Jumat, 29 Oktober 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (201): Teluk Jakarta, Bagaimana Bisa Memiliki Potensi Minyak? Cisadane, Ciliwung dan Cilengsi

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Teluk Jakarta adalah teluk masa kini. Teluk Jakarta tempo doeloe bahkan jauh lebih luas dari yang sekarang. Teluk Jakarta zaman kuno bahkan jauh lebih ke dalam (namun kini telah menjadi daratan). Di teluk Jakarta zaman kuno ini bermuara sungai-sungai besar: sungai Cisadane, sungai Ciliwung, sungai Cilengsi dan sungai Citarum. Pada masa kini ladang-ladang minyak lepas pantai yang telah diusahakan terdapat di sekitar teluk Jakarta (yang masuk wiilayah kabupaten Bekasi, kabupaten Karawang, kabupaten, Subang dan kabupaten Indramayu).

Teluk Jakarta adalah sebuah teluk di perairan laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta. Di teluk ini, bermuara 13 sungai yang membelah kota Jakarta. Teluk Jakarta yang luasnya sekitar 514 km2 ini merupakan wilayah perairan dangkal dengan kedalaman rata-rata mencapai 15 meter. Kepulauan Seribu yang terdiri atas 108 pulau adalah gugusan kepulauan yang berada di Teluk Jakarta (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah teluk Jakarta? Seperti disebut di atas, teluk Jakarta pada masa kini jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan teluk Jakarta tempo doeloe (zaman kuna). Pada masa kini di lepas pantai wilayah kabupaten Bekasi, kabupaten Karawang, kabupaten, Subang dan kabupaten Indramayu ditemukan minyak. Lalu, apaka di teluk Jakarta Zaman kuno terdapat potensi minyak? Yang jelas disebutkan pada masa kini terdapat potensi minyak di daratan Jakarta di Pondok Gede, Taman Mini, Ciputat, Cinere, Tanah Abang, Monas serta Bumi Serpong Damai (BSD). Bagaimana bisa?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Teluk Jakarta: Bagaimana Bisa Memiliki Potensi Minyak?

Pada dasarnya tidak di semua tempat terdapat sumur/ladang minyak. Hanya di tempat tertentu dan ladang-ladangnya saling berdekatan. Sebagaimana diketahui, minyak/gas adalah zat yang terbentuk bahan fosil seperti sampah tumbuhan atau hewan. Sampah-sampah tumbuhan/hewan yang mengendap di bawah permukaan air yang tertimbun oleh endapan lumpur yang dalam jangkan panjang terjadi proses sedimentasi ke arah atas (terbentuk daratan) dan pelapukan sampah yang terjadi di bawah tanah menjadi bahan fosil yang kemudian menjadi minyak/gas. Hal itulah mengapa tidak ditemukan minyak/gas di daerah ketinggian seperti di pegunungan.

Satu faktor penting yang menyebabkan sampah tumbuhan (umumnya dari pedalaman/pegunungan) terbawa adalah arus air, apakah arus air sungai atau arus air laut termasuk tsunami. Oleh karena itu ditemukannya sumur/ladang minyak pada tempat tertentu akan memiliki kaitan dengan sungai-sungai besar. Di daerah pesisir pantai tidak jauh dari muara-muara sungai pada tempo doeloe akan terbentuk daerah tangkapan air dimana awalnya sampah-sampah dan lumpur yang terbawa dari pedalaman/pegunungan menemukan tempat untuk mengendap. Endapan di dasar laut juga bisa bergeser ke tempat yang jauh karena pengaruh arus air laut.   

Pada tahun-tahun terakhir ini disebutkan bahwa ditemukan potensi minyak seperti di  Pondok Gede dan di Serpong, yang jauh dari pantai. Bagaimana  menjelaskan ini seperti disebut di atas, haruslah dihubungkan dengan dua hal yakni massa padat (sampah tumbuhan) dan arus air (sungai.laut). Lantas apakah tempo doeloe (zaman kuno) seperti di wilayah Pondok Gede dan wilayah Serpong adalah kawasan perairan (laut)? Ketinggian (dpl) wilayah Pondok Gede dan wilayah Serpong adalah sekitar 20 meter, suatu ketinggian daratan yang rendah relatif terhadap permukaan laut. Jika benar-benar ditemukan potensi minyak di Pondok Gede dan di Serpong besar dugaan kawasan itu tempo doeloe adalah perairan/laut.

Ketinggian wilayah Depok dan wilayah Parung berada pada ketinggian di atas 50 m (dpl). Besar dugaan pada zaman kuno antara Pondok Gede dengan Depok dan antara Serpong dengan Parung adalah batas daratan dan perairan (laut). Pada sekitar wilayah-wilayah tersebut terdapat sungai besar yakni sungai Ciliwung, sungai Cilengsi (ke hilir disebut sungai Bekasi), sungai Cisadane dan sungai Pesangrahan. Sungai-sungai besar inilah yang diduga sebagai faktor penting pembawa massa padat dari pedalaman/pegunungan apakah sampah yang timbul karena aktivitas manusia (perladangan) atau aktivitas gunung api (vulkanik).

Adanya potensi minyak/gas di dalam tanah, dapat diduga di atasnya tempo doeloe adalah suatu kawasan peraiaran/laut. Dugaan adanya minyak di Serpong dan Pondok Gede tidak berdiri sendiri. Hal ini karena di wilayah Tambunm Subang dan Indtramayu juga ditemuan potensi minyak din daratan. Lantas apakah di teluk Jakarta terdapat potensi minyak? Hingga sejauh ini, ladang minyak di teluk Jakarta hanya ditemukan berada di sekitar pulau Sabira.

Pulau Sabira di teluk Jakarta sangat jauh dari daratan di pesisir pantai utara Jakarta. Pulau Sabira dapat dikatakan cenderung lebih dekat pesisir pantai timur Lampung (Timur). Jika faktornya hanya dilihat dari sisi keberadaan sungai, ladang-ladang minyak di pulau Sabira diduga kuat dipengaruhi oleh sungai0sungai yang bermuara di pantai timur Lampumg. Ini sangat beralasan karena di wilayah daratan (kabupaten) Lampung Timur ditemukan potensi minyak.

Jika potensi minyak di teluk Jakarta di pulau Sabira karena faktor sungai-sungai di Lampung Timur, lalu apakah ada potensi minyak di teluk Jakarta yang lebih dekat ke persisir utara Jakarta? Tentu saja kemungkinannya ada, Sebab potensi minyak di lepas pantai di utara Karawang dan Subang ditemukan ladang minyak (offshore). Namun bisa saja tidak ada karena posisi geografi perairan dekat di teluk Jakarta berbeda dengan dengan perairan dimana terdapat ladang minyak ditemukan di lepas pantai Karawang dan Subang. Boleh jadi sumber minyak di Jakarta hanya ditemukan di daratan (jauh di belakang pantai) di Serpong dan Pondik Gede atau di sekitar Monas/Tanah Abang. Dalam hal ini menjadi sangat tidak mungkin ditemukan potensi minyak di Depok dan Paroeng.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sungai Ciliwung, Cisadane dan Cilengsi: Aktivitas Manusia dan Aktivitas Gunung Berapi Zaman Kuno

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar