Rabu, 27 Oktober 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (196): Pantai Selatan Jawa dan Potensi Minyak Bumi; Bagaimana Potensi di Laut Selatan Jawa?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sejarah pantai selatan Jawa kurang dikenal sejak zaman kuno. Hal itu karena lalu lintas navigasi pelayaran perdagangan lebih intens di pantai utara Jawa. Boleh jadi karena pantai selatan Jawa yang pantainya banyak yang terjal, juga soal ombak yang besar dari lautan India sangat mengancam keselamanan navigasi pelayaran perdagangan zaman kuno. Sejak kehadiran orang Eropa (Portugis yang kemudian disusul Belanda) wilayah selatan pulau Jawa kerap dikunjungi. Meski demikian, aktivitas penduduk sejak zaman kuno sudah intens tetapi arus perdaganganya justru melalui darat ke pantai utara Jawa.

Pada zaman dahulu kala, pantai utara Jawa dan pantai selatan Jawa diduga sama pentingnya. Ini dapat diperhatikan dengan penemuan situs Gunung Padang di di wilayah Tjiandjoer. Saat itu sungai Tjimandiri yang mengalir ke barat data di Pelabuhan Ratu yang sekarang cukup penting. Situs-situ kuno juga ditemukan di selatan Soekaboemi. Kerajaan-kerajaan yang terbentuk di Jawa bagian tengah dan Jawa bagian timur di sisi pantai selatan seperti Mataram Kuno (Era Hidnoe-Boedha) diduga kuat perluasan (pergeseran) dari kerajaan-kerajaan dari pantai utara. Pada era Hindoe-Boedha dari Jawa bagian tengah meluas hingga ke barat (Tjiamis) dan ke timur (Blambangan).

Lantas bagaimana sejarah pantai selatan Jawa? Seperti disebut di atas, meski pantai selatan Jawa kurang dikenal, tetapi aktivitas penduduk di pedalaman memberi dampak di pantai-pantai selatan Jawa. Salah satu dampak tersebut adalah ditemukannya potensi ladang-ladang minyak di pantai selatan Jawa. Minyak yang terbentuk dari bahan fosil seperti sampah tumbuhan diduga karena aktivitas manusia di pedalaman melalui sungai-sungai besar yang mengalir ke pantai selatan Jawa seperti sungai Serayu. Lalu bagaimana dengan sejarah kilang minyak Cilacap? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pantai Selatan Jawa dan Potensi Ladang Minyak Bumi

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Kilang Minyak Cilacap

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar