Minggu, 21 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (247): Pahlawan Nasional Ir Djuanda Kartawijaya (Jateng); Lahir di Tasikmalaya Meninggal di Jakarta

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pahlawan Indonesia Prof. Lafran Pane lahir di Padang Sidempuan, meninggal di Yogyakarta. Sebagai Pahlawan Nasional, Lafran Pane diusulkan oleh (provinsi) DI Yogyakarta (bukan dari Sumatra Utara). Demikian juga Pahlawan Nasional Ir Djuanda Kartawijaya diusulkan dari Jawa Tengah (bukan Jawa Barat), sementara Djuanda Kartawijaya lahir di Tasikmalaya dan meninggal di Jakarta. Pahlawan Nasional adalah pahlawan Indonesia di semua daerah.

 

Ir H Raden Djoeanda Kartawidjaja (14 Januari 1911 – 7 November 1963) adalah Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir. Ia menjabat dari 9 April 1957 hingga 9 Juli 1959. Setelah itu ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja I. Sumbangannya yang terbesar dalam masa jabatannya adalah Deklarasi Djuanda tahun 1957 yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, diantara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau dikenal dengan sebutan sebagai negara kepulauan dalam konvensi hukum laut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). Namanya diabadikan sebagai nama bandara di Surabaya, Jawa Timur atas jasanya dalam pembangunan lapangan terbang tersebut. Selain itu juga diabadikan untuk nama hutan raya di Bandung yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, dalam taman ini terdapat Museum dan Monumen Ir. H. Djuanda. Dan namanya pun juga diabadikan sebagai nama jalan di Jakarta yaitu JL. Ir. Juanda di bilangan Jakarta Pusat, dan nama salah satu stasiun kereta yaitu Stasiun Juanda, Jakarta. Djuanda wafat di Jakarta 7 November 1963 saat masih menjabat menteri dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Berdasarkan SK Presiden RI No.244/1963 Ir H Djuanda Kartawidjaja ditablkan sebagai Pahlawan Nasional (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Ir Djuanda Kartawijaya? Seperti disebut di atas, Ir Djuanda Kartawijaya adalah pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional dari daerah Jawa Tengah. yang mana namanya juga ditabalkan diberbagai tempat sebagai nama bandara (Soerabaya), nama taman hutan raya (Bandung), nama jalan dan nama stasion (Jakarta). Lalu bagaimana sejarah lengkap Ir Djuanda Kartawijaya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Nasional Ir Djuanda Kartawijaya: Diusulkan dari Jawa Tengah

Pada saat Kongres Pemoeda yang dilaksanakan bulan Oktober 1928, Djoeanda baru lulus ujian di HBS Bandoeng dari kelas empat ke kelas lima (lihat  De koerier, 05-05-1928). Yang satu kelas dengan Raden Djoeanda  (pribumi) adalah Oetama dan Raden Sanoesi. Dari 54 orang hanya mereka berdua yang pribumi. Yang naik ke kelas lima Afd Economie antara lain adalah R Soedibjo dan N Soema Di Pradja. Di bawah mereka (naik ke kelas empat) antara lain MN Siregar, Loekman Wiriadinata, Abdoelrahiem, Soedarsono, F Toeti, R Abimanjoe, Pada koran yang sama disebut lulus ujian akhir insinyur sipil di THS Bandoeng antara lain H Laoh, AM Samawi dan R Soemani.

Hoogere Burgerschool (HBS) adalah setingkat SMA yang juga menerima lulus MULO (pada tahun keempat) yang mana HBS Bandoeng terdiri dua jurusan ketika naik ke kelas lima yakni IPA (afd B) dan Ekonomi (afd. A). HBS lima tahun Bandoeng dibuka pada tahun 1915. Sedangkan Technische Hoogeschool (THS) te Bandoeng dibuka tahun 1920. Pada tahun 1926 Soekarno lulus denga gelas insinyur teknik sipil (masuk tahun 1921).

Pada tahun 1929 Raden Djoeanda lulus ujian akhir HBS Bandoeng (lihat De koerier, 02-05-1929).  Raden Djoeanda langsung diterima di THS Bandoeng. Pada tahun 1930 R Djoeanda lulus ujian naik ke tingkat dua (lihat De locomotief, 07-05-1930). Satu kelas dengan Djoeanda antara lain M Endoen Abdul M Karim, M Goenarso, Indra Madmoed Tjaja, M Soepardi, M Soenardi dan M Soewito. Di atas mereka antara lain R Rosseno dan Tjoa Teng Kie.  Di atasnya lagi lulus R Agoes Prawiranata Ibrahim Pangeran Moehamad Djahir dan M Soemardjono. Yang lulus mendapat gelar insinyur teknik sepil amtara laiin Mohamad Karjomanggolo dan M Soemono.

Catatan: selain program sarjana, di THS juga ada program diploma ilmu ukur. Pada tahun 1931 Djoeanda dkk naik ke kelas tiga (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-05-1931). Pada tahun 1930 Ir Soekarno sebagai ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) ditangkap setelah Kongres PPPKI di Solo September 1929. PPPKI (Permofakatan Perhimpoenan-Perjimpoenan Kebangsaan Indonesia) yang didirikan pada bulan September 1927 yang diketuai oleh MH Thamrin dan sekretaris Parada Harahap. PNI dibubarkan tahun 1930 dan kemudian oleh Mr Sartono didirikan Partai Indonesia (Partindo) dimana keutua cabang Batavia adalah Amir Sjarifoeddin Harahap.  Saat Ir Si\karno keluar dari penjara bergabung dengan Partindo. Raden Djoeanda dkk lulus ujian tingkat tiga atau ujian kandidat (lihar De Indische courant,  06-05-1932). Pada tahun ini lulus ujian akhir dengan gelar insinyur antara lain Mohamad Thahir dan  R Rosseno Soerjohadikoesoemo

Akhirnya Djoeanda lulus ujian akhir dan mendapat gelar insinyur tahun 1933 (lihat De locomotief, 08-05-1933). Teman-temannya yang lain yang disebut di atas juga lulus. Ini mengindikasikan mereka yang satu angkatan lancar dalam studi. Tampaknya R Djeoanda selama kuliah sudah masuk anggota organisasi kebangsaan Pasoendan. Setahun setelah lulus Ir Djoenda terpilih sebagai anggota dewan kota (Gemeenteraad) Batavia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 01-08-1934).

Ada sebanyak 27 orang anggota dewan Kota Batavia yang baru. Selain nama Ir Djoanda ada nama-nama Dahlan Abdoellah, Mohamad Hoesni Thamrin, Mr Raden Hadi, Raden Iskandar Brata, Y Kajadoe,  HA Lumenta, Mohamad Fjah Sapi’I (ada delapan orang pribumi dan empat orang Cina). Ir Djoeanda masuk komisi bangunan dan perumhanan atau Bouw en Woning (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-10-1934). Ini sesuai kompetisinya sebagai insinyur sipil. Ir Djoanda adalah sekrettaris dewan pusat Pasoendan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 23-04-1935).

Ir Djoanda semakin berkibar. Dalam Kongres PPPKI di Solo 1935 Ir Djoanda diangkat secara aklamasi sebagai sekretaris (panitia) Kongres Indonesia Raja yang akan diadakan pada pertemuan berikutnya (lihat De locomotief, 29-04-1935). Dalam kongres PPPKI ini usulan MH Thamrin untuk menghapuskan PPPKI diadopsi dengan mengganti nama baru Kongres Indonesia Raja. Untuk mempersiapkang kongres pada bulan Desember 1935 atau paling lambat April 1936 ditunjuk Ir Djoeanda.

Seperti disebut di atas, PPPKI dibentuk bulan September 1927 yang mana sebagai ketua dan sekretaris pertama adalah MH Thamrin (Kaoem Betawi) dan Parada Harahap (Sumatranen Bond). Dalam pertemuan pembentukan PPPKI ini turut hadir Pasoendan, Sumantranen Bond dan Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI) yang dipimpin oleh Ir Soekarno. Dengan perubahan nama PPPKI menjadi Kongres Indonesia Raja pada tahun 1935 telah banyak yang terjadi antara lain terbentuknya partai-partai politik seperti PNI yang sebelumnya organsisasi kebangsaan menjadi organisasi politik, partai Persatiean Bangsa Indonesia (PBI( yang diketuai oleg Dr Soetomo, Partai Indonesia (suksesi PNI). Posisi Ir Djoeanda saat ini (1935) seperti halnya posisi Parada Harahap pada tahun 1927. Saat itu Parada Harahap pemimpin surat kabar Bintang Timoer di Batavia. Pada masa ini (1936) MH Thamrin dan Ir Djoeanda sama-sama anggota dewan kota Batavia.

Dalam kongres Pasoendan tahun 1936 Ir Djoenda tetap di dalam badan pengrus (lihat De koerier, 16-04-1936). Disebutkan pada kongres ke-21 asosiasi Pasoendan di gedung HIS Pasoendan di Pungkoerketjil diadakan pemilihan pengurus, yang terpilih menjadi pengurus sebagai berikut: R. Otto Iskandardinata ketua, M. Atik Soeardi wakil ketua, Ir. Djoeanda sekretaris 1, Akil sekretaris 2. untuk bendahara masih terbuka, pekerjaan bendahara akan dijabat untuk sementara oleh Sekretaris 1.  Sebagai komisaris terpilih Loekman Djajadiningrat, Ijos Wiriaatmadja, Soedarma, Soeradiradja, Moeh Enoch, Erna Poeradiredja (Pasi), Achmad Atmadja dan Soeparman.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Djuanda Kartawijaya: Lahir di Tasikmalaya Meninggal di Jakarta

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar