Rabu, 08 September 2021

Sejarah Makassar (69): Pulau Menui, Timur Teluk Kendari; Mengapa Masuk Wilayah Morowali Provinsi Sulawesi Tengah?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Pulau Menui awalnya pulau kosong, hanya disinggahi oleh para nelayan tempo doeloe. Namun kini, pulau Menui dan pulau-pulau kecil lainnya sudah menjadi satu wilayah kecamatan (Menui Kepulauan). Lantas apa keutamaan pulau Menui pada waktu tempo doeloe? Nah, itu dia. Pulau-pulau terpencil pada masa ini, sesungguhnya di masa lampau sangat begitu penting dalam navigasi pelayaran. Pulau Menui salah satu pulau di laut Banda yang cukup dekat dengan wilayah teluk Kendari tetapi masuk wilayah Morowali. Mengapa bisa begitu? Itulah sebab pulau kecil itu harus dibagi dua provinsi (seperti halnya pulau Sebatik dibagi oleh dua negara).

Pulau Menui atau Pulau Manui adalah sebuah pulau yang terletak di lepas pantai timur pulau Sulawesi, di perairan Laut Banda. Pulau ini secara administratif terletak di kecamatan Menui Kepulauan, kabupaten Morowali, provinsi Sulawesi Tengah. Ibu kota kecamatan Menui Kepulauan berada di Ulunambo terletak di pulau Manui. Pulau Menui merupakan wilayah paling tenggara dari provinsi Sulawesi Tengah, terletak sekitar 160 km dari ibu kota kabupaten di Marsaoleh dan setidaknya 53 Km dari daratan utama Sulawesi Tenggara. Pulau Menui dapat dicapai menggunakan kapal feri dari Kendari. Untuk sekadar diketahui bahwa pulau Menui juga ada bagian dari wilayah provinsi Sulawesi Tenggara> Bahasa yang digunakan oleh penduduk Menui adalah bahasa Wawonii dialek Menui. Kekerabatan bahasa antara dua dialek ini adalah 86.5 persen (lihat Jofi Irfan, 2016).

Lantas bagaimana sejarah pulau Menui? Seperti disebut di atas pulau Menui berada di lepas pantai di Laut Banda di sebelah timur teluk Kendari (provinsi Sulawesi Tengah) tetapi masuk wilayah (kabupaten) Morowali (provinsi Sulawesi Tengah). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Menui, Doeloe Manoei: Persinggahan Nelayan

Tempo doeloe, pulau Manoei (kini Menui) tidak terlalu penting kecuali hanya sebagai persinggahan sementara para nelayan. Namun kini, pulau Menui justru sangat penting. Apa pasal? Pulau kecil di tengah lautan (Laut Banda) itu harus berbagai dua provinsi (Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara). Apa pentingnya pulau Menui?

Penentuan garis navigasi pelayaran sejak zaman kuno hingga kini ada rumusnya. Akan tetapi batas wilayah tidak ada rumusnya bahkan sejak zaman kuno. Hal itulah mengapa batas-batas wilayah sangat unik tidak ada yang persis sama di muka bumi. Beberapa diantara batas wilayah ada yang terkesan ekstrim. Negara Vatikan di dalam Kota Roma bukanlah unik. Itu ibarat negara Swiss di tengah benua Eropa. Hanya soal skala, Negara Bagian Alaska disela negara Kanada dari wilayah negara Amerika Serikat. Pulau Sebatik harus dibagi dua antara Indonesia (Hindia Belanda) dan Malaysia (Inggris). Sebagian wilayah Timor Lets disela oleh kabupaten Atambua. Hal serupa ini juga sebagia wilayah kabupaten Konawe disela oleh kabupaten Konawe Utara. Di kabupaten Pasaman Barat bahkan ada satu desa berada di kecamatan lain. Lantas bagaimana dengan wilayah di pulau Menui. Sangat ekstrim. Perhatikan peta. Uniknya batas wilayah di pulau Menui antara provinsi Sulawesi Tengah (kabupaten Morowali) dan provinsi Sulawesi Tenggara (kabupaten Konawe Utara) cukup membingungkan. Namun begitlah faktanya, batas-batas wilayah bersifat unik. Tidak ada rumusnya. Mengapa semua itu bisa terjadi? Semua bersifat historis.  

Dalam buku Zeemansgids voor den Oost-Indischen Archipel, 1916-1922 disebutkan hanya pulau Manoei yang berpenghuni di pulau-pulau lepas pantai semenanjung tenggara Sulawesi. Sedangkan pulau-pulau lainnya hanya kadang-kadang dikunjungi para nelayan untuk mencari tripang.

Pulau Manoei memasok beras, rotan dan berbagai jenis buah-buahan: ada juga banyak kerbau dan kambing. Kampoeng terletak di pantai utara, timur dan tenggara. Pulau ini dikelilingi oleh karang pantai yang sangat curam. Kampung Oelunamboe, yang terletak di pantai utara, merupakan bukaan selebar 200 m di pesisir terumbu karang. Berlabuh di dalam bukaan bantalan: Pulau-pulau yang lebih kecil di utara pulau Manoei adalah Padea Besar dan Padea Ketjil. Beberapa dari pulau-pulau lainnya hanyalah gundukan pasir yang tertutup semak belukar seperti Pangadjarang dan Kokoila. Pulau Padea Besar dan pulau Padea Ketjil adalah pulau yang rendah, sebagian bervegetasi. Semuanya dikelilingi oleh terumbu karang. Tidak ada pelabuhan di salah satu pulau tersebut.

Nama pulau Manoei sebelumnya adalah pulau Warroway dan kemudian disebut Waxway berdasarkan Peta 1841 (lihat Geologische en geographische doorkruisingen van Midden-Celebes, (1909-1910). Menurut kepala Bugis di kampong teluk Kendari, penduduk pulau Manoei sangat ditakuti oleh penduduk di teluk Kendari (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1902). Hal ini juga dapat dibandingkan dengan laporan NJ Vosmaer pada tahun 1831 yang mana yang berkuasa di wilayah teluk Kendari ini adalah orang Tobelo (dari Halmahera). Boleh jadi riwayat ini yang menyebabkan penduduk yang bermukim di sekitar teluk Kendari selalu berada di bawah bayang-bayang orang Ternate (Tobelo dan kemudian Manoei). Wilayah pulau Manoei (dan pulau Wowony) berada dalam wilayah yurisdiksi Kerajaan Ternate mengacu pada Stbl 1866 No.139 sebagai bagian dari lanskap Ternate (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië, 1908), Ada indikasi dari pemerintah pusat (di Batavia) sedang dinegosiasikan untuk memberi hak pelepasan wilayah yang kemudian dimasukkan ke wilayah Gouv. Celebes en Onderh.

Dalam perkembangannya terjadi perubahan batas-batas wilayah (lihat  Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1914). Disebutkan lanskap Laiwoeu yang dikenal sebagai onderafdeeeling Kendari bagian dari afdeeeling Afdeeling Oost Celebes yang mana pulau Wowoni masuk onderafdeeling Kendari. Sementara pulau Tobea dimasukkan ke onderafd. Moena. Sedangkan (pulau) Manoei dimasukkan ke onderafd. Boengkoe en Mori (Afdeeling Midden Celebes). Ini mengindikasikan bahwa Kesultanan Ternate telah melepaskan hak yurisdiksinya (Residentie Ternate) ke province Celebes en Onderh.

Lantas sejak kapan pulau Manoei dihuni oleh penduduk? Yang jelas pulau Manoei yang berada di lepas pantai Celebes di laut Banda adalah wilayah navigasi pelayaran orang-orang Ternate (Maluku) dalam hubungannya dengan perdagangan ke wilayah pulau Sulawesi. Oleh karena pulau Manoei juga terbilang subur, diduga pulau telah dihuni seiring dengan keberadaan navigasi pelayaran perdagangan (kerajaan) Ternate di wilayah Sulawesi (namun tidak diketahui secara pasti sejak kapan di masa lampau).

Sebagaimana diketahui pengaruh Kerajaan Ternate di pulau Sulawesi sudah eksis sejak zaman kuno. Pada tahun 1824 melepaskan hak yurisdiksinya di semenanjung utara Sulawesi sehubungan dengan pembentukan Reisdentie Manado. Sementara itu wilayah yurisdiksi Kerajaan Ternate tempo doeloe hingga mencapai Kaili (Donggala). Pasca Perang Gowa (1668), pemerintah VOC (di Batavia) melakukan negosiasi dengan Sultan Ternate untuk melepaskan hak yurisdiksinya di Kaili untuk dimasukkan ke cabang pemerintahan VOC di Makassar.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Perkembangan di Kepulauan Manui: Dekat Kendari Masuk Morowali

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar