Rabu, 03 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (751): Burma Laut Andaman dan Geomorfologi; Peta Aurea Chersonesus - Sumatra dan Malaya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Wilayah Burma (kini wilayah Myanmar) diduga kuat sudah dikenal sejak zaman kuno. Wilayah Burma diduga telah menjadi jalur migrasi dari darata Asia di barat ke Asia Tengga hingga pulau-pulau di Nusantara. Migrasi kuno itu adalah orang-orang Negrito sebagaimana masih ditemukan di Semenanjung Malaya dan pulau Andaman. Pada abad ke-2 Ptolomeus memetakan semenanjung Aurea Chersoenesus yang didalamnya termasuk wilayah Burma.


Republik Persatuan Myanmar juga dikenal sebagai Birma, disebut "Burman" di dunia Barat) adalah sebuah negara berdaulat di Asia Tenggara. Myanmar berbatasan dengan India dan Bangladesh di sebelah barat, Thailand dan Laos di sebelah timur dan Tiongkok di sebelah utara dan timur laut, seluas 676.578 km². Ibu kota negara ini sebelumnya terletak di Yangon sebelum dipindahkan oleh pemerintahan junta militer ke Naypyidaw pada 2005. Peradaban awal di Myanmar termasuk penduduk berbahasa Tibeto-Burma di Burma Utara dan Kerajaan Mon di Burma Selatan. Pada abad ke-9, orang Bamar memasuki lembah atas Sungai Irrawaddy, diikuti dengan didirikannya Kerajaan Pagan tahun 1050-an. Sejak saat itu, bahasa Burma, termasuk budaya dan Buddha Theravada perlahan-lahan menjadi dominan di negara ini. Kerajaan Pagan jatuh akibat invasi Mongol. Pada abad ke-16, setelah disatukan oleh Dinasti Taungoo, negara ini sesaat pernah menjadi kekaisaran terbesar dalam sejarah Asia Tenggara. Pada abad ke-19, Dinasti Konbaung menguasai daerah yang didalamnya termasuk wilayah Myanmar modern saat ini dan sesaat menguasai Manipur dan Assam. Inggris menguasai Myanmar setelah 3 Perang Anglo-Burma pada abad ke-19 dan negara ini kemudian menjadi koloni Inggris. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi Burma dan Laut Andaman? Seperti disebut di atas, wilayah Burma sudah dikenal sejak zaman kuno sebagaimana dipetakan oleh Ptolomeus abad ke-2 sebagai bagian dari semenanjung Aurea Chersonesus. Lalu bagaimana sejarah geomorfologi Burma dan Laut Andaman? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Geomorfologi Burma dan Laut Andaman; Peta Kuno Aurea Chersonesus adalah Sumatra dan Malaya 

Untuk memahami (wilayah) Burma (kini Myanmar) masa ini, haruslah dimulai dari wilayah pantai barat (di wilayah Pegu zaman kuno). Sebelum terbentuk Burma (Myanma) kerajaan yang sudah eksis di wilayah adalah Kerajaan Pegu. Sejarah kerajan-kerajaan, secara geomorfiologis seiring dengan sejarah geografis.


Disebutkan (dalam tradisi) Kamboja dan Siam zaman kuno mungkin sebagai cabang dari populasi Tartar, orang-orang Khitan, yang mingrasi ke Tiongkok sejak 937 M, kemudian berpindah ke selatan di bawah raja mereka yang kemudian mendirikan kerajaan independen, dengan mengorbankan Khmer, sekitar tahun 1250 kerajaan Xieng-Mai terbentuk dan tidak lama kemudian terbentuk kerajaan Siam yang lebih baru. Dalam hal ini Khmer terdesak hingga wilayah Siam di muara sungai Menam dari Ligor di selatan hingga danau Kamboja di timur. Kekaisaran Champa telah menyusut ke daerah kecil di selatan, mendorong Kamboja kembali ke tenggara. Sejarah baru Siam dimulai (1344-1556), dimana ibukota, Chaliang, dipindahkan ke selatan ke Ayuthia. Pada era Raja Borommaradja merebut kembali kerajaan Malaka yang jatuh pada tahun 1511, Siam berhubungan dengan Portugis, yang telah menduduki kota dan benteng Malaka pada tahun yang sama. Hubungan kedua pihak berkembang dan perjanjian perdagangan dibuat. Pada era inilah Pegu yang dibentengi, telah menaklukkan Burma, dan selanjutnya melawan Siam. Ibu kota Ayuthia menyerah pada tahun 1544 dan Siam menjadi negara bagian bawahan Pegu. (lihat Landen en volken der vreemde werelddeelen in woord en beeld. II. Oost-Azie en Occanie, de Indische Oceaan, 1913). Zaman kedua sejarah baru Siam (1556-1767) akan disinggung pada artikel berikutnya. Peta 1598

Dalam peta-peta Portugis, posisi GPS (kota kerajaan) Pegu berada di muara sungai (tidak diidentifikasi nama sungai). Pada Peta 1598 ibu kota (kerajaan) Pegu beradad di pantai (muara sungai). Di depan kota di tengah laut diidentifikasi suatu pulau. Di sekeliling pulau terdapat identifikasi gosong (daratan pasir yang jika pasang akan tergenang). Juga diidentifikasi pada bagian barat daya sebuah pulau yang terkesan dekat dengan daratan (secara umum pulau dan daratan itu tampak sebagai tanjong).


Pada peta Belanda (VOC) Peta 1654 kota (kerajaan) Pegu diidentifikasi berada di pedalaman di sisi barat sungai. Depan kota masih teridentifikasi bentuk awal dalam dua buah pulau di depan kota. Ini mengindikasikan bahwa pulau yang sebelumnya (Peta 1598) telah semakin luas (semakin besar) dimana Pada Peta 1654 terlihat dua buah. Jumlah pulaunya bertambah, yang boleh jadi area gosong sebelumnya telah menjadi daratan baru.

Dimana kota kuno Pegu ini berada pada masa kini? Diduga kini berada di sisi barat sungai Bago. Namun pada masa lampau kota Pegu ini tetap berada di muara sungao Bago. Perairan di depannya berupa teluk juga bermuara dua sungai besar di sebelah barat adalah sungai Irawady dan di sebelah timur sungai Sittang. Namun dalam perkembangannya di bagian teluk terjadi proses sedimentasi jangka Panjang yang membentuk daratan luas


Dengan adanya pembentukan daratan, kota Pegu kemudian seakan berada di pedalaman dam muara sungai Bago bergser ke hilir. Pada muara sungai baru inilah kemudian terbentuk kampong baru (Yangoon). Pada tahap berikutnya terjadi lagi proses sedimentasi sehingga kampong/kota Yangoon juga seakan berada di pedalaman. Jika memperhatikan situasi dan konsisi geografis sekarang tampak Kota Yangoon seakan berada di pedalaman, dan Kota Bago juga seakan jauh di pedalaman. Sementara di masa lampau kota (kerajaan) Pegu berada di pantai di muara sungai Bago. Di tiga daerah aliran sungai (Bago, Sittang dan Irawadi) terbentuk daratan delta yang sangat luas lagi subur dimana pada masa ini terdapat persawahan yang sangat banyak. Peta 1705

Kerajaan Pegu berdasarkan Peta 1705 berada di sebelah utara (kerajaan) Siam dan di sebelah barat (kerajaan) Kamboja. Sedangkan di sebelah utara (kerajaan) Pegu adalah kerajaan-kerajaan (Burma). Dua wilayah kerajaan (Pegu dan Burma) inilah yang menjadi wilayah Myanmar yang sekarang.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Peta Kuno Aurea Chersonesus adalah Sumatra dan Malaya: Peradaban Kuno Asia Tenggara

Seperti disebut di atas, Kerajaan Pegu menaklukkan (kerajaan) Burma (sebelumnya disebut Kerajaan Awa). Kerajaan Pegu ini dapat dikatakan kerajaan yang baru terbentuk di pantai (muara sungai Bago). Dalam perkembangannya Kerajaan Pegu menaklukkan kerajaan Burma di pedalaman. Kekuatan kerajaan Pegu ini tidak sampai disitu bahwa juga pernah menaklukkan Siam da, Laos/Kamboja.


Dalam sejarah kerajaan-kerajaan di berbagai tempat ada perbedaan dan ada persamaan. Di Jawa dan Sumatra terdapat kerajaan baru di pantai yang berhadapan dengan kerajaan lama di pedalaman. Namun kerajaan di pedalaman ini kurang dikenal oleh dunia luar, Yang dikenal baik adalah kerajaan-kerajaan yang berada di pantai.Di Semenanjung Malaya terbentuk kerajaan baru di pantai barat Semenanjung Malaya (Kedah dan Malaka berbeda masa) namun diduga tidak ada kerajaan di pedalaman, tetapi kerajaan di pantai timur Semenanjung Malaya. Di Indochina (termasuk Myanmar) kerajaan-kerajaan yang terbentuk dating dari dua arah, yang terbentuk karena pendatang dari pedalaman (Burma, Siam dan Vietnam) dan yang terbentuk karena juga pendatang dari lautan (Pegu, Kamboja, Khmer, Champa). Di wilayah Myanmar yang sekarang terdapat dua kerajaan yang berhadapan yang dating dari lautan (Pegu) dan yang dating dari pedalaman (Burma).

Pada waktu kehadiran Eropa/Portugis, Kerajaan Siam menaklukkan Malaka (Semenanjung Malaya) yang kemudian diadakan perjanjian antara Portugis di Malaka dan Siam. P0da tahun 1569 raja Siam diakui oleh Tiongkok. Boleh jadi sejak saat ini Siam semakin kuat karena mendapat dukungan dari Tiongok. Siam semakin bersemangat untuk menaklukkan Pegu yang menindasnya (yang juga didukung Kamboja namun berkhianat).


Perang antara Pegu dan Siam berlarut-larut. menjadi berlarut-larut. Siam baru berhasil menaklukkan Pegu pada tahun 1579 dengan penyerahan penuh Pegu kepada kekuasaan Siam. Siam juga sebagai pembalasan atas pengkhianatannya, pangeran Kamboja juga dikalahkan dan ditangkap pada tahun 1583. Sejak itu kerajaan Siam mulai terbuka kepada asing, yang pertama orang asing memasuki wilayah Siam melalui sungai Menan adalah Prancis (para misionaris).

Kerajaan Alompra (tetangga Burma) bangkit dari tidur dan kemudian menjatuhkan musuh turun-temurun Pegu. Kerajaan ini juga ingin menaklukkan Siam pada tahun 1760 naamun gagal. Kerajaan ini kemudian menyerbu Siam lagi pada tahun 1766 dan pada tahun 1767, ibu kota Siani diambil dan dibakar, dan raja yang terluka tewas dalam kobaran api. Siam bangkit kembali dan kemudian memukul mundur orang-orang Burma. Laos dan dengan tegas memukul mundur orang-orang Burma, yang tidak tahan kehilangan Siam. Sebagaimana diketahui akhirnya musuh nyata Burma adalah Inggrsi pada tahun 1840an. Inggris kemudian membangun kota Yangoon di muara sungai Bago.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Peta Kuno Aurea Chersonesus adalah Sumatra dan Malaya: Peradaban Kuno Asia Tenggara

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar