Selasa, 02 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (750): Ceylon, Kepulauan Maladewa dan Geomorfologi; Jalur Kuno Navigasi Pelayaran Perdagangan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam penyelidikan sejarah kuno, nama (pulau) Ceylon (kini negara Sri Lanka) menjadi penting karena para ahli geografi dan kartografi Eropa menduga nama pulau Taprobana era Ptolomeus abad ke-2 adalah pulau Ceylon. Namun ada juga yang menyangkal karena pulau Taprobana itu adalah pulau Sumatra atau pulau Kalimantan. Perdebatan yang berabad-abad itu telah berhasil saya buktikan dua tahun lalu sebagai pulau Kalimantan yang artikelnya dimuat dalam blog ini. Pulau Ceylon pada era Ptolomeus adalah pulau yang tidak dikenal. Boleh jadi wujudnya masih pulau kecil (sangat kecil disbanding masa kini).


Republik Sosialis Demokratis Sri Lanka adalah sebuah negara pulau di sebelah utara Samudera Hindia di pesisir tenggara India. Sri Lanka berbatasan laut dengan India di sebelah barat laut dan dengan Maladewa di barat daya. Hingga tahun 1972, dunia internasional menyebut negara ini Ceylon (bahasa Indonesia: Sailan). Dokumen-dokumen menunjukkan bahwa Sri Lanka memiliki sejarah lebih dari 3000 tahun. Karena lokasi geografis yang sangat strategis, memungkinkan Sri Lanka sebagai salah satu tempat perhentian dari masa Jalur Sutra hingga Perang Dunia II. Sri Lanka merupakan negara yang beragam, dihuni oleh masyarakat yang berbeda akan agama, suku, dan bahasa. Sri Lanka memiliki warisan Buddha yang sangat kaya, yang di mana tulisan Buddha pertama ditulis di negara ini. Sri Lanka telah dilanda konflik etnis selama dua dekade terakhir antara pemerintah dan kelompok minoritas Tamil yang dilakukan oleh Macan Tamil. Sri Lanka adalah sebuah republik. Ibu kotanya, Sri Jayawardenapura Kotte, adalah kota pinggiran dari kota terbesar di Sri Lanka, Kolombo. Pulau ini dikenal dengan nama-nama Lanka, Lankadeepa (bahasa Sanskerta yang berarti "tanah bersinar"), Simoundou, Taprobane (dari bahasa Sanskerta: Tāmaraparnī), Serendib (dari bahasa Sanskerta: Sinhala-dweepa), dan Selan pada zaman kuno. Di bawah penjajahan Britania, pulau ini disebut Ceylon, yang kadang-kadang masih digunakan hingga kini. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi pulau Ceylon dan kepulauan Maladewa? Seperti disebut di atas, pulau Ceylon dan pulau-pulau kecil lainnta (Maladewa) zaman kuno menjadi jalur penting dalam navigasi pelayaran perdagangan dari barat (Eropa/Arab) ke timur (Nusantara/Tiongkok). Lalu bagaimana sejarah geomorfologi pulau Ceylon dan kepulauan Maladewa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Geomorfologi Pulau Ceylon dan Kepulauan Maladewa; Jalur Kuno Navigasi Pelayaran Perdagangan Eropa

Jalur pelayaran kuno hingga ke Nusantara sudah dikenal sejak zaman kuno. Situs piramida Mesir kuno sudah mengenal pembalseman pada kuburan raja-raja. Teknik pembalseman zaman kuno hanya dikenal dengan menggunakan kabur barus (kamper). Kapur baru, kamper hanya ditemukan di nusantara di Tanah Batak. Sementara itu, agama Hindoe/Boedha yang awalnya berkembang di pedalaman India dekat pegunungan Himalaya, melalui sungai Gangga dan sungai Indus menemukan jalan ke pantai/pesisir barat India dan pesisir timur India. Dalam konteks inilah navigasi pelayaran perdagangan semakin berkembang.


Dalam catatan geografi Ptolomeus abad ke-2, disebutkan pelayaran terjauh ke timur ujung bumi di Catigara. Nama tempat ini beberapa ahli menyebut Kamboja. Dalam artikel sebelumnya telah dideskripsikan Catigara ini di Kamboja ada benarnya. Dalam peta-peta geografi Ptolomeus juga ditampilkan semenanjung Aurea Chersonesus dan peta pulau Taprobana. Dalam artikel-artikel sebelumnya semenanjung Aurea Chersonesus ini adalah pulau Sumatra dan semenanjung Malaya sedangkan pulau Taprobana adalah pulau Kalimantan. Dengan kata lain pada abad ke-2 pengetahuan orang Eropa sudaah luas tentang wilayah Nusantara. Masih dalam catatan geografis Prolomeus sejumlah ahli mengitenpretasi bahwa kamper yang disebut sentra produksi di pulau Sumatra bagian utara. Dalam catatan Eropa pada abad ke-5 baru disebutkan secara jelas bahwa kamper diekspor dari Pelabuhan yang disebut Baroesia (para ahli menginterpretasi nama itu adalah Barus, di pantai barat Sumatra di Tanah Batak). Peta Taprobana abad ke-2

Dalam hal ini yang menjadi pertanyaan adalah jika jalur navigasi pelayaran perdagangan kuno sudah mencapai Nusantara, lalu bagaimana situasi dan kondisi pulau Ceylon pada awalnya? Untuk memahami ini, kita tidak cukup hanya mengandalkan pete-peta kuno, tetapi harus dianalisis secara geomorfologi.


Secara geomorfologi pulau Ceylon (kini Sri Lanka) diduga bermula dari suatu pulau kecil yang merupakan pegunungan (garis merah dalam peta geomorfologi). Pulau ini awalnya diduga terbentuk dari pembentukan awal permukaan bumi. Bentuk awal pulau sempit di bagian barat daya dan melebar di bagian timur laut. Seperti tampak dalam peta, kota Kolombo berada di pantai barat pulau (di luar garis merah). Kota Kolombo diduga adalah kota yang sudah sangat  tua di Ceylon. Di zaman kuno, Di bagian pedalaman pulau diduga sudah terdapat penduduk asli. Kota Kolombo sendiri diduga kota yang dibentuk oleh para pendatang yang awalnya dengan membangun pos perdagangan. Kota ini lambat laun menjadi begitu penting karena berada di jalur navigasi pelayaran perdagangan zaman kuno.

Pada mulanya di Eropa ditemukan peta-peta kuno Prolomeus yang berasal dari abad ke-2 di suatu biara kuno, yang lalu kemudian para pelaut dan para ahli kartografi pada abad ke-15 menginterpretasi salah satu peta (peta pulau Taprobana) sebagai pulau Ceylon. Namun anehnya mereka yakin bahwa itu pulau Ceylon, meski sudah jelas di dalam peta diidentifikasi ekuator dengan jelas yang membelah pulau. Anehnya lagi hingga masa ini masih ada yang percaya pulau Taprobana itu adalah Ceylon. Akan tetapi saya berpendapat lain bahwa pulau Taprobana adalah pulau Kalimantan (lihat artikel dalam blog ini).


Dalam membuktikan peta pulau Taprobana sebagai pulau Kalimantan saya berasumsi bahwa garis ekuator dalam peta adalah benar. Lalu kemudian mengidentifikasi semua peta-peta kuno yang berada di sekitar garis khatulistiwa. Awalnya pulau Borneo yang dipetakan pelaut-pelaut Portugis tidak serupa pulau Kalimantan masa ini tetapi juga tidak sama dengan bentuk pulau Taprobana. Namun setelah menganalisis dengan geomorfologis pulau Kalimantan masa ini, terlihat ada pola yang sama dengan pulau Taprobana. Sebagaimana diketahui pulau Kalimantan dilewati garis khatulistiwa di sekitar kota Pontianak. Kesimpulan akhir bahwa pulau Taprobana telah mengalami proses sedimentasi jangka Panjang yang kemudian terbentuk daratan luas sehingga membentuk pulau Kalimantan masa ini. Jadi, jelas pulau Taprobana adalah Kalimantan (bukan pulau Ceylon). Lalu bagaimana dengan pulau Ceylon sendiri?

Seperti disebut di atas, pulau Ceylon awalnya adalah pulau kecil (yang menjadi bagian selatan pulau Sri Lanka yang sekarang). Pulau Ceylon tua ini juga telah mengalami proses sedimentasi jangka Panjang sehingga terbentuk perluasan daratan ke arah utara dan baray mendekati daratan India (sehingga membentuk pulau yang sekarang). Jika kita mundur jauh ke zaman kuno pada era Ptolomeus maka pulau Ceylon hanyalah pulau kecil yang tidak dikenal. Oleh karenanya tidak menjadi penting bagi ahli-ahli kartografi zaman kuno dan tidak terpetakan sejak zaman kuno.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Jalur Kuno Navigasi Pelayaran Perdagangan Eropa: Pulau Ceylon Berbeda Zaman Kuno dengan Sekarang

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar