Jumat, 18 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (425): Pahlawan Indonesia – Caroline V Tan, Pionir Pejuang Emansipasi Wanita Tionghoa;Ida Lumongga

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

RA Kartini menikah 12 November 1903. Anak tunggalnya Soesalit Djojoadhiningrat lahir 13 September 1904. Sebelumnya, pada bulan April 1903 Alimatoe’saadiah menikah dengan Dr Haroen Al Rasjid di Padang. Anak pertama mereka tanggal 22 Maret 1905 lahir diberi nama Ida Loemongga. RA Kartini dan Alimatoe’saadiah sama-sama disekolahkan orang tua mereka di sekolah dasar Eropa (ELS). Alimatoe’saadiah melanjutkan studi ke sekolah guru sebelum menikah (ayahnya Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda adalah seorang guru alumni sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean). Dalam konteks inilah Tan Thwan Soen rela meninggalkan keluarga dan bisnis di Indonesia (baca: Hindia Belanda) demi mewujudkan cita-cita dua putrinya yang masih kanak-kanak untuk melanjutkan studi di Belanda yakni CV Tan Thwan Soen dan LG Tan Thwan Soen pada tahun 1905. Caroline V Tan Thwan Soen kemdian menjadi pionir perjuangan perempuan Tionghoa.

Untuk memuluskan jalan agar dua putrinya mendapat kesetaraan, Tan Thwan Soen mengajukan diri untuk dinaturalisasi menjadi warga negara (kerajaan) Belanda. Permohonan naturalisasi itu dikabulkan. Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah dua putri Tan Thwan Soen melanjutkan studi ke universitas. Dalam konteks inilah dua putri Tan Thwan Soen bergabung dengan organisasi mahasiwa Cina di Belanda Chung Hwa Hui, Pada saat kepengurusan Li Tjwan Ing di Chung Hwa Hui tahun 1914, CV Tan Thwan Soen menjadi bendahara. Sebelumnya Ong Kie Hong di Ambon mengirim empat putrinya sekaligus untuk melanjutkan studi ke Belanda pada tahun 1912. Putri-putri Tan Thwan Soen dan Ong Kie Hong perempuan pertama studi di Belanda berasal dari Hindia. Baru kemudian pada tahun 1922 menyusul putri Alimatoe’saadiah br Harahap yang disebut di atas Ida Loemongga berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi (perempuan pribumi pertama studi ke Belanda).     

Lantas bagaimana sejarah Caroline V Tan? Seperti disebut di atas, Caroline V Tan yang secara sadar dan terbuka menjadi yang pertama perempuan Cina asal Indonesia yang menyuarakan emansipasi diantara warga Tionghoa. Lalu bagaimana sejarah Caroline V Tan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan Caroline V Tan: Pionir Pejuang Kesetaraan Wanita Tionghoa

Pada tanggal 17 Maret 1905 Tan Thwan Soen dan keluarga berangkat dari Baravia dengan menumpang kapal Imhoff dengan tujuan Singapoera (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-03-1905). Keluarga Tan Thwan Soen, selain dia sendiri juga istri dan dua anak serta nona C Tan Thwan Soen dan nona L Tan Thwan Soen. Tan Thwan Soen bertempat tinggal di Semarang diduga kuat adalah pengusaha properti.

Sejarah awal Tan Thwan Soen diketahui akan menikah dengan putri dari\ Liem Yang Nio (lihat Soerabaijasch handelsblad, 30-12-1884). Disebutkan Tan Thwan Sik, mantan Kapten Cina di Bangkalan, memberitahu rencana pernikahan saudara mereka Tan Thwan Soen dengan nona Liem Yang Nio, putri Liem Liong Hien, Kapten Cina di Semareng yang upacaranya akan berlangsung pada tanggal 23 Januari 1885, pada pukul 10. Resepsi di rumah Liem Liong Hien di Samarang. Pada tahun 1901 Tan Thwan Soen diketahui tinggal di Djoemlang, Semarang. Pada tahun 1903 Tan Twan Soen yang beralamat di Paterongan akan menyewakan dua rumah di Paterongan jalan Karang Tempel. Pada tahun 1904 Oey King Goan, istri Tan Thwan Soen melahirkan seorang putri (lihat De locomotief, 25-04-1904). Pada bulan Mei Tan Thwan Soen yang beralamat di Paterongan menyewakan sebuah rumah baru. Pada bulan Februari 1905 Tan Thwan Soen menjual sejumlah aset (lihat De locomotief, 07-02-1905). Disebutkan sehubungan dengan keberangkatan, Tan Thwan Soen di Paterongan menjual beberapa kuda dan kereta serta perabotan berharga. Dari berbagai keterangan  di atas Tan Thwan Soen terakhir memiliki satu istri (Oet King Goan).. Istrinya yang pertama diduga kuat telah meninggal dunia. Hal itulah mengapa ketika keluarga Tan Thwan Soen berangkat ke Singapoera terdapat dua anak dan dua orang gadis.

Pada tahun 1906 Tan Thwan Soen diketahui sudah berada di Belanda (lihat Algemeen Handelsblad, 14-10-1906). Disebutkan Tan Thwan Soen mengajukan untuk dinaturalisasi sebagai warga negara (kerajaan) Belanda. Permintaan itu dikabulkan dan keluar keputusan pemerintah tanggal 3 Januari Tan Thwan Soen yang menyatakan telah dinaturalisasi (lihat De nieuwe courant, 12-01-1907). Keluarga Tan Thwan Soen berdomisili di Amsterdam.

Putri tertua Tan Thwan Soen C Tan Thwan Soen kemudian diketahui dengan nama singkat Caroline V Tan. Pada tahun 1904 nama Caroline Tan diketahui dinaturalisasi (lihar De locomotief, 29-02-1904). Disebutkan dari Buitenzorg (tempt GG) berdasarkan dekrit tanggal 20 tahun ini (Lembaran Negara No. 141) daftar nama-nama yang menjadi orang yang disamakan dengan orang Eropa, antara lain Caroline Tan di Buitenzorg.

Pada tahun 1909 C Tan Thwan Soen dan nona L Tan Thwan Soen diktehui berada di Semarang (lihat De locomotief, 19-02-1909). Disebutkan di Semarang diadakan acara amal untuk membantu korban banjir di Tiongkok dan Italia Selatan pada Sabtu, 27 Februari di bawah kepemimpinan Ny. v.d. Steen dari Surabaya dan akan ikut bergabung Angela Oei Tiong Ham. C.v. dan G. Tan Thwan Soen serta sembilan anggota elit Cina lainnya.

Tidak diketahui secara pasti pada saat keberangkatan ke Singapoera pada tahun 1905 dan ketika diketahui Tan Hwan Soen mengajukan diri dinaturalisasi di Belanda, apakah kedua putrinya C. Tan Thwan Soen dan G. Tan Thwan Soen ikut serta. Apakah setelah ke Singapoera kembali ke Semarang? Atau apakah setelah ikut ke Belanda lalu kembali ke Semarang?

Pada tahun 1913 di Belanda organisasi Chung Hwa Hui berhasil membentukan Studiefond yang telah diakuui oleh Ratu. Dalam penggalangan dana telah terkumpul uang dari berbagai donatur (lihat De nieuwe courant, 22-12-1913). Laporan ini diumumkan pada saat rapat umum Chung Hwa Hui. Salah satu donatur yang memberi donasi cukup besar adalah Tan Thwan Soen di Den Haag. Dalam rapat ini juga dilakukan pergantian pengurus. Para pengurus baru adalah Tan Ching len, sebagai ketua, P. Sim Zecha, sebagai sekretaris, Li Tjwan Ing, sebagai bendahara. Sedangkan untuk komisaris adalah Caroline V. Tan dan Yap Hong An.

Organisasi orang Cina asal Hindia di Belanda Chung Hwa Hui didirikan tahun 1911 di Leiden. Pendirian ini dilakukan oleh 14 orang yang sedang studi di Belanda. Sebagai ketua yang pertama dipilih Yap Hong Tjoen. Kini, kepemimpinannya di Chung Hwa Hui berakhir yang dalam rapat umum akhir tahun 1913 terpilih Tan Ching Ing. Dapat ditambahkan disini, organisasi mahasiswa pribumi asal Hindia didirikan tahun 1908 di Leiden oleh 15 orang yang diberi nama Indische Vereeniging yang mana sebagai ketua pertama Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan.

Caroline V. Tan sebagai pengurus Chung Hwa Hui, tentulah seorang mahasiswa seperti pengurus lainnya maupun pengurus sebelumnya. Namun dimana Caroline V Tan kuliah tidak terinformasikan. Yang jelas P. Sim Zecha belum lama lulus ujian kandidat pertama kedokteran (lihat Provinciale Overijsselsche en Zwolsche courant, 14-10-1913). Li Tjwan Ing juga studi di kedokteran. Yap Hong An studi teknik di Delft. Tan Ching len juga tidak terinformasikan studi dimana.

Hingga sejauh ini baru beberapa siswa asal Indonesia (baca: Hindia) yang studi di Belanda. Dalam hal ini dapat dikatakan Caroline V Tan dan saudara perempuannya yang pertama. Lalu pada tahun 1912 empat putri Ong Kie Hong dari Ambon tiba di Belanda. Perempuan pribumi sejauh ini belum ada yang studi di Belanda.

Tunggu deskripsi lengkapnya

RA Kartini: Anak Beranak Alimatoe’saadiah Harahap dan Ida Loemongga Nasoetion

Raden Adjeng Kartini lahir 21 April 1879. Setelah menyelesaikan sekolah dasar Eropa (ELS), Kartini tidak melanjutkan studi. Abangnya Raden Kartono lulus HBS Semarang tahun 1896 dan langsung berangkat studi ke Belanda (mahasiswa asal Hindia pertama studi di Belanda). Kartini diperkirakan lulus ELS sekitar tahun 1893.

Siswa pertama studi ke Belanda adalah Sati Nasution tahun 1857 di sekolah guru untuk mendapat akta guru. Lulus tahun 1860 dan kembali 1861 ke tanah air. Tahun 1862 Sati Nasution alias Willem Iskandern mendirikan sekolah guru (kweekschool) di kampong halamannya di Onderafdeeeling Mandailing, Afdeeling Asngkola Mandailing, Residentie Tapanoeli. Lalu pada tahun 1874 tiga guru muda melanjutkan studi ke Belanda yakni Raden Soerono dari Soeracarta, Raden Adi Sasmita dari Bandoeng dan Barnas Loebis dari Mandailing. Lalu kemudian pada tahun 1880an beberapa guru muda dikirim antara lain Anakotta dan JW Wattimena dari Amboina. Setelah itu tidak ada lagi hingga Raden Kartono tahun 1896 untuk kuliah (lulusan sekolah menengah HBS). Seperti kita lihat nanti, pada tahun 1905 mahasiswa kedua adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (guru di Padang Sidempoean, lulusan Kweekschool Padang Sidempoean). Pada tahun 1908 jumlah mahasiswa pribumi sudah sebanyak 15 orang yang kemudian Soetan Casajangan mendirikan organisasi Indische Vereeniging.

Pada tahun 1902 RA Kartini sudah berumur 23 tahun. Itu berarti RA Kartini sudah cukup lama tidak bersekolah (lagi). Sementara itu, pada tahun 1902 di Padang, Alimatoesaadiah baru saja lulus dari sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock. Usia Alimatoe’saadiah sekitar 18 tahun. Pada tahun 1902 ini juga disebut adik RA Kartini yakni Roekmini sudah menyelesaikan sekolah ELS. Seseorang menulis menyarankan agar Kartini dan Roekmini diberi kesempatkan studi ke Eropa (lihat De Sumatra post, 15-07-1902). Namun semua wacana itu harus berakhir, seperti disebut di atas, RA Kartini dinikahkan pada tahun 1903.

Sedikit beruntung Alimatoe’saadiah di Padang, setelah lulus sekolah ELS masih sempat studi di sekolah guru (tiga tahun). Dengan kata lain Alimatoe’saadiah sudah berstatus guru saat menikah pada tahun 1903 dengan seorang dokter baru lulusa Docter Djawa School Batavia, Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion yang ditempatkan di Padang sejak tahun 1902. Seperti disebut di atas anak tunggal Kartini, Soesalit Djojoadhiningrat lahir 13 September 1904. RA Kartini tidak berumur panjang, meninggal tanggal 17 September 1904 (beberapa hari setelah melahirkan), Sementara itu anak pertama Alimatoe’saadiah lahir pada 22 Maret 1905 yang diberi nama Ida Loemongga, Seperti kita lihat nanti, Alimatoe’saadiah cukup berhasil membimbing dua anaknya Ida Loemongga dan Gele. Setelah lulus ELS, Ida Loemongga melanjutkan studi HBS di Prins Hendrik School di Batavia dan lulu tahun 1921. Pada tahun 1922 Ida Loemongga melanjutkan studi ke Belanda di bidang kedokteran di Universiteit te Utrecht dan berhasil mendapat gelar tahun 1927. Ida Loemongga tidak kembali ke tanah air, tetapi melanjutkan studi ke tingkat doktoral dan berhasil meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran di Universiteit Amsterdam pada tahun 1932. Pada tahun ini juga adiknya Gele Haroen, setelah lulus AMS di Bandoeng tiba di Belanda untuk melanjutkan studi (di bidang hukum).

Keinginan sejumlah pihak agar Kartini dan Roekmini studi ke Belanda telah sirna. Pada tahun 1905 Tan Thwan Soen datang ke Belanda dengan dua putrinya C Tan Thwan Soen dan L Tan Thwan Soen. Lalu baru tahun 1912 kembali empat putri tiba dari Hindia anak-anak dari Ong Kie Hong di Amboina. Seperti disebut di atas, pada tahun 1913 Caroline Tan termasuk salah satu pengurus organisasi mahasiswa Cina asal Hindia Chung Hwa Hui.

Organisasi mahasiswa Cina asal India Chung Hwa Hui didirikan tahun 1911. Sejauh ini dari beberapa putri  Cina baru Caroline Tan yang menjadi salah satu pengurus. Ini mengindikasikan bahwa Caroline Tan sudah memiliki kapasitas berorganisasi dan juga memiliki kesadaran yang tinggi tentang eksistensi kaumnya sebagao perempuan.

Pada tahun 1914 muncul isu soal perempuan Tionghoa. Isu yang dibahas adalah gaya perempuan Cina muda yang mulai kebarat-baratan yang mendapat reaksi dari para pengusung budaya ketimuran, khususnya diantara perempuan Tionghoa. Dalam konteks isu inilah Caroline Tan bersuara tentang soal emansipasi, khususnya hak yang sama untuk perempuan Tionghoa mendapat pendidikan dan keluar dari kungkungan keluarga (dipingit). Caroline Tan menulis panjang lebar tentang soal emansipasi ini, khususnya yang berkaitan dengan kemajuan perempuan Cina melalui pendidikan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-04-1914).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar