Selasa, 16 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (237): Pahlawan Nasional Dokter Wahidin Soediro Hoesodo; Pahlawan Indonesia Guru Dja Endar Moeda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa pahlawan Indonesia Wahidin Sudirohusodo? Tentu saja sudah dikenal luas sebagai Pahlawan Nasional dari era generasi awal kebangkitan bangsa. Dr Wahidin Sudirohusodo sejaman dengan guru terkenal di pantai barat Sumatra Dja Endar Moeda. Bagaimana kedua tokoh kebangkitan bangsa ini mengambil inisiatif dalam gerakan kebangkitan bangsa Indonesia pada era Hindia Belanda? Kurang terinformasikan sepenuhnya.

 

Dr. Wahidin Soedirohoesodo (7 Januari 1852 – 26 Mei 1917) adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia. Namanya selalu dikaitkan dengan Budi Utomo karena walaupun ia bukan pendiri organisasi kebangkitan nasional itu, dialah penggagas berdirinya organisasi yang didirikan para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Srovia) Batavia. Dja Endar Moeda adalah perintis pers berbahasa Melayu kelahiran Padang Sidempuan, 1861. Dididik sebagai guru di sekolah pengajaran guru di Padang Sidempuan, kariernya di dunia pers dimulai sebagai redaktur untuk jurnal bulanan Soeloeh Pengadjar pada 1887 (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Dr. Wahidin Soedirohoesodo? Seperti disebut di atas, Dr. Wahidin Soedirohoesodo adalah penggagas organisasi kebangsaan Boedi Oetomo di Batavia (1908). Lalu bagaimana sejarah guru Dja Endar Moeda? Pendiri organisasi kebangsaan pertama di Padang pada tahun 1900. Bagaimana bsia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tokoh Kebangkitan Bangsa Generasi Pertama: Dr Wahidin Sudirohusodo dan Guru Dja Endar Moeda

Wahidin Sudirohusodo adalah lulusan Docter Djawa School di Batavia. Kapan diterima dan kapan lulus di sekolah kedokteran satu-satunya di Hindia Belanda tersebut tidak diketahui secara pasti. Yang jelas nama dokter Wahidin Sudirohusodo kali pertama diberitakan tahun 1889 senagai dokter pribumi di Djogjakarta (Soerabaijasch handelsblad, 18-04-1889). Di Djogjakarta sendiri sudah sejal lama diketahui nama Dr I Groneman sebagai dokter pribadi kesultanan (awalnya di Lembang bersama Ir Jung Huhn). Mereka berdua sudah lama menangani penyakit kolera.

Sementara itu di pantai barat Sumatra, Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda seorang guru berdedikasi, lulusan sekolah guru Kweekschool Padang Sidmepoean (1879-1884) setelah menjadi guru di berbagai tempat, pensiun menjadi guru di Singkil lalu berangkat naik haji ke Mekkah. Sepulang dari Mekkah menetap di kota Padang (ibu kota province Sumatra’s Westkust) dan mendirikan sekolah swasta tahun 1895. Sekolah ini didirikan dalam upaya memenuhi kebutuhan penduduk yang mana hanya sebagian yang tertampung di sekolah pemerintah. Pada tahun 1897 ketika Dja Endar Moeda menawarkan novel terbarunya kepada penerbit surat kabar Pertja Barat, novelnya dianggap layak terbit dan juga ditawari untuk menjadi editor surat kabar tersebut. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda diketahui sudah mengakuisisi surat kabar Pertja Barat beserta percetakannnya. Masaih pada tahun yang sama Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar baru Tapian Na Oleh. Dengan portofolia yang tinggi, Dja Endar Meoda menginisiasi pembentukan organisasi kebangsaan dengan nama Medan Perdamaian yang mana dirinya diangkat sebagai ketua. Untuk mendukung program organisasi kebangsaan pribumi (yang pertama ini) diterbitkan majalah khusus pembangunan yang diberi nama Insulinde. Pada tahun 1902 organisasi kebangsaan Medan Perdamaian ini membantu peningkatan pendidikan di Semarang sebesar f14.00.

Dr Wahidin Sudirohusodo di wilayah Djogjakarta pada tahun 1901 masih terus menangani masalah kolera yang belum berkesudahan (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 07-12-1901). Nama Dr Wahidin Sudirohusodo baru diberitakan kembali pada bulan September menjelang Kongres Boedi Oetomo di Djogjakarta pada awal bulan Oktober 1908 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-09-1908).

Pembentukan organisasi kebangsaan Boedi Oetomo tanggal 20 Mei 1908 baru diketahui pada bulan Juli (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-07-1908). Penjelasan yang lebih rinci dapat dibaca surat sekretaris Boedia Oetomo Soewarno yang dimuat pada surat kabar yang terbit di Semarang (lihat De locomotief, 24-07-1908). Disebutkan antara lain:…berapa banyak yang sudah mencoba membuat perkumpulan, perkumpulan dengan tujuan untuk memajukan perkembangan orang Jawa, orang-orang yang cerdas, penuh inisiatif, penuh energi, orang-orang seperti Soediro Husodho, yang telah melakukan perjalanan setengah (pulau) Jawa, telah memohon tujuan suci di hampir setiap priyayi,…sayangnya, semua orang itu merasa sangat kecewa tanpa ada harapan. Kini, apakah kami ragu-ragu untuk mengulangnya? . Kami pikir sebaiknya tidak menyebarkan ide-ide kami kepada orang tua, tetapi untuk mengarahkan langkah kami ke arah yang lebih muda, orang-orang yang hidup di bawah urgensi keadaan yang sama seperti kami. berpikiran sama, di antara kawan-kawan kami di sekolah pertanian dan kedokteran hewan di Buitenzorg, di sekolah-sekolah kepala di Bandoeng, Magelang dan Probolinggo, di sekolah guru di Bandung, Djokja dan Probolinggo, dan PPKn di Surjbayn, yang diharapkan dapat lebih memahami kami… Memang benar bahwa perkumpulan kami Boedi-Utomo melihat cahaya hari pada tanggal 20 Mei 1908 dan keanggotaannya sekarang sekitar. 650 orang…. Bagaimana kita harus mencapai tujuan kita akan ditentukan lebih rinci oleh Badan Pusat yang akan dibentuk pada bulan Poeasa berikutnya di Djokja. Sampai sidang umum disana kami menuntut bahwa setiap asosiasi, mengejar tujuan yang sama, dikirim dari antara delegasinya. Anggaran dasar asosiasi juga belum diadopsi….Dalam beberapa hari terakhir beberapa surat kabar mencurahkan artikel-artikel menarik untuk upaya sungguh-sungguh dari beberapa Jawa tiga Raden Adjeng Japara, bupati Demak. Temanggoeng, Karanganjar, Koetoardjo dll, yang usaha-usaha pers kita lihat untungnya diapresiasi hampir secara universal. Dengan gembira kami mengetahui hal ini; untuk saat ini kesulitan besar untuk tidak dipahami oleh para pemimpin rakyat yang ditunjuk dihilangkan dan kita dapat melepaskan sikap spekulatif kita. Para pemimpin itu sekarang tampaknya memiliki gagasan yang sama seperti kita; mereka ingin menempuh jalan yang sama seperti yang kita lakukan…kami segera memberitahukan kepada ketiga adjeng dewan Japara tentang keberadaan dan tujuan perkumpulan kami Budi Utomo, dengan permintaan untuk mendirikan suatu perkumpulan lokal, dan juga menyatakan keinginan kami bahwa kami dengan senang hati akan bergabung dengannya… Kami berharap kerjasama ini akan menghasilkan organisasi yang kuat. Benar saja, dorongan ini seharusnya tidak datang dari kita anak-anak muda; namun, kami tidak menuduh siapa pun telah gagal dalam tugasnya. Ternyata waktu untuk beraksi belum tiba, hari kehidupan baru bagi orang Jawa mungkin baru menyingsing, tetapi masa kebodohan pasti sudah berakhir.

Dari keterangan sekretaris Soewarno ini banyak yang diketahui tentang latar belakang pembentukan Boedi Oetomo di Batavia, sudah sejauh apa yang dilakukan dan apa yang akan diagendakan segera (untuk mencapai masa depan). Tampaknya gerakan Boedi Oetomo yang dimotori oleh Soetomo, Soewarno dkk ini yang didukung di delam tempat dimana mahasiswa kuliah telah memicu golongan senior untuk melihat perspektif baru tidak hanya membentuk organisasi yang akan bersinergi dengan Boedi Oetomo. Salah satu pembentukan organisasi senior ini berada di Djogjakarta yang besar kemungkinan diinisiasi oleh Dr MB Wahudin Soediro Hoesodo (Lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-09-1908).

Bataviaasch nieuwsblad, 01-09-1908: ‘De Javanenbond.—Dari Djokja kabar baik telah diterima bahwa divisi terorganisir pertama dari Algeeenen Javaanschen Bond telah dibentuk disana. Pimpinan Departemen terdiri dari MB Soediro Hoesodo, Presiden, RM Pandji Broto Atmodjo, Wakil Presiden, HK Yang Mulia Pangeran Hario Notodirodjo, Bendahara Pertama, M. Ng. Soemo di Sastro, Bendahara, M.Ng. D. Widjo Bisnojo, Sekretaris Pertama, R. Ng. Sosro Soegondo. Sangat menyenangkan melihat bersatu dalam pemerintahan ini seorang pria seperti Pangeran Notodirodjo, wakil bangsawan tertinggi Jawa, dan putra-putra sejati rakyat seperti presiden, bendahara dan sekretaris pertama. Dipahami bahwa pengurus divisi ini bukanlah pengurus organisasi Boedi Oetomo di Djokja, melainkan pengurus divisi pertama Algemeenen Javaanschen Bond. Bukan tidak mungkin sebagian pengurus ini akan diangkat menjadi pengurus pusat yang akan dibentuk dalam kongres nasional, sehingga jabatan mereka di dewan departemen harus terisi. Pengurus di Djokja telah menunjuk Pangeran Hario Notodirodjo, Raden Toemenggoeng Poerbokoesoemo dan RM Toemenggoeng Djajeng Irawan sebagai anggota kehormatan’. Dalam berita ini juga terdapat bverita bahwa dari Djokja juga mendapat pesan bahwa sekolah guru (kweekschool) disana akan disediakan sebagai akomodasi menginap bagi anggota Asosiasi Boedi Oetomo yang datang dari luar untuk menghadiri kongres selama liburan poeasa. Jadi mereka tidak perlu khawatir tentang akomodasi bermalam’.

Dari berita ini De Javanenbond adalah satu hal, sedangkan Boedi Oetomo yang terbentuk yang juga telah memiliki cabang termasuk di Djokjakarta yang akan melakukan kongres pada bulan puasa adalah hal lain lagi. Boedi Oetomo umumnya adalaj junior, sedangkan organisasi yang dibentuk baru di Djogjakarta (De Javanenbond) adalah golongan senior. Lantas apakah golonga junior (Boedi Oetomo) akan merangkul senior di Djogja atau sebeliknay golongan senior di Djogja ini akan bergabung dengan Boedi Oetomo? Ini akan dapat dilihat pada Kongres Boedi Oetomo di Djokjakarta yang akan diadakan tanggal 4,5 dan 6 Oktober 1908.

Pada saat di Padang, organisasi kebangsaan pertama Medan Perdamaian yang diinisiasi Dja Endar Moeda dan didirikan tahun 1900 masih eksis. Di cabang Fort de Kock sendiri anggotanya sekitar 700 orang. Cabang Medan Perdamaian juga ternmasuk di Sibolga, Bengkoelen dan Palembang. Pada saat ini di Belanda, Soetan Casajangan memahami kegalauan para golongan muda Boedi Oetomo ini, di satu sisi mereka ingin golongan senior terlibat dalam gerakan mereka, tetapi di sisi lain mereka juga khawatir Boedi Oetomo akan diokupasi oleh golongan senior yang akibatnya golongan junior hanya bagian proporsi kecil dari golongan senior. Dengan kata lain misi Boedi Oetomo untuk tujuan nasional hanya akan dibatasi di Jawa saja. Soetan Casajangan tampaknya bersiap-siap dengan visinya sendiri, visi yang sejatinya dengan visi golongan muda Boedi Oetomo yang menginisiasi pembentuk Boedi Oetomo di Batavia pada bulan Mei. Pada tanggal 25 Oktober di Belanda, Soetan Casajangan mengundang semua mahasiswa Indonesia untuk berkumpul di rumahnya di Leiden. Hasilnya dibentuk organisasi mahasiswa Indonesia yang diberi nama Indische Vereeniging yang mana Soetan Casajangan diangkat sebagai presiden dan sekretaris Raden Sioemitro. Medan Perdamaian dan Indische Vereeniging di Belanda sama-sama dengan visi nasional (semua penduduk Indonesia). Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda dan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan sama-sama alumni sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean. Dja Endar Moeda lulus 1884 dan Soetan Casajangan lulus 1889 yang mana keduanya sama-sama lahir di Padang Sidempoean.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pahlawan Nasional Dr Wahidin Sudirohusodo

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar