peres. Pelaut-pelaut Poertugis mendarat di pulau Tunmen tepat di muara sungai menuju kota Canton. Kunjungan ini tampaknya berhasil karena para utusan yang mendapat kabar dari Caton dapat menemui Kaisar di Peking.

Pada tahun 1519 tidak mengira apa yang mereka lakukan di pulau Tunmen menjadi kesalahan besar bagi penduduk dan pedagang-pedagang Tiongkpk di pantai timur. Pelaut-pelaut Portugis membangun benteng di pulau tanpa sepengetahuan pemerintah Tiongkok. Alasan pelaut Portugis masih dapat diterima karena mereka mengatakan membangun benteng karena semata-mata untuk bertahan dari bajak laut yang berada di perairan Laut China Selatan dan pemerintah Tiongkok tidak memberi perlindungan tentang keamanan mereka saat transaksi dagang di sekitar muara sungai. Namun kasusnya tidak hanya itu ternyata diketahui kemudian bahwa mereka menampung budak yang dijual dari daratan Tiongkok yang tidak jarang mereka yang dijadikan budak diculik. Akhirnya pemerintah Tiongkok mengusir pelaut-pelaut Portugis dari pulau Tunmen pada tahun 1520. Sejak kasus benteng pulau Tunmen ini pelaut-pelaut Portugis membuka rute pelayaran baru ke pantai utara pulau Kalimantan terus ke Maluku (tidak lagi melewati pantai utara Jawa).

Seperti sebelumnya dalam membuka jalur perdagangan ke Tiongkok, benteng Malaka mengutus ekspedisi perdamaian ke pantai utara Kalaimantan di Boernai (Brunai). Ekspedisi ini dipimpin oleh George Menesez pada tahun 1521. Misi dagang Portugis ini juga diketahui juga (dari Boernai) ke Manila (pulau Luzon). Tahun 1521 inilah pelaut-pelaut Poertugis menjejakkan kaki di pulau Kalimantan di pantai utara (Boernai). Sejak inilah nama pulau Kalimantan yang sebelumnya dalam peta mereka belum memiliki nama diberikan nama pulau Borneo (merujuk pada nama pelabuhan Boernai). Pada tahun 1524 pelaut-pelaut Spanyol melalui celah pantai selatan Amerika menuju Hindia Timur melalui lautan Pasifik dan mencapai Zebu (Filipina). Pelaut-pelaut yang sudah mengenal pulau Kalimantan dan pulau-pulau di barat Filipina mulai mendapat saingan sesama Eropa (Spanyol).

Pada peta-peta Portugis tentang wilayah pulau Kalimantan yang diidentifikasi sebagai pulau Borneo daeri waktu ke waktu tidak hanya semakin akurat juga semakin banyak nama-nama kota pelabuhan yang diidentifikasi. Pada peta-peta awal belum mengidentifikasi nama geografis sungai maupun pegunungan tetapi kemudian mulai diidentifikasi rantai pegunugan (seperti pada peta Ptolomeus) tetapi nama gunung Kinabalu belum diidentifikasi. Tampaknya peta-peta Portugis masih lebih fokus pada identifikasi nama-nama pelabuhan, tidak hanya seputar pulau Borneo tetapi juga sudah muncul peta Sulawesi yang mengiudentifikasi kota-kota pelabuhan di bagian utara dan juga kota-kota di pantai selatan Mindanao. Dengan demikian jalur pantai utara Borneo dan Laut Sulawesi menjadi menjadi jalur utama navigasi pelayaran perdagangan Portugis dari Malaka ke Maluku.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar