Jumat, 03 September 2021

Sejarah Makassar (60):Bombana dan Bahasa Moronene, Antara Tolaki Kolaka dan Muna Buton: Pulau Moro Pulau Morotai Morowali

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Apa arti Moro? Semua bisa membuat interpretasi. Yang jelas nama Moro begitu terkenal secara luas di zaman kuno, mulai dari selat Malaka hingga Pasufik di Selandia Baru. Nama tempat yang menggunakan nama moro tidak hanya di pulau Halmahera (Morotai) hingga di semenanjung timur Sulawesi di Morowali. Nama moro juga ada yang digunakan sebagai identifikasi nama suku (bangsa) seperti etnik Moro (di Filipina). Lantas apakah nama moro di wilayah Bombana di daratan semenanjung timur Sulawesi dan pulau Kabaena yang disebut etnik Moronene merujuk pada nama moro?

Nama Bombana pada masa ini dijadikan nama kabupaten di provinsi Sulawesi Tenggara ibu kota di Rumbia. Kabupaten Bomba dimekarkan tahun 2003 dari kabupaten Buton. Kabupaten Bombana terdiri dari 22 kecamatan, yaitu: Kabaena, Kabaena Timur, Kabaena Barat, Kabaena Utara, Kabaena Selatan, Kabaena Tengah, Poleang, Poleang Barat, Poleang Timur, Poleang Tenggara, Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tengah, Tontonunu, Rarowatu, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Mata Usu, Rumbia, Rumbia Tengah, Masaloka Raya dan Mata Oleo. Penduduk wilayah Bombana umumnya etnik Moronene, suatu penduduk yang dapat dikatakan penduduk asli. Beberapa peneliti tempo doeloe menyebut penduduk asli Sulawesi disebut Toala. Penduduk etnik Moronene berada di antara penduduk Tolaki di utara dan penduduk Muna di selatan.

Lantas bagaimana sejarah Bombana? Seperti disebut di atas nama Bombana adalah nama wilayah, sedangkan penduduknya disebut etnik Moronene. Wilayah penduduk etnik Moronene berada diantara etnik Tolaki dan etnik Muna. Lalu bagaimana sejarah Bombana dan penduduk Moronen? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Bombana: Kerajaan Buton Tempo Doeloe

Tunggu deskripsi lengkapnya

Nama Moronene: Antara Tolaki dan Muna

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar