Selasa, 25 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (377): Pahlawan Indonesia Mr RA Maria Ulfah Asal Banten; Wanita Indonesia Pertama Sarjana Hukum

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dua perempuan pertama studi ke perguruan tinggi di Belanda adalah Ida Loemongga Nasoetion dan Maria Ulfah. Mereka inilah srikandi pribumi pertama berjuang dalam pendidikan tinggi di Belanda. Apakah wanita Belanda kaget dengan hadirnya perempuan pribumi di universitas Belanda? Maria Ulfah berhasil meraih gelar sarjana hukum dengan gelar Mr di Leiden tahun 1933. Ida Loemongga Nasoetion, kelahiran Padang, anak seorang dokter asal Padang Sidempoean di Universiteit Amsterdam tahun 1932 berhasil meraih gelar doktor (Ph.D) dalam bidang kedokteran.

Mr. Hajjah Raden Ayu Maria Ulfah atau Maria Ulfah Santoso atau Maria Ulfah Soebadio Sastrosatomo (18 Agustus 1911-15 April 1988) atau dahulu dikenal sebagai Maria Ulfah Santoso adalah salah satu mantan Menteri Sosial pada Kabinet Sjahrir II. Nama Santoso diambil dari nama suami pertama dan nama Soebadio Sastrosatomo diambil dari nama suami kedua setelah suami pertama meninggal dunia. Ia adalah perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar sarjana hukum, memangku jabatan menteri dan anggota Dewan Pertimbangan Agung. Ia memulai kariernya sebagai tenaga honorer bagian perundang-undangan Kabupaten Cirebon. Ia juga menjadi guru AMS Muhammadiyah Jakarta pada tahun 1943. Selama pendudukan Jepang ia bekerja di Departemen Kehakiman, kemudian pindah ke Departemen Luar Negeri. Pada tahun 1946, setahus setelah Deklarasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Subadio diangkat menjadi Menteri Sosial dalam Kabinet Sjahrir. Maria Ulfah lahir dari pasangan Raden Mochammad Achmad dan Raden Ayu Chadidjah Djajadiningrat yakni saudara dari Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat dan Achmad Djajadiningrat. Mochammad Achmad adalah seorang dari beberapa saja orang Indonesia yang pada awal abad ke 20 selesai menempuh pendidikan di HBS (setingkat SMA). Mochammad Achmad kemudian menjabat sebagai Bupati Kuningan. Tahun 1929 Maria Ulfah pergi ke Belanda bersama ayahnya, adik perempuannya, Iwanah dan adik laki-lakinya Hatnan. Ibunya pada waktu itu sudah meninggal. Di Belanda Maria Ulfah memilih studi hukum di Leiden. Pilihan itu jatuh, karena menurutnya, kedudukan wanita secara hukum masih sangat lemah sehingga perlu diperbaiki. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Maria Ulfah, perempuan Indonesia pertama meraih gelar sarjana hukum? Seperti disebut di atas, Mari Ulfah adalah keponakan dari Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat (pribumi pertama meraih gelar doktor pada bidang sastra di Belanda tahun 1913). Lalu bagaimana sejarah Maria Ulfah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Mr RA Maria Ulfah Asal Banten: Perempuan Indonesia Pertama Sarjana Hukum

Maria Ulfah memulai pendidikan di Batavia. Maria Ulfah mengikuti ujian masuk (toelating) tahun 1924 yang diadakan di sekolah elit Koning Willem III (KW III) School. Maria Ulfah lulus ujian masuk (lihat  Bataviaasch nieuwsblad, 16-05-1924). Yang sama-sama lulus ujian masuk antara lain nona M Aslan dan nona TJ Djaja Pranata. Semuanya, kecuali bertiga pribumi, adalah Belanda dan Cina. Juga disebutkan di Prins Hendrik School Batavia lulus ujian akhir afdeeeling handelschool, antara lain nona S Lawalata.

KW III School dan Prins Hendrik School (PHS) adalah dua sekolah elit di Batavia. KW II dibuka tahun 1865, sedangkan PHS baru dibuka tahun 1915. KW III menyelenggarakan HBS lima tahun, tetapi yang lulus kelas tiga (afdeeling) MULO dapat melanjutkan ke PHS di kelas empat. Mohamad Hatta lulus MULO di Padang tahun 1919 dan melanjutkan studi ke PHS. Penyelenggaraan ujian masuk di KW III adalah salah satu tempat ujian masuk, juga dilakukan di tempat lain. Yang ujian masuk di KW III tidak semuanya masuk KW III tetapi juga di sekolah lain. Pada tahun 1921 Mohamad Hatta lulus dari afdeeling Handelschool PHS dan kemudian melanjutkan studi ke Belanda (Universiteit Rotterdam). Lalu kemudian Ida Loemongga lulus afdeeling MULO di KW III dan transfer ke PHS afdeeling Natuurkundige dan lalus tahun 1922 yang lalu kemudian melanjutkan studi ke Belanda (Univesiteit Untrecht). Mohamad Hatta lulus ujian akhir tahun 1931 dengan gelar sarjana ekonomi (Drs) di Rotterdam dan tahun 1932 Ida Loemongga lulus ujian doktoral dan meraih gelar doktor di bidang kedokteran (Ph.D) di Universiteit Amsterdam (gelar sarjana kedokteran diraih di Universiteit Utrecht).

Pada tahun 1925 Maria Ulfah dan Pranata lulus ujian transisi naik ke kelas dua di KW III (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1925). Sementara M Aslam tidak di KW III tetapi lulus ujian transisi naik ke kelas dua di di sekolah Prinses Julianaschool di Batavia. Yang naik ke kelas dua di KW III juga terdapat nama-nama nona S Abdoerrahman, AJ Kandow, nona R Siti Salsiah, nona RN Soemadi Pradja, M Zakir, Raden Pramono dan sebagainya. Nama Maria Ulfah dicatat sebagai nona RAMU Mohamad Achmad. Pada tahun 1926 RAMU Mohamad Achmad lulus ujian naik ke kelas tiga (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 04-05-1926). Naik ke kelas empat tahun 1927 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 04-05-1927). Maria Ulfah naik ke kelas lima (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-05-1928). Nona R Siti Salsiah masuk afdeeling Literair Economisch, sementara Maria Ulfah masuk afdeeling Wis- en Natuurkundige. Pada tahun 1929 Maria Ulfah lulus ujian akhir di KW III (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-05-1929).

Maria Ulfah yang lulusan IPA di KW III tidak diketahui jurusan apa yang diambil di perguruan tinggi. Biasanya jurusan IPA memilih fakultas kedokteran, kedokteran hewan, pertanian atau teknik, Pada bulan Juni, Maria Ulfah berangkat ke Belanda dengan menumpang kapal Tambora yang akan berangkat dari Batavia pada tanggal 19 Juni (lihat De locomotief, 17-06-1929). Dalam manifes kapal tercatat nama yang diduga menemani Maria Ulfah ke Belanda yakni RAA Mohamad Achmad (ayah), nona RAI Mohamad Achmad (adiknya dua tahun di bawahnya di KW III School), dan RH Mohamad Achmad (saudara laki-laki). Kapal Tambora dimana terdapat penumpang keluarga Mohamad Achmad tiba di pelabuhan Rotterdam (lihat De avondpost, 15-07-1929).

Maria Ulfah kuliah dimana belum diketahui. Yang jelas bahwa ayahnya Raden Adipati Aria Mohamad Achmad berangkat ke Belanda dalam rangka studi yang ditugaskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda (lihat De Maasbode, 27-07-1929). Mereka yang studi ini, selain Mohamad Achmad sebagai bupati Koeningan adalah RT Prawiro Koesoema, bupati Serang; RMNg Partimo Handojosoto, bupati Mangkoenegaran dan Tuankoe Machmoed, pejabat di bawah Gubernur Jenderal Aceh.

Setelah satu tahun, RAA Mohamad Achmad pulang ke tanah air (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 20-05-1930). Dalam manifes kapal Johan de Wiit yang berangkat dari Amsterdam tanggal 20 Mei hanya RRA Mohamad Achmad dan putrinya RAI Mohamad Achmad. Tampaknya RAMU Mohamad Achmad dan adiknya laki-laki tetap di Belanda. Kapa J de Wiit akan tiba di Tandjoeng Priok tangga 21 Juni (lihat De locomotief, 18-06-1930).

Pada bulan Oktober 1930 diketahui Maria Ulfah lulus ujian kandidat Indisch Recht di Leiden (lihat Haagsche courant, 10-10-1930). Ini mengindikasikan bahwa Maria Ulfah sejak di Belanda langsung mengikuti kuliah. Sebagaimana biasanya mahasiswa dan pelajar pribumi di Belanda akan berafiliasi dengan organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda, Perhimpoenan Indonesia.

Perhimpoenan Indonesia awalnya dikenal sebagai Indische Vereeniging. Organisasi ini pertama kali digagas oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pada tahun 1908 dengan mengundang semua mahasiswa pribumi di Belanda ke rumahnya di Leiden. Dalam pertemuan ini diketuai oleh Soetan Casajangan dengan sekretaris Husein Djajadiningrat (saudara ayah dari Maria Ulfah). Hasil pertemuan yang dilangusngkan tanggal 25 Oktober 1908 didirikan Indische Vereeniging dengan keputusan sebagai ketua pengurus Soetan Casajangan dan sekretaris Raden Soemitro yang baru tiba di Belanda tahun 1908 ini. Pada tahun 1921 oleh Dr Soetomo dkk diubah namanya menjadi Indonesiasche Vereeniging yang kemudian pada tahun 1925 oleh Mohamad Hatta dkk diubah lagi namanya menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI).  Ketua PI tahun 1930 ini adalah Roestam Efendi (sebelumnya adalah Mohamad Hatta). Organ PI adalah sebuah majalah yang diberi nama Indonesia Merdeka yang dipimpin oleh

Maria Ulfah akhirnya lulus ujian akhir di Leiden dengan mendapat gelar (Mr) Indisch Recht (lihat Haagsche courant, 22-06-1933). Ini mengindikasikan bahwa Maria Ulfah adalah perempuan pribumi kedua yang meraih sarjana di Belanda. Seperti yang disebut di atas yang pertama adalah Dr Ida Loemongga, sarjana kedokteran yang kemudian melanjutkan ke tingkat doktoral dan meraih gelar doktor (Ph.D) pada bidang kedokteran di Universiteit Amsterdam pada tahun 1932.

Seperti disebut di atas, orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D) adalah Husein Djajadiningrat (saudara ayah Maria Ulfah) pada tahun 1913 di Univ. Leiden. Hingga tahun 1933 ini jumlah orang Indonesia yang meraih gelar doktor (Ph.D) di luar negeri baru sebanyak 25 orang dan hanya satu orang perempuan yakni Ida Loemongga Nasution di Utrecht.  Daftar lengkapanya adalah sebagai berikut: (1) Husein Djajadiningrat (Indologi, 1913); (2) Dr. Sarwono (medis, 1919); (3) Mr. Gondokoesoemo (hukum 1922); (4) RM Koesoema Atmadja (hukum 1922); (5) Dr. Sardjito (medis, 1923); (6) Dr. Mohamad Sjaaf (medis, 1923); (7) JA Latumeten (medis, 1924); (8) Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi (hukum, 1925); (9) R. Soesilo (medis, 1925); (10) HJD Apituley (medis, 1925); (11) Soebroto (hukum, 1925); (12) Samsi Sastrawidagda (ekonomi, 1925); (13) Poerbatjaraka (sastra, 1926); (14) Achmad Mochtar (medis, 1927); (15) Soepomo (hukum, 1927); (16) AB Andu (medis, 1928); (17) T Mansoer (medis, 1928); (18) RM Saleh Mangoendihardjo (medis, 1928); (19) MH Soeleiman (medis, 1929); (20) M. Antariksa (medis, 1930); (21) Sjoeib Proehoeman (medis, 1930); (22) Aminoedin Pohan (medis, 1931); (23) Seno Sastroamidjojo (medis, 1930); (24) Ida Loemongga Nasution (medis, 1931); (25) Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (sastra dan filsafat, 1933). Jumlah doktor terbanyak berasal dari (pulau) Djawa, yang kedua dari Residentie Tapanoeli. Cetak tebal adalah doktor-doktor asal Afdeeling (kabupaten) Padang Sidempoean, Tapanoeli Selatan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mr RA Maria Ulfah: Sarjana-Sarjana Perempuan Indonesia Era Hindia Belanda

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar