Kamis, 21 Oktober 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (185): Mahakam, Blok Sumber Minyak di Kalimantan Timur; Kawasan Pantai, Muara Sungai Mahakam

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Berbicara soal pertambangan dan sumber minyak, sebenarnya berbicara tentang gambaran Indonesia pada zaman kuno. Mengapa? Sumber minyak adalah sumber bahan fosil yang terperangkap di dalam tanah apakah di sekitar daerah aliran sungai maupun daerah sekitar muara sungai. Seperti pada artikel-artikel sebelumnya, kawasan minyak Blok Mahakam mewakili ladang-ladang minyak di daerah aliran sungai Mahakam dan lepas pantai di depan muara sungai Mahakam. Produksi kawasan minyak Blok Mahakam terbilang sangat besar.

Dalam sejarah industri pertambangan (minyak) di Indonesia berawal dari era Pemerintah Hindia Belanda. Usaha-usaha eksplorasi dan eksploitasi Cepu (Blora), Langkat, Banjuasin dan Moeara Enim. Sejak pengakuan kedaulatan Indonesia, dengan semakin banyaknya ditemukan ladang-ladang minyak di berbagai daerah upaya eksplorasi dan eksploitasi banyak yang diserahkan kepada pihak termasuk di Blok Mahakam. Pada tanggal 1 Januari 2018 Blok Mahakam di Kalimantan Timur resmi di serahkan ke PT Pertamina (Persero) dari Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation. Ini menjadi penting karena Blok Mahakam selama 50 tahun dikuasai asing dan kemudian berada di tangan anak bangsa. Belum lama ini, seperti disebut pada artikel sebelumnya, Blok Rokan juga kemudian ditangani oleh anak bangsa.

Lantas bagaimana sejarah kawasan pertambangan minyak Blok Mahakam di provinsi Kalimantan Timur? Seperti disebut di atas, Blok Mahakam berada di daerah aliran sungai Mahakam (termasuk di wilayah muara dan lepas pantai). Satu yang penting dalam sejarah industri menyak di Indonesia, Blok Mahakam sejak 2018 sudah ditangani oleh anak bangsa. Satu hal penting lainnya adalah Blok Mahakam sebagai sumber minyak dapat dihubungkan dengan sejarah zaman kuno di pantai timur Kalimantan. Lalu bagaimana sejarah ladang-ladang minyak Blok Mahakam? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Mahakam dan Minyak di Pantai Timur Kalimantan: Kawasan Pantai di Muara Sungai Mahakam

Ladang-ladang minyak di Sumatra Selatan umumnya berada di pedalaman, jauh dari laut. Sebaliknya ladang-ladang minyak di Kalimantan Timur umumnya berada di sekitar pantai (Onshore dan Offshore). Mengapa bisa berbeda begitu? Hal ini tentu saja karena berbeda sejarah pembentukan minyaknya. Sebagaimana diketahui minyak terbentuk sebagai bahan fosil, suatu proses perubahan alamiah dalam jangka panjang bahan-bahan fosil terutama sampah tumbuhan  dalam skala besar. Peta ladang minyak di Kalimantan Timur sekitar muara sungai Mahakam menggambarkan garis pantai hanya bergeser sedikit ke arah timur.

Meski tampak sebaran ladang-ladang minyak di Sumatra Selatan dan di Kalimantan Timur berbeda, tetapi secara geografis posisi ladang-ladang minyak tersebut berada di posisi GPS muara sungai di masa lampau. Seperti dideskripsikan pada artikel sebelumnya, posisi muara sungai-sungai di Sumatra Selatan telah bergeser secara betahap dalam jangka panjang dari wilayah pegunungan di barat ke arah timur (yang membentuk pantai timur Sumatra). Ladang-ladang minyak di Kalimantan Timur berada di sekitar muara sungai Mahakan (lihat peta). Seperti tampak pada peta, garis pantai Kalimantan Timur di sekitar muara sungai Mahakam hanya bergeser sedikit dari barat ke arah timur, sesuatu yang sangat berbeda dengan garis pantai timur Sumatra di wilayah Sumatra Selatan. Peta ladang minyak blok Mahakam (internet).

Kawasan daerah muara sungai di Kalimantan Timur yang tampak hanya berada di garis pantai yang sekarang, mengindikasikan bahwa tidak terjadi pergeseran garis pantai seperti halnnya di wilayah Sumatra Selatan.

Mengapa garis pantai tidak bergeser secara drastis di Kalimantan Timur (relatif terhadap Sumatra Selatan) karena wilayah pantai Kalimantan Timur yang sekarang sangat dekat perbukitan di pantai, sedangkan di depan muara sungai terdapat laut yang lebih dalam, yang menyebabkan pendangkalan hanya sekitar pantai. Hal ini berbeda dengan di pantai timur Sumatra yang cenderung lebih dangkal. Arus laut yang lebih kuat di pantai Kalimantan Timur yang tidak ada halangan (seperti pulau yang menghalangi arus dalam air laut) menyebabkan proses pengendapan tergerus ke laut yang lebih dalam. Sementara di pantai timur Sumatra di Sumatra Selatan menyebabkan terjadi proses sedimentasi berkelanjutan dari barat ke timur. Sebagai akibat perbedaan waktu dalam proses sedimentasi ini menjadi faktor penentu terbentuk batubara dan minyak/gas di pedalaman dan kawasan di belakang pantai terbentuk lahan gambut. Apa yang terjadi di pantai timur Kalaimantan dapat juga diperbandingkan dengan pantai selatan dan pantai barat Kalimantan yang cenderung di kawasan belakang pantai terbentuk gambut. Namun tidak ada kawasan gambut di pantai timur Kalimantan (hanya ada batubara yang begitu dekat ke garis pantai).

Untuk lebih memahami pola pembentukan ladang-ladang minyak dapat diperbandingkan dengan peta (sebaran) lahan-lahan batubara dan gambut. Hal ini karena batu bara dan gambut juga terbentuk umumnya dari sampah-sampah vegetasi (batang dan daun tumbuhan) zaman kuno. Gambut usianya lebih muda.

Sampah-sampah vegetasi zaman kunu terbawa arus air dari pedalaman ke muara-muara sungai. Sampah-sampah itu muncul sebagai akibat aktivitas vulkanik atau kegiatan manusia dalam pembakaran hutan untuk menyiapkan ladang pertanian. Di sekitar muara sungai, sampah-sampah tersebut yang tercampur lumpur akan menumpuk di bawah dasar laut yang umumnya berada di kawasan tangakapan air. Proses sedimntasi dalam jangka panjang terbentuk lapisan tanah di dasar laut yang jika melampau permukaan laut akan membentuk daratan yang akan ditumbuhi oleh vegatasi baru. Hal itulah mengapa di sekitar muara sungai Mahakam, daratan terbentuk lebih dekat ke daratan karena lebih dangkal jika dibandingkan dengan perairan yang lebih jauh ke laut dalam. Perbedaan kedalaman dalam proses sedimentasi itu menyebabkan terbentuknya daratan (pada laut dangkal).

Satu hal lain lagi yang menarik tentang daerah aliran sungai Mahakam, seperti sudah disinggung di atas adalah soal tidak ada gambut tetapi batubara yang begitu dekat ke garis pantai (yang berbeda dengan di Sumatra Selatan), ini mengindikasikan bahwa perluasan daratan di pulau Kalimantan sejak zaman kuno sangat masif di pantai selatan dan pantai barat Kalimantan. Dengan kata lain wilayah pantai utara dan pantai timur Kalimatan relatif tidak berubah secara signifikan sejak zaman kuno. Argumentasi ini menjadi tambahan bukti bahwa peta kuno Ptolomeus berjudul (peta) Taprobana menurut kesimpulan saya semakin kuat peta itu adalah peta Kalimantan (bagian utara).

Satu artikel saya dalam blog ini, menyimpulkan bahwa peta Taprobana yang belum dapat dipastikan letaknya, tidak berada di Sri Lanka dan Sumatra tetapi di Kalimantan. Pada artikel itu disebutkan bahwa pulau Kalimantan dari bentuk aslinya (peta Taprobana) telah meluas ke arah selatan dan ke arah barat. Hal itu terjadi karena proses sedimentasi jangka panjang, akibat aktivitas manusia di wilayah hulu (di Kalimantan bagian utara).  

Sudah barang tentu, peta Kalimantan tidak hanya soal peta gambut, batubara dan minyak/gas yang dikaitkan dengan perubahan peta geografi/topografi Kalimantan, tetapi juga. last but not least, dapat dihubungkan dengan bukti keberadaan kerajaan kuno di zaman doeloe di pantai timur Kalimantan (lihat prasasti Muara Kaman abad ke-3).

Dalam catatan geografi Ptolomesus (150 M) tidak hanya memetakan dengan baik pulau Taprobana (kini disimpulkan peta di Kalimantan), Ptolomeus juga mengidentifikasi dua nama tempat (yang berada di atas khatulistiwa) yakni Katigara dan Sumatra. Ptolomeus menyebut bahwa sentra produksi kamper berada di Sumatra bagian utara. Katigara ini oleh para peneliti pada era Hindia Belanda disimpulkan berada di (kota) Kamboja yang sekarang.

Oleh karena wilayah pantai timur Kalimantan tidak berubah hingga sekarang, maka keberadaan kerajaan kuno di daerah aliran sungai Mahakam memperkuat bukti bahwa kerajaan kuno sudah eksis di zaman kuno di wilayah hulu.  Wilayah kerajaan kuno yang berada di arah hulu inilah yang diduga menjadi penyebab sampah-sampah tumbuhan terbawa arus air sungai mahakam ke arah hulir (di sekitar muara sungai Mahakam). Dengan kata lain sampah-sampah itu muncul akibat kegiatan manusia (pembakaran hutan untuk pertanian) daripada aktivitas vulkanik.

Bagaimana dengan di pantai selatan dan pantai barat Kalimantan? Bukti sejarah kuno di pantai selatan Kalimantan adalah kerajaan Nagara di daerah aliran sungai Barito di sekitar Kandangan yang sekarang. Wilayah ini dapat dikatakan wilayah delta, suatu daratan yang terbentuk baru dari proses sedimentasi jangka panjang. Para ahli menyimpulkan wilayah Nagara tersebut dimana kini ditemukan situs candi diduga pada era Majapahit (sekitar abad ke-14). Hal yang sama juga dengan penemuan candi di wilayah pantai barat Kalimantan (vandi Baru) yang berada lebih dekat ke laut dan muncul sekitar berakhirnya kerajaan Sriwijaya. Peta tambang emas di Kalimantan (internet)

Keberaadaan kerajaan(-kerajaan) zaman kuno di (pedalaman) Kalimantan tentu saja bukan muncul karena batubara dan minyak/gas tetapi karena sumber-sumber emas. Peta sumber emas di (pulau) Kalimantan berada di sepanjang ‘sabuk’ emas Kaliamnatan dari ujung barat laut melalui bagian tengah pulau Kalimantan hingga ke ujung timur laut (wilayah Sabah). Jika memang benar posisi kerajaan kuno tepat berada di daerah hulu aliran sungai Mahakam di Muara Kaman, maka kerajaan ini tumbuh dan berkembang karena emas dan menjadi pusat perdagangan emas di (pulau) Kalimantan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Blok Mahakam: Kini Dikelola Anak Bangsa

Pada tahun 1895 inisiatif pertambangan minyak di (pulau) Kalimantan, yang pertama dimulai di wilayah Kalimantan Timur. Keterangan ini diperoleh dari pesuhaan tambang batubara yang terdapat di Kalimantan Timur memberikan hak eksplorasi bagi perusahaan minyak di Soerabaja (Jawa) atas persetujuan Soeltan Koetai. Perusahaan minyak tersebut adalah Dordtsche Petroleum-maatschappjj (lihat Soerabaijasch handelsblad, 06-01-1896). Perusahaan minyak yang dipimpin oleh JA Stoop ini belum lama telah berhasil memproduksi minyak di wilayah Tjepoe (Blora).

Teka-teki kekayaan pedalaman pulau Kalimantan mulai terbuka. Ini sehubungan dengan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Banjarmasin mengirm satu ekspedisi ke pedalaman Kalimantan yang dipimpin oleh Majoor Gerg Muller dari Pontionak melalui sungai Kapuas hingga menemukan jalan melalui hulu sungai Mahakam. Namun Gerg Muller terbunuh dalam sisa perjalanannya di sekitar Koetai (lihat Bataviasche courant, 08-11-1826). Sejak kejadian itu sempat dilupakan wilayah daerah aliran sungai Mahakam, hingga seorang ahli geologi Dr. CM Schwaner dikirim melakukan ekspedisi yang laporannya diterbitkan pada tahun 1843. Boleh jadi laporan ini telah mengundang minat pedagang Inggris Jhon Dalton dari arah Borneo utara melakukan perdagangan di wilayah Koetai. Tidak lama kemudian Pemerintah Hindia Belanda mulai membuka cabang pemerintahan di wilayah Kalimantan Timur sebagai pemekaran dari Kalimantan Selatan pada tahun 1850 dimana Residen Jacobus Gerhardus Arnoldus Gallois menandatangi kontrak dengan Raja Koetai di Tenggarong. Saat Gallios di Koetao menemukan informasi wilayah hilir sungai Mahakam dihuni oleh orang-orang Boegis yang dipimpin oleh Daeng Matola dan (masih) terdapat tiga pedagang Inggris yakni King, Morgan dan Joseph Carter. Pembentukan cabang pemerintahan ini tidak  udah dilakukan di Koetai dan baru tahun 1860 adanya penempatan asisten residen di Samarinda tahun 1858  HG Dahmen. Setahun kemudian terjadi pergolakan di Bandjarmasin yang dipimpin oleh Pangeran Antasari. Dalam Perang Banjar ini pengikut Antasari melarikan diri ke hulu sungai Barito hingga Moera Teww. Untuk menghadang itu di pedalaman dilakukan ekspedisi militer ke pedalaman melalui sungai Mahakam yang dipandi oleh asisten residen Dahmen. Dalam lalu lintas pelayaran militer Pemerintah Hindia Belanda di daerah aliran sungai Mahakam dapat memuat batubara untuk bahan bakar yang kebetulan lokasinya tidak jauh di sisi barat suangai Mahakam dekat kota Samarinda. Kapal-kapal uap angkatan laut Hindia Belanda tidak kekurangan bahan bakar dan tidak perlu mendatangkan dari jauh. Dari situasi dan kondisi inilah diketahui keberadaan batubara di daerah aliran sungai Mahakam. Selama ini kebutuhan batubara Pemerintah Hindia Belanda tergantung pada impor dari pedagang-pedagang Inggris. Kapan ditemukan sumber minyak di Kalimantan Timur tidak diketahui secara pasti. Yang jelas sejak kehadiran Carl A. Bock di Koetai seorang ahli zoologi dan botani pada tahun 1879 tidak ada hal yang penting dalam pengembangan wilayah di daerah aliran sungai Mahakam selain sumber batubara.dimana perusahaan pertama yang membuka usaha di Kalimantan Timur adalah Steenkolen Mij Oost Borneo yang kemudian diketahui menemukan sumber mianyak dan memberikan hak eksplorasi kepada perusahaan JA Stoop tahun 1895.

Tampaknya perusahaan batubara Oost Boeneo telah melepaskan hak lahan kepada perusahaan penambang minyak. Perusahaan Oost Borneo yang menjadi bidangnya hanya fokus pada batubara. Perusahaan minyak yang baru orang Inggris sudah mulai merencanakan eksploitasi setelah penyelidikan beberapa waktu sebelumnya dilakukan (lihat Algemeen Handelsblad, 05-05-1897). Perusahaan tambang minyak ini dengan modal awal f12 Juta. Disebutkan bahwa dalam penyelidikan sebelumnya yang dilakukan insinyur Menten telah melakukan beberapa titik pengeboran.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar