Selasa, 31 Agustus 2021

Sejarah Makassar (55): Jeneponto. Antara Bantaeng dan Takalar; Pangkal Pangkajene di Utara hingga Pantai Jeneponto di Selatan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

dakah sejarah Jeneponto? Tentu saja ada. Itu bermula dari dua kerajaan awal. Namanya bukan kerajaan Pangkajene. Sebab kerajaan Pangkajene berada di utara Maros. Pangkajene juga menjadi nama tempat di dekat danau Tempe yang menjadi ibu kota Kerajaan Sidenreng. Kerajaan-kerajaan awal di wilayah Jeneponto adalah Kerajaan Binamu dan Kerajaan Bangkala. Wilayah Kerajaan Binamu berada di muara sungai Jeneponto (yang kini menjadi wilayah kota Jeneponto). Sedangkan wilayah Kerajaan Bangkala di sebelah barat (dekat dengan kabupaten Takalar yang sekarang). Dalam hal ini nama Jeneponto adalah nama yang muncul kemudian.

Nama Binamu dan Bangkala kini dijadikan masing-masing sebagai nana kecamatan. Sedangkan nama Jeneponto, kota yang terbentuk di suatu teluk di muara sungai Jeneponto dengan nama yang sama menjadi pusat dari cabang pemerintahan pada era Hindia Belanda (yang disatukan dengan wilayah Takalar) yang kelak menjadi nama wilayah (kini nama wilayah kabupaten). Ibu kota kabupaten Jeneponto berada di Bontosunggu.  Pada era RI, nama Jeneponto dijadikan nama kabupaten (sementara bagian wilayah barat yakni wilayah Takalar dibentuk kabupeten yang terpisah). Wilayah topografi kabupaten Jeneponto pada bagian utara terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian 500 sampai dengan 1400 meter yang merupakan lereng pegunungan gunung Baturape (gunung Lompobattang). Kabupaten Jeneponto kini terdiri dari 11 kecamatan, yakni: Arungkeke, Bangkala, Bangkala Barat, Batang, Binamu, Bontoramba, Kelara, Rumbia, Tamalatea, Tarowang dan Turatea. Penduduk di kabupaten Jeneponto umumnya berbahasa bahasa Makassar (dialek Lakiung dan dialek Turatea).

Lantas bagaimana sejarah Jeneponto? Seperti disebut di atas di wilayah Jeneponto awalnya sudah terbentuk dua kerajaan yakni Kerajaan Ninamu dan Kerajaan Bangkala serta kerajaan-kerajaan kecil lainnya. Awalnya kerajaan-kerajaan berafiliasi dengan Kerajaan Gowa tetapi kemudian ke Kerajaan Bone. Bagaimana semua itu terjadi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

 

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bahasa-Bahasa Asli di Sulawesi: Pengaruh Bahasa-Bahasa Lain

Tidak diketahui secara pasti kapan munculnya nama Jeneponto. Berdasarkan Peta 1752 di mana kini kota Jeneponto berada tidak ada ada nama kampong Jeneponto. Bahkan nama kampong besar juga belum ada. Hanya tiga pemukiman kecil yakni Petang, Tino dan Tobo yang mana sungai itu disebut sungai Tino yang mana di arah hulu terdapat kampong Rumbi (kini sungai Tino disebut sungai Kelara), Di sebelah barat terdapat sungai Binamu  dan di sebelah baratnya lagi terdapat sungai Turatea. Kampong besar di sungai Binamu sesuai nama sungai berada di arah hulu sungai, sedangkan kampong besar lainnya berada di sungai Turatea yang sesuai namanya berada di arah hilir (muara) sungai. Wilayah ini di dalam peta diidentifikasi sebagai Turatea (merujuk nama kampong yang lebih besar di dekat pantai (Turatea). Di sebelah sungai Tino diidentifikasi sebagai wilayah Boeloecoemba yang mana pada muara sungai terdapat benteng VOC di kampong Bontaheng dan sebelah timurnya lagi benteng VOC di kampong Boeloecomba).

Seperti telah dideskripsikan pada artikel sebelumnya, nama Bonthaeng sudah dikenal sejak zaman kuno (lihat Negarakertagama 1365). Dalam hal ini nama kampong Boeloecombo diduga nama kampong yang lebih muda dari Bonthaeng. Pada saat ini (Peta 1752) nama (kampong) Jeneponto belum ada. Seperti disebut di atas dua kampong besar di wilayah Jeneponto yang sekarang adalah Binamu dan Turatea. Dari nama-nama kampong ini hanya kampong Binamu yang agak jauh di belakang pantai di dekat pegunungan. Tidak ada nama kampong lain lebih ke pedalaman hingga pegunungan tinggi Tompobattang. Kampong Binamu dan kampong Turate dapat dikatakan dua kampong terbesar di pantai selatan (bahkan lebih besar dari kampong Bonthaeng dan Boeloecormba). Lantas apakah Binamu dan Turatea dua buah kerajaan? Lalu apakah penduduk Binamu penduduk asli? Pada masa ini wilayah kecamatan Binamu berada di sebelah timur sungai Binamu hingga timur sungai Tino dimana terdapat kota Jeneponto.

Nama Binamu diduga kuat lebih tua daripada nama Jeneponto. Nama Binamu paling tidak sudah diberitakan pada tahun 1825 (lihat Nederlandsche staatscourant, 10-11-1825). Disebutkan pasukan Hindia Belanda dari Makassar ke Bonthaeng melalui Bangkala, Binamu dan Tino. Dari keterangan ini mengndikasikan sudah ada jalan darat dari Makassar melalui Binamu ke Bonthaeng. Nama Binamu tampaknya tempat yang penting. Pada saat ini tengah terjadi permusuhan antara pemerintahan Hindia Belanda yang baru dibentuk di Sulawesi bagian selatan dengan (Kerajaan) Bone. Pendudukan Bonthaeng dari Makassar oleh militer dalam rangka mengusir (pengaruhi) Bone di wilayah pantai selatan.

Permusuhan antara pemeirntah Hindia Belanda dengan Bone pasang surut dan masih terus berlangsung hingga tahun 1840. Pada fase ini (kerajaan) Binamu memihak Bone (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1843). Disebutkan terjadi peselisihan yang akan pecah antara penduduk Binamoe di Torateea dan penduduk Makasser. Mengapa? Disebutkan diantara penduduk tersebut telah ada kebencian dan kecemburuan yang sengit sejak tahun 1667 yang timbul dari fakta bahwa penduduk Binamoe (dan penduduk Palimbanking) yang sebelumnya ditindas oleh orang-orang Goa, Sejak kerajaan Gowa ditaklukkan pemerintah VOC di bawah pimpinan Speelman (1669) Kerajaan Binamu terbebaskan. Ini dapat dipahami ketika pemerintah Hindia Belanda bekerjasama dengan Goa (Makassar) dan berselisih dengan (kerajaan) Bone, Binamu memihak Bone. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa Binamu adalah kerajaan yang sudah lama eksis (bahkan sejak era VOC). Catatan: Palimbangking kini masuk wilayah (kabupaten) Takalar. Penduduk Binamu dan Bangkala sebelumnya disebut orang Laaija (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1846).

Kerajaan Binamu memiliki hubungan erat dengan kerajaan Bangkala dan kerajaan Lakiang serta kerajaan Rumbia yang menjadi federasi kerajaan Turattea (lihat Nederlandsche staatscourant, 01-12-1853). Disebutkan pada saat ini perlawanan penduduk Binamu terhadap pemerintah Hindia Belanda telah berhasil dipulihkan dengan perjanjian  Juga disebut dalam hal ini Ratoe Binamu bersaudara dengan pangeran Rumbia. Besar dugaan sejak perdamaiaan ini pemerintah Hindia Belanda mulai menetapkan pusat pemerintah (Hindia Belanda) di suatu tempat di muara sungai Pino (yang kelak dikenal sebagai Jeneponto).

Namun itu tidak segera. Baru pada tahun 1863 Pemerintah Hindia Belanda menempatkan seorang penanggungjawab kas di wilayah Turattea yang ditempatkan di Jeneponto (lihat Staatsblad van Nederlandsch-Indiee. 1864). Inilah untuk kali pertama Jeneponto diketahui. Lalu dua tahun berikutnya di Jeneponto ditempatkan pejabat yang lebih tinggi setingkat Controleur (lihat Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1866). Penempatan Controleur ini di Jeneponto bersamaan dengan penempatan seorang Controleur di Takalar. Pembentukan pengadilan (landraad) di Jeneponto baru dimulai pada tahun 1882.

Dengan pembentukan cabang pemerintah Hindia Belanda di Jeneponto (yang ditandai dengan penempatan Cobtroleur), maka dengan sendirinya nama Jeneponto sudah mulai dikenal luas. Lebih-lebih nama Jeneponto telah dijadikan nama Onderafdeeeling.  Afdeeelingnya sendiri berdasarkan beslit 1864 disebut Afdeeling Bonthaeng, Bonamu en Bangkala, Selajar dan Bima (lihat Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1864). Dalam hal ini Takalar masuk afdeeling yang berbeda. Sementara onderafdeeling Bima berada di selatan lautan (pulau Sulmbawa). Lalu bagaimana dengan Boeloecomba? Bagian afdeeeling yang lain.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Terbentuknya Bahasa Melayu dan Penyebaranya

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar