Selasa, 22 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (487): Pahlawan Indonesia dan Soerjo Poetro Studi di Delft; IndischeVereeniging-Musik Jawa di Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Soerjo Poetro, siapa? Tidak ada entri nama Soerjo Poetro di laman Wikipedia. Namun ada yang menulis sejarah Soerjo Poetro internet dengan judul ‘RM Soerjo Poetro, Musikolog Indonesia Pertama’. Okelah, itu satu hal. Hal yang lainnya adalah apakah RM Soerjo Poetro benar-benar bergelyt dalam dunia musik? Satu yang pasti Soerjo Poetro lulusan HBS Semarang melanjutkan studi ke Belanda pada tahun 1911..

https://kumparan.com: RM Soerjo Poetro, Musikolog Indonesia Pertama. Seorjo Poetro salah seorang perintis musikologi dalam musikologi komparatif pada kurunn 1910-an. Gagasan tentang musik sebagai perlawanan kultural terhadap kolonialisme juga merasuk dalam dirinya. Anak Paku Alam V ini 1909 dikirim ke Belanda untuk belajar di Delft. Soerjo mulai minat lebih pada musik, kemudian ia menjadi teoris-komposer musik Jawa. Sekembalinya ia dari Belanda 1921 menjadi guru musik membantu Ki Hajar Dewantara di Taman Siswa. Dalam perspektif musik, Seorjo Poetro selain menciptakan gubahan-gubahan yang memadukan musik Jawa dan musik klasik Eropa, Ia juga mencoba rebab modern yang dapat menampung gagasan musikalnya (Ki Hajar Dewantara 1952: 90). Soerjo percaya untuk mengembangkan musik Jawa yang baru ialah melakukan penelitian tentang aspek-aspek pembentukan melodi, teori tentang pathet (moda), dan pembuatan instrumen. Dia merasakan dorongan kuat untuk menemukan suatu sistem notasi yang cocok untuk musik baru ini. ia sadar akan perlunya keikutsertaan masyarakat. Dalam konteks inilah ia menekankan kebutuhan mengembangkan pendidikan musik bagi masyarakat Indonesia (Soerjo Poetro 1918: 91). Atas gagasan dan wacananya tersbut Soerjo bisa dikatakan sebagai seorang musikolog Indonesia pertama dalam pengertian harfiah. Usahanya dalam mengembangkan teori tentang gamelan Jawa, ia melakukan banyak studi mengenai musik klasik Barat dan budaya musik Asia. Jika Ki Hajar Dewantara mengubah Kinanthi Sandoong yang memadukan gamelan dengan musik Barat, maka Soerjo Poetro telah menggubah karya musik vokal yang bernama Rarjwo Sarojo dan menerbitkannya dalam Nederlandch Indie Oud en Nieuw (NION). Soerjo mentransliterasikan karya ini ke dalam gubahan musik seni yang baru untuk biola dan vokal, menggunkan tafsirnya sendiri dan gagasan-gagasan musikal baru. Teksturnya dirancang secara heterophonic, mirip gamelan. Sumber: Notosudirdjo, R. Franki S. 2014. Modernisme Musik Dalam Abad Kedua Puluh. Jakarta: Yayaysan Obor Indonesia

Lantas bagaimana sejarah RM Soerjo Poetro? Seperti disebut di atas, Soerjo Poetro melanjutkan studi ke Belanda dan disebut sebagai ahli musik Lalu bagaimana sejarah Soerjo Poetro? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan Soerjo Poetro Studi di Delft; Indische Vereeniging dan Musik Jawa di Belanda

Setelah menyelesaikan sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS), Soerjo Poetro melanjutkan studi ke sekolah menengah (HBS). Pada tahun 1903 Soerjo Poetro lulus ujian masuk di HBS Semarang (lihat De locomotief, 25-04-1903). Pada tahun 1904 Soerjo Poetro lulus ujian transisi naik dari kelas satu ke kelas dua (lihat De locomotief, 26-04-1904).

Yang lulus ujian bersama Soerjo Poetro antara lain Raden Mas Soegjarto, Raden Simbardjo, Jap Hong Tjoen, Raden Mas Soemitro, Raden Soebiakto, Raden Mas Soehoed, Be Tiat Tjong dan Raden Mas Notodiningrat. Hanya mereka berdelapan yang nama non Eropa/Belanda. Di atas mereka satu tahun antara lain Raden Slamet, Raden Mas Gondowinoto dan Raden Mas Moenaridjo. Di atas mereka lahi yang naik dari kelas tiga ke kelas empat antara lain Jap Shoei Tjiong, Raden Mas Notosoeroto, Raden Mas Soedjono dan Raden Mas Ambija Soedibio. Pada kelas yang tertinggi lulus ujian dari kelas empat ke kelas lima antara lain Raden Mas Kworo.

Pada tahun 1905 Raden Mas Soerjopoetro lulus ujian naik ke kelas tiga (lihat De nieuwe vorstenlanden, 28-04-1905). Pada tahun 1906 tidak ada nama RM Soerjopoetro. Pada tahun 1907 Raden Mas Soerjopoetro lulus ujian naik dari kelas tiga ke kelas empat. Nama Soerjopotro tidak ada pada tahun 1908. Pada tahun 1909 naik dari kelas empat ke kelas lima (lihat De locomotief, 01-05-1909). Pada tahun 1910 tidak ada nama Soerjo Poetro. Akhirnya Soerjo Poetro lulus ujian akhir di HBS Semarang pada tahun 1911 (lihat De nieuwe courant, 30-06-1911). Yang lulus bersamaan dengan Soerjo Poetro antara lain Raden Sarengat dan Raden Mas Soediarto.

Tampaknya RM Soerjo Poetro harus melenyelesaikan sekolahnya di HBS Semarang selama delapan tahun terhitung masuk tahun 1903. Ada apa mengapa sampai tiga kali ketiggalan kelas/menunda studi. Yang dalam suatu peringata Haye (Haye-feest) yang diselenggarakan oleh Algemeen Nederlandsch Verbond afdeeling perempuan di Semarang dimana Dr Stokvis berceramah tentang Haye seorang penyair anak-anak (lihat De locomotief, 15-03-1909). Dalam perayaan ini beberapa acara tambahan ditampilkan antara lain pembacaan puisi oleh RM Soerjopoetro dan nyanyiar kor anak-anak perempuan yang dipimpin oleh Verschuil yang diiringi piano oleh Dr Boenjamin (lulusan Docter Djawa School ang melanjutkan studi kedokteran ke Belanda).

Setelah lulus HBS Semarang, RM Soerjo Poetro berangkat ke Belanda (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 01-08-1911). Disebutkan kapal ss Sindoro akan berangkat dari Batavia tanggal 3 Agustus dengan tujuan akhir Nederland dinmana dalam menifes kapal terdapat nama RM Soerjopoetro. Penumpang lainnya yang namanya non Eropa/Belanda adalah Radem Achmat Soeria Atmadja dan Raden Gadjali Soemanagara.

Beberapa minggu sebelumnya Raden Sarengat berangkat ke Belanda dengan kapal ss Kawi (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-07-1911). Raden Mas Soediarto berangkat dengan kapal ss Prinses Juliana tanggalo 9 Juli dari Batavia dengan tujuan akhir Nederland (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-07-1911).

RM Soerjopoetro diketahui studi di bouwkundig ingenieur (lihat De expres, 23-08-1913). Disebutkan RMA Soetjopoetro adalah anak dari Pangeran Pakoe Alam V. Yang satu kampus dengan RM Soejopoetro adalah RM Soemitro. Sedangkan Raden Sarengat kuliah di Technisch Hoogeschool di Delft (satu kampus dengan R Loekman Djajadinigrat). Salah satu saudara Soerjopoetro adalah RMA Notowirjo yang kuliah ingenier di Davos (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-04-1915).

Pada tahun 1908 Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan menginisiasi pembentukan organisasi mahasiswa pribumi di Belanda yang diberi nama Indische Vereeniging. Soetan Casajangan menjadi ketua pertama dengan sekretaris RM Soemitro. Pada tahun 1916 ketua Indische Vereeniging adalah R Loekaman Djajadiningrat. Pada kepengurusan Loekman ini diterbitkan majalah dengan nama Hindia Poetra.   

Pada awal kepengurusan R Loekman Djajadiningrat diadakan pertemuan umum Indische Vereeniging (lihat Het vaderland, 16-04-1916). Dalam pertemuan ini menghadirkan pembicara utama Lekkerkerker, Inspektur Pendidikan Pribumi di Hindia dengan topik Indiers voor Indie.

Lekkerkkerker ingin meluruskan bahwa slogan yang berkembang Indie voor Indiers seharusnya dipandang sebagai Indiers voor Indie dimana semua warga Insulinde tanpa memandang ras, suku dan agama. Sejumlah yang hadir memberi tanggapan diantaranya Setelah beberapa yang hadir berturut-turut Baron van Hogendorp, Soewardi [Soerjaningrat], Soerjo Poetro, Abendanon dan Loekman Djajadiningrat.

Pada tahun 1916 di Belanda terbit majalah bulanan Nederlandsch Indie Opud en Nieuw (lihat Leeuwarder courant, 06-05-1916). Disebutkan majalah ini ditujukan untuk arsitektur, arkeologi, pertanian dan etnologi, kerajinan, perdagangan dan lalu lintas, budaya, pertambangan dan kebersihan untuk semua pertanyaan penting tentang Hindia. Dalam edisi pertama Profesor Nieuwenhuis mendeskripsikan tentang membuat tenun ikat. Dalam edisi pertama ini juga terdapat tulisan Soerjopoetro dan Notosoeroto tentang penulisan lagu Jawa yang selama ini dalam teks ditulis dengan menggunakan notasi (musik) Eropa.

Penulisan lagu (zang) Jawa ke dalam notasi musik Eropa tampaknya yang pertama dilakukan. Namun intorduksi notasi ini sudah lama berlangusng di Tapanoeli. Hal ini seiring dengan kampanye gereja yang berusaha menyaingi musik tradisi Batak dengan memperkenalkan alat-alat musik modern pertama di Sipirok tahun 1886. Lagu-lagu gereja berbhasa Batak juga mulai ditulis dalam notasi musik. Dalam satu artikel Meerwaldt menguraikan tentang musik dan nyanyian ‘Over Muzien en Zang bij de Bataks (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 04-07-1910). Disebutkan Meerwaldt  menyatakan kekristenan telah meningkatkan kekayaan melodi dan notasi musik dan pengetahuan musik di tanah Batak. Banyak guru pribumi yang lebih tua telah meniru ini. Namun Meerwaldt mungkin tidak memikirkan darimana alat musik itu berasal? Hampir semua alat musik aslinya berasal dari pagan (penduduk dengan kepercayaan lama), termasuk seruling melintang menurut sistem Eropa. Dalam satu artikel yang dimuat di De Sumatra post, 26-01-1915 penulis prihatin dengan permainan gamelan. Tidak ada notasi musik untuk ini, hanya baru-baru ini. beberapa pangeran mencoba untuk menulis musik dari gamelan untuk menyelamatkan mereka dari kepunahan total. Dalam hal ini sebelum musik Jawa ditulis dalam notasi musik oleh Soerjopoetro dan Notosoroto, sudah ada pengeran lain yang telah melakukannya.

Ini mengisyaratkan kembalinya perihal Hindia dibicarakan di Belanda melalui dua terbitan baru Hindia Poetra dan Ned. Indie Oud en Nieuw. Pada masa sebelumnya sudah ada penerbitan serupa di Belanda tetapi dalam bahasa Melayu seperti Bintang Hindia dan Bandera Wolanda. Pada edisi Juni terdapat artikel mengenai ornamen Toradja. Dalam edisi ini juga Notosoeroto dan Soerjopoetro melanjutkan perihal mengenai musik Jawa. (lihat De avondpost, 18-07-1916),

Soerjo Poetro dan Noto Soeroto berkerabat. Soerjo Poetro, meski lebih muda dari usia adalah paman dari Noto Soeroto dari Pakoe Alaman di Djogjakarta. Keduanya adalah dua orang yang aktif dalam seni. Noto Soeroto adalah seorang yang aktif menulis syair (kesisastraan) dan Soerjo Poetro aktif di bidang musik. Keduanya juga menulis tentang soal musik Jawa ke dalam notasi musik di majalah NI Oud en Nieuw. Darah sastra Jawa turun ke Noto Soeroto dari kakek buyutnya Pakoe Alam II (yang menjadi sahabat dari Letnan Jenderal Raffles). Noto Soeroto, belajar di Leiden, calon ahli hukum, yang dalam mobilisasi ia menjadi letnan cadangan di resimen Hussar ke-3 di Den Haag. Dari generasi atas Pakoe Alam V adalah peminat musik dan drama, yang mana dalam hal ini Soerjo Poetro adalah putra dari Pakoe Alam V. Orang ketiga yang terkait dengan seni Jawa adalah Soewardi Soerjaningrat yang datang di Belanda pada tahun 1913 sebagai orang pengasingan, Pada tahun 1917 ini larangan pengasingan Soewardi dicabut (lihat Leeuwarder courant, 20-11-1917).  Sejak pembebasan larangan tersebut Soewardi Soerjaningrat mulai terlibat di Indische Vereeniging dan melanjutkan studi keguruan di Belanda. Mereka bertiga tampil bersama pada cara malan seni Hindia di museum Leeuwarden (lihat De nieuwe courant, 27-11-1917).

Pada masa yang sama di Indische Vereeniging, tiga aktivis yang menonjol dalam seni dan sastra Jawa adalah Soerjo Poetro, Noto Soeroto dan Soewardi. Sementara anak-anak Sumatra yang tergabung dalam Sumatra Sepakat aktivis yang menonjol adalah Sorip Tagor Harahap, Dahlan Abdoellah, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia dan Ibrahim Datoek Tan Malaka. Sorip Tagor adalah ketua Sumatra Sepakat. Kelak Soewardi Soerjaningrat menjadi Menteri Pendidikan RI pertama yang kemudian digantikan oleh Soetan Goenoeng Moelia.

Soerjo Poetro telah mewakili rekan-rekannya yang berasal dari Jawa sebagai ahli dalam musik Jawa. Setelah beberapa artikelnya bersama Noto Soeroto tentang musik Jawa dan notasi musik,. Soerjo Poetro dalam malam seni di Leeuwarden. yang menghadirkan beberapa pembicara, berbicara tentang musik Jawa. Lalu Soerjo Poetro kembali berbicara tentang musik Jawa dalam satu pertemuan Indische Vereeniging.(lihat De nieuwe courant, 28-01-1918). Dalam edisi pertama majalah Het Koloniaal Tijdschrift kembali Soerjo Portro menulis tentang masik Jawa yang lebih fokus pada tangga nada slendro dan pélog pada biola dan cello yang dijelaskan secara deskriptif tentang notasi musik yang sesuai (lihat De avondpost, 20-02-1918).  Dalam peringatan Boedi Oetomo yang ke-10 di Belanda Soerjo Poetro (bersama Soerjomihardjo dan Tjokro Adi Soerjo) kembali terlibat dalam aransemen musik gamelan untuk memeriahkan cara (lihat Dagblad van Zuid-Holland en 's-Gravenhage, 06-03-1918). Soerjo Poetro kembali ,berbicara dalam pertmuan Vereeniging Oost en West, afdeeli»g ’s-Gravenhage dimana Soerjo Poetro menjelaskan pebagian nada slendro dan pelog (lihat Het vaderland, 06-05-1918). Sebagaimana Todeoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia yang menekuni sastra Batak, studi musik Jawa seakan menjadi keseharian Soerjo Poetro. Lantas bagaimana dengan studinya di Delft?

Setelah Soerja Poetro berbicara dari satu pertemuan ke pertamuan lain dengan topik musik Jawa, pada tahun 1920 hadir dalam pertemuan perhimpunan Teosofi di Den Haag (lihat Haagsche courant, 02-10-1920).

Dalam pertemuan ini juga hadir Dr Tagore. Penyair India yang berusia 60 tahun berbicara tentang syair dan membaca sejumlah puisi. Sementara itu dalam pertemuan ini Soerjo Poetro, yang, duduk di belakang alat musik khas Jawanya, memainkan beberapa suara lembut (ditafsirkan dan pada saat yang sama sebuah ekstrak dari legenda Jawa kuno) yang tampak dengan penasaran Dr. Tagore, yang duduk di depan, menyomak dengan perhatian. Dalam hal ini dapat dikatakan Tagore dan Soerjo Poetro tampil sdalam satu panggung.

Pada akhir tahun 1921 Soerjo Poetro kembali ke tanah air. Ini berarti Soerjo Poetro di Belanda selama 10 tahun, sejak kedatangannya pada tahun 1911. Todoeng Harahap yang juga tiba tahun 1911 telah lebih dulu pulang ke tanah air pada tahun 1919 setelah menyelesaikan pendidikannya akta guru LO yang diteruskan dengan mendapat akta guru MO (sarjana pendidikan) dan menjadi direktur sekolah HIS di Kotanopan. Pada tahun 1921 ini juga Sorip Tagor kembali ke tanah air setelah menyelesaikan pendidikan kedokteran hewan di Utrecht dan bekerja sebagai dokter hewan di lingkungan istana GG Hindia Belanda. Lalu bagaimana dengan studi Soerjo Poetro sendiri? Tampaknya tidak diteruskan. Yang lulus di Delft sebagai insinyur antara laian RM Notodiningrat dan Raden Sarengat. RM Soerjo Poetro sudah menemukan dunianya sendiri, dunia musik (seperti halnya mahasiswa Moahamad Iljas di Delft yang menemukan dunianya sendiri dunia (permainan) catur.

Pada tahun 1921 ini juga diketahui Soewardi Soerjaningrat kemabali ke tanah air. Soewardi Soerjaningrat meski aktif dalam bidang jurnalistik di Belanda, masih bisa menyelesaikan pendidikannya dengan mendapat akata guru LO. Noto Soeroto setahun sebelumnya sudah pulang ke tanah air setelah menikah dengan gadis Belanda di Belanda. Dahlan Abdoellah dan Sjamsi Sastra Widadga dua asisten dosen bahasa Melayu dan bahasa Jawa di Leiden masih meneruskan pendidikannya di Belanda. Dahlan Abdoellah mengikuti pendidikan akta guru MO di Leiden dan Sjamsi Widagda mengikuti program doktor di bidang persagangan/ekonomi di Amsterdam.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Soerjo Poetro: Sejarah Musik Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar