Senin, 17 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (50): Timah di Bangka dan Belitung; Republik Indonesia Serikat (RIS) vs Negara Kesatuan (NKRI)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Pasca kemerdekaan (republik) Indonesia dan pada masa permulaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), eks residentie Bangka Belitung memiliki keutamaan dalam usaha pertambangan timah. Hal ini karena dua diantara tiga perusahan besar dalam pertambangan timah terdapat di Bangka (Bangka Tin Winning Bedrijft/(BTW) dan di Belitung (Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij Billiton/GMB). Namun semua itu, ada satu fase dimana di wilayah Indonesia Belanda menginisiasi suatu bentuk negara federal pada awal tahun 1950, yakni Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun strategi Belanda tersebut mendapat penentangan dari para Republiken, sehingga RIS dibubarkan dan pada tanggal 17 Agustus 1950 kembali kepada ‘harga mati’ NKRI.


PT TIMAH sebagai Perusahaan Perseroan didirikan tanggal 02 Agustus 1976, dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang pertambangan timah dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 1995. PT TIMAH merupakan produsen dan eksportir logam timah, dan memiliki segmen usaha penambangan timah terintegrasi mulai dari kegiatan eksplorasi, penambangan, pengolahan hingga pemasaran. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi juga bidang pertambangan, perindustrian, perdagangan, pengangkutan dan jasa. Kegiatan utama perusahaan adalah sebagai perusahaan induk yang melakukan kegiatan operasi penambangan timah dan melakukan jasa pemasaran kepada kelompok usaha mereka. Perusahaan memiliki beberapa anak perusahaan yang bergerak dibidang perbengkelan dan galangan kapal, jasa rekayasa teknik, penambangan timah, jasa konsultasi dan penelitian pertambangan serta penambangan non timah. Perusahaan berdomisili di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung dan memiliki wilayah operasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Riau, Kalimantan Selatan, serta Cilegon, Banten. Pada era Hindia Belanda perusahaan tambang timah terdiri dari Bangka Tin Winning Bedrijft (BTW), Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij Billiton (GMB) dan Singkep TIN Exploitatie Maatschappij (SITEM). Pada perioede waktu 1953-1958 perusahaan-perusahaan Belanda tersebut dinasionalisasi ke dalam tiga perusahaan BTW menjadi PN Tambang Timah Bangka, GMB menjadi PN Tambang Timah Belitung dan SITEM menjadi PN Tambang Timah Singkep (https://timah.com/)

Lantas bagaimana sejarah timah dan pertambangan timah di Bangka Belitung pasca berakhirnya kehadiran Belanda di Indonesia? Seperti disebut di atas, ada satu fase dimana terbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), tetapi para Republiken berhasil menumbangkannya, dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lalu bagaimana sejarah timah dan pertambangan timah di Bangka Belitung sendiri seiring dengan berakhirnya kehadiran Belanda di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Timah di Bangka Belitung; Republik Indonesia Serikat (RIS) vs Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Segera setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), atas nama mandat Amerika yang mana sebelumnya Jepang menyatakan takluk pada tanggal 14, Inggris akan menjalankan dua fungsi ke Indonesia yakni evakuasi militer Jepang dan pembebasan interniran Eropa/Belanda. Di Bangka juga ada kamp interniran Eropa/Belanda. Namun masuknya Inggris ke Indonesia cukup alot karena Pemerintah Republik Indonesia harus selektif. Namun dengan dalih untuk dua tujuan dan tidak terkait dengan politik di internal (di wilayah Indonesia), di belakang Inggris, orang-orang Belanda melakukan negosisiasi kepada Inggris yang sambil mempersiapkan diri untuk memasuki wilayah Indonesia (dari basis di Australia). Salah satu wilayah di wilayah Indonesia yang disasar, selain di Jawa dan beberapa kota utama di Sumatra untuk dimasuki, adalah Bangka dan Belitung, Mengapa?


De Volkskrant, 13-09-1945: ‘Sydney, menurut AP kemarin diumumkan bahwa Pemerintah Hindia Belanda di Australia berencana untuk kembali ke Indonesia. Ini akan dilakukan dari dua arah. Bagian barat laut — Sumatera dengan pulau-pulau penting penghasil timah seperti Banka dan Billiton — akan dimasuki dari Colombo, sedangkan bagian timur, Australia akan menduduki kepulauan, dengan Brisbane sebagai zona tempat tinggal utama. Sampai saat ini belum ada pengumuman pasti dari mana pemerintah Belanda akan kembali ke ibukota Batavia, banyak orang Belanda berasumsi bahwa mereka akan datang langsung dari Australia, karena Australia telah menjadi pusat utama aparat administrasi Belanda jauh sebelumnya sejak Maret 1942. Petunjuk lain ke arah timur adalah fakta. bahwa sebagian besar armada udara Belanda, yang terdiri dari delapan puluh pesawat, sekarang terkonsentrasi di Brisbane, siap untuk segera memulai penerbangan skala besar pertama untuk membantu rakyat Indonesia yang telah merdeka’.

Sehubungan dengan akan masuknya Pemerintah Hindia Belanda ke Indonesia, di Belanda perusahaan Billiton Mij mulai merencanakan sebanyak delapan kapal keruk timah untuk membuka kemungkinan penggalian timah lagi di pulau Bangka, Billiton dan Singkep, segera setelah situasi memungkinkan. Enam dari kapal keruk ini akan dibangun di Belanda (lihat De Volkskrant, 26-09-1945). Sementara itu, diberitakan di London bahwa J van den Broek, direktur perusahaan Billiton Mij, telah ditunjuk sebagai Ketua Komite Timah Internasional menggantikan Sir John Campbell, yang baru saja meninggal dunia (lihat Algemeen Handelsblad, 27-09-1945). Amerika Serikat sendiri telah memberikan prioritas bagia perseroan Bill. Mij. akan kembali beroperasi di Bangka, Billiton dan Singapura (lihat Amigoe di Curacao, 02-10-1945).


Situasi menjadi sangat genting di Jawa dan Sumatra. Di satu pihak orang Indonesia telah memiliki pemerintahan sendiri dengan presiden, Ir Soekarno dan tengah mengkonsolidasikan di dalam negeri. Sementara itu orang-orang Belanda sangat berambisi kembali ke Indonesia dengan alasan Sebagian berada wait en see di Australia dan sebagian besar berada di Indonesia sebagai interniran. Tentu saja Belanda di Eropa tidak siap dengan ini, meski bukan itu alasannya, orang-orang Belanda sudah merasa negaranya di Hindia Belanda. Disebutkan di Jawa ada hampir 125 ribu warga negara Eropa yang diinterniran, hampir seluruhnya orang Belanda; 25 ribu tawanan berada di pulau-pulau lainnya. Associated Press 18 Oktober. Melaporkan dari Batavia bahwa 700 tentara Belanda lainnya telah tiba disana, sehingga jumlah total pasukan Belanda di Jawa menjadi 5000 orang (lihat Bredasche courant, 22-10-1945).

Saat mana orang Belanda kembali di Bangka dan Belitung, berbeda dengan di Jawa. Disebutkan di Belitung pasukan Belanda yang mendarat di Billiton disambut oleh penduduk dengan sorak sorai dan bendera Belanda. serta musik. MS Tromp yang membawa dalam perjalanan ke Billiton (lihat Bredasche courant, 22-10-1945). Sementara itu di wilayah tetangga, pasukan Australia, yang juga termasuk pasukan Hindia Belanda, menduduki Kalimantan Barat pada tanggal 16 Oktober. Bendera Belanda dikibarkan di Pontianak (lihat Aaltensche courant, 26-10-1945). Juga disebutkan kapal penjelajah "Tromp" telah menurunkan pasukan di Billiton.


Sultan baru telah dilantik di Pontianak, Alkadri, yang adalah seorang letnan kolonel di tentara Belanda dan diinternir di Bandung selama pendudukan Jepang. Di Ambon dan Timor kekuasaan Belanda dipulihkan tanpa kesulitan. Disebutkan pembunuhan Jenderal Mallaby tidak disengaja, tetapi saat meninggalkan markasnya dia terkena peluru nyasar. Sekarang Mr Amir Sjarifoeddin Harahap, Menteri Penerangan Republik merangkap Menteri Keamanan Rakyat telah berangkat ke Surabaya untuk menyelidiki penyebab kematian Jenderal Mallaby (lihat Algemeen Handelsblad, 01-11-1945).

Bagaimana Billiton jatuh ke tangan orang Belanda disarikan oleh surat kabar baru yang terbit di Batavia (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 08-11-1945). Disebutkan Kapten F Stam DSO Angkatan Laut Kerajaan Belanda, komandan kapal penjelajah ringan HM "Tromp" melaporkan bahwa penyerahan Billiton terjadi ketika komandan pasukan Jepang di Billiton Yamaguchi Yashiro menyerah tanpa syarat di atas kapal "Tromp" pada hari Minggu 21 Oktober. "Tromp" tiba di Billiton pada hari yang sama. Sebuah divisi pendaratan di bawah komando Letnan Schotel dari Angkatan Laut Kerajaan Belanda mendarat tanpa menemui perlawanani, dia diterima oleh Yashiro.


Lebih lanjut disebutkan bahwa divisi pendaratan menduduki kantor telepon, stasiun radio dan kantor polisi. Ada kegembiraan besar di antara orang-orang Cina yang bekerja sama. Penduduk Indonesia tetap bergeming dan tidak menghalangi. Tandjong Pandan penuh dengan bendera Cina ada permintaan besar untuk bendera Belanda. Prahu Indonesia dan Cina yang sebelumnya diwajibkan membawa bendera merah putih meminta bendera Belanda dibuatkan bendera biru. Pada hari Senin, 22 Oktober, Polisi resmi nasionalis secara resmi menyerahkan administrasi Billiton kepada komandan NICA, Mayor Sextor, Para direktur dan staf Billiton Mij. dan detasemen medis Rapwi, yang datang dengan "Tromp," masuk ke darat. Komandan dari NICA dan detasemen pendaratan "Tromp" tiba di Manggar, pusat utama industri timah, dimana semuanya berada diam. Pemerintah Indonesia digulingkan. Semua orang Jepang di pulau itu dilucuti senjatanya dan diberi tugas. Orang Indonesia dan Cina senang melihat para penindas mereka sekarang bekerja keras untuk membersihkan tanah. Pada hari Kamis, 23 Oktober, komandan "Tromp" masuk ke darat untuk kunjungan resmi ke Mayor Sextor dari NICA dan kapten Cina serta rnam puluh orang Cina dan Indonesia berkunjung ke "Tromp". Para direktur Billiton Mij. melaporkan bahwa semua pekerja Cina dan banyak pekerja Indonesia kembali dan diam-diam pergi bekerja. Orang Indonesia lainnya tidak begitu tertarik, tetapi tidak ada halangan. Ternyata, Jepang tidak menghancurkan properti tambang, tetapi mereka menyebarkannya ke seluruh pulau. Peti ditemukan di hutan yang benar-benar ditumbuhi rumput liar. Dua kapal keruk timah terbesar telah ditemukan utuh di Banka. Banyak ton timah siap dikirim. Mesin dalam kondisi cukup baik. Produksi dapat dilanjutkan pada bulan November. Pada hari Sabtu, 27 Oktober, kapten Cina menawarkan makanan Cina kepada komandan dan perwira "Tromp", kru pergi ke darat untuk berenang dan bermain sepak bola, dan kemudian nasi goreng ditawarkan di klub. Kapal "Tromp" berangkat dari Tandjong-Priok ke Billiton tanggal 20 Oktober.

Dalam perkembangannya diketahui bahwa pasukan Ambon akan memperkuat NICA diantaranya di Bangka dan Belitung (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia10-12-1945). Disebutkan pasukan Ambonne bahwa keputusan telah dibuat tentang pedoman umum sehubungan dengan pasukan Ambonne. Sebagian akan dipindahkan ke Ambon, sebagian lagi akan ditugaskan ke Sabang, Bangka dan Billiton. Dua grup yang berada di Batavia akan dikonsentrasikan di luar batas kota, masing-masing digunakan untuk menjaga kamp perempuan Ambonne di tengah Batavia.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Republik Indonesia Serikat (RIS) vs Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI): Wilayah Administratif Sumatra, Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung

Agresi Militer Belanda II terjadi pada tanggal 19 Desember 1948, dimana di Jogyakarta, ibu kota Republik Indonesia, para pemimpin Indonesia menyerah. Sebelumnya Jenderal Soedirman meminta agar pemimpin Indonesia ikut mengungsi ke pedalaman. Namun permintaan itu tidak diindahkan. Jenderal Soedirman tampaknya kecewa.


Sebelum Jenderal Soediman berangkat ke luar kota untuk bergerilya, sebelum pasukan Belanda memasuki kota sempat mengumumkan di radio Jogja bahwa komando dipindahkan ke Sumatra di bawah pimpinan Kolonel Hidayat. Setelah itu, Jenderal Soedirman yang tengah sakit dengan pasukannnya berangkat menuju tenggara di Poerworedjo. Sementara itu di luar kota Jogjakarta, pasukan Siliwangi di bawah komando Majoor Jenderal Abdoel Haris Nasoetion kembali ke Jawa Barat untuk berjuang. Pasukan ini berangkat pada tanggal 20 Desember 1948 dan Kolonel TB Simatoepang dengan pasukannya berangkat ke Jawa Tengah di Banaran. 

Pasukan NICA akhirnya menangkap Soekarno dan Mohammad Hatta dan para pemimpin lainnya. Pada tanggal 22 Desember Mohamad Hatta dan beberapa pemimpin diasingkan ke Bangka di Muntok. Sementara Soekarno dan beberapa pemimpin diasingkan ke Sumatra Utara. Lalu dalam perkembangannya, Van Royen mengumumkan bahwa para pemimpin Republik Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Agus Salim telah dibebaskan, tetapi — ia menambahkan — karena keselamatan publik dapat terancam jika gerakan mereka akan meluas ke seluruh Indonesia, itu terbatas hanya di pulau Banka untuk saat ini (lihat Nieuwe courant, 08-01-1949). Lebih lanjut disebutkan di Bangka, bagaimanapun, mereka menikmati kebebasan penuh dan keluarga mereka dapat bergabung dengan mereka.


Soekarno, Salim dan Sjahrir belum ke Bangka, ingin tinggal di Parapat. Delegasi Belanda memberitahu Commissie voor Goede Diensten bahwa memang bermaksud untuk memindahkan Soekarno, Agus Salim dan Sjahrir ke Bangka, tetapi orang-orang ini menyatakan bahwa mereka lebih suka tempat tinggal mereka sekarang di Parapat di Danau Toba di sebuah vila pribadi wali negara Sumatera Timur, Dr. Mansur (lihat Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 11-01-1949). Juru bicara juga mengatakan bahwa Soekarno, Sjahrir dan Salim tinggal di Brastagi sampai 31 Desember dan kemudian dibawa ke Parapat. Mohamad Hatta dkk di Bangka ditempatkan di sebuah vila perusahaan timah.

Sehubungan dengan pembicaraan lebih lanjut diantara para pemimpin Indonesia, disebutkan bahwa Soekarno akan melakukan perjalanan dengan pesawat Belanda dari Parapat ke Bangka besok untuk berkonsultasi dengan Hatta tentang surat pertemuan Konsultasi Federal, sementara beberapa pengurus BFO dan Partai Republik juga akan terbang ke Bangka (lihat Arnhemsche courant, 05-02-1949). Surat kabar De West: nieuwsblad uit en voor Suriname, 09-02-1949 melaporkan: Batavia 9 Februari Soekarno hari Sabtu tiba di Bangka dari Parapat.

 

Perundingan Roem Royen (17 April 1949-7 Mei 1949) di Djakarta menandai proses untuk lebih lanjut ke perundingan KMB. Sehubungan dengan itu, para pemimpin Republik Indonesia dikembalikan ke Jogjakarta dan pasukan Belanda harus meninggalkan kota. Namun dalam urusan ini, Sultan Jogja sebagai kepada daerah (dan juga mantan Menteri) serba bingung. Direncanakan para pemimpin RI akan datang setelah pasukan Belanda meninggalkan kota. Bagaimana resikonya jika tidak ada komandan pasukan RI jika pasukan Belanda meninggalkan kota (bisa saja chaos). Sementara Jenderal Soedirman dan Kolonel TB Simatoepang berada jauh di pedalaman di gunung-gunung bergerilya. Melalui ajudannya Kapten Karim Loebis diumumkan via radio, namun tidak ada hasil. Lalu sejumlah utusan dikirim ke kantong-kantorng gerilya dan menemtukan markas Kolonel TB Simatoepang di Bandaran. Sultan Jogja lega. Kolonel TB Simatoepang tiba beberapa hari sebelum pasukan Belanda evakuasi pada tanggal 29 Juni. Kolonel TB Simatupang adalah Republiken pertama yang kembali ke Jogjakarta. Sebelumnya, Pemerintah Belanda/NICA sempat meminta gencatan senjata dan jaminan kepada Kolonel TB Simatupang saat mereka evakuasi. Namun militer Belanda tak menyangka mendapatkan jawaban yang mengejutkan. Simatupang menjawab diplomatis: ‘Akan sulit untuk mengakhiri gerilya dan meminta jaminan’ (lihat Algemeen Handelsblad, 04-07-1949). Boleh jadi Soeltan Hamengkoeboewono yang mendengar permintaan itu tersenyum. Tentu saja Soeltan lega setelah militer Belanda evakuasi dari Jogjakarta. Sejak serangan ke Jogjakarta 19 Desember 1948 Soeltan Hamengkoeboewono yang diawasi sebagai tahanan rumah kini 100 persen bebas. Sementara Simatupang memberi jawaban seperti itu boleh jadi diartikan ‘pergi kalian ke Belanda dan jangan kembali kesini’. Foto: Natsir, Soeltan, Simatupang menunggu para pemimpin RI (Nieuwe courant, 06-07-1949) 

Setelah kota Jogjakarta siap untuk menerima kehadiran (kembali) pemimpin RI, pada tanggal 6 Juli 1949. Di lapangan terbang Maguwo, dari Bangka Soekarno dan rombongan disambut oleh Mohamad Hatta dan Kolonel TB Simatoepang. Lantas dimana Jenderal Soedirman? Masih bergerilya di pedalaman di selatan Kediri. Namun beberapa hari kemudian dilaporkan bahwa Jenderal Soedirman tengah bergerak menuju ibu kota di Jogjakarta.


Saat Jenderal Soedirman dan pasukannya mendekati kota Jogjakarta disebut, Jenderal Soedirman tidak ingin menemui para pemimpin Indonesia yang sudah beberapa hari berada di Jogjakarta. Jenderal Soedirman dan pasukannya hanya ingin berkemah di luar kota. Satu-satunya pihak yang berkompeten menemui Jenderal Soedirman di luar kota adalah Kolonel TB Simatoepang. Seperti disebut di atas, apakah Jenderal Soedirman masih kecewa dengan para pemimpin Indonesia?

Sejak Pemerintah Republik Indonesia kembali ke ibu kota RI di Jogjakarta, persiapan ke Konferensi Meja Bundar (KMB) terus dimatangkan. Konfeerensi akan diadakan di Den Haag, yang mana mewakili Republik Indonesia dipimpin oleh Mohamad Hatta (Perdana Menteri RI yang telah dipulihkan). Soekarno, Sultan Jogja dan Kolonel TB Simatoepang tetap berada di Jogjakarta. Jenderal Soedirman kesehatannya belum membaik sepulang bergerilya yang terus dirawat dokter pribadinya Dr Letnan Kolonel W Hoetagaloeng.


Kesepakatan yang dicapai dalam KMB, Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dalam bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS), artinya wilayah Republik Indonesia dan negara-negara federal dan negara-negara otonom. Dalam hal ini, wilayah Bangka Belitung memilih sebagai wilayah otonom (antara wilayah Republik Indonesa dan wilayah federal). Keputusan yang diperjanjikan di dalam keputusan KMB berlaku setelah tanggal 27 Desember 1949. Sudah barang tentu, banyak para Republiken yang mencak-mencak karena konsep negara yang diputuskan adalah RIS, bukan NKRI. Dalam hal ini ibu kota RIS ditetapkan di Djakarta dan ibu kota RI di Jogjakarta. Pada detik-detik terakhir sebelum keputusan KMB dibuat, Sultan Jogja mengutus ajudan pribadinya Kapten Karim Loebis untuk menemui Mohamad Hatta.

Sementara Mohamad Hatta dan delegasi RI (tentu saja delegasi negara-negara federal dan negara-negara otonom) di Belanda, acara serah terima kedaulatan dari Ratu Belanda kepada Mohamad Hatta (RIS), yang diselenggarakan di Amsterdam, juga terjadi serah terima di berbagai wilayah di Indonesia. Di Djakarta serah terima dari Mt Lovin (pejabat tertinggi Belanda di Indonesia) kepada perwakilan Indonesia yakni Sultan Jogjakarta dan Kolonel TB Simatoepang. Di wilayah Jawa Barat antara panglima tertinggi Belanda di Indonesia kepada Majoor Generaal Abdoel Haris Nasoetion. Ir Soekarno yang akan menjadi Presiden RIS masih tetap wait en see di Jogjakarta. Jenderal Soedirman terus dalam perawatan.


Setelah serah terima kedaulatan Indonesia (RIS) di Jakarta, keesokan harinya, Presiden Soekarno berangkat ke Djakarta yang disambut oleh Sultan Jogjakarta dan Kolonel TB Simatoepang.  Dalam susunan kabinet RIS sebelumnya, Perdana Menteri adalah Mohamad Hatta dan sebagai Menteri Pertahanan adalah Sultan Jogja Hamengkoeboewono IX. Saat Presiden Soekarno, mengingat Jenderal Soedirman yang masih sakit, mengangkat dua tokoh gerilya dalam perang kemerdekaan sebagai pemimpin tertinggi di jajaran pertahanan dan keamanan. TB Simatoepang sebagai Panglima sebagai Kepala Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) dan Abdoel Haris Nasoetion sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD).

Dalam situasi dan kondisi ini, negara yang berbentuk RIS (sebagaimana hasil KMB, yang kedaulatannya diakui Kerajan Belanda), pejabat-pejabat Belanda masih berada dimana-mana seperti di cabinet (kementerian) dan di wilayah (karena masih banyak perusahaan-perusahaan Belanda seperti di Bangka dan Belitung). Hanya di jajaran militer (pertahanan dan keamanan) yang semuanya murni orang Indonesia. Tentu saja di lingkaran Soekarno (yang terbilang anti Belanda) di istana tidak ada orang-orang Belanda. Catatan: Jenderal Soedirman meninggal dunia tanggal 29 Januari 1950


Para Republiken di ibu kota RI di Jogjakarta, yang dipimpin oleh Wakil Pernana Menteri RI, Abdoel Hakim Harahap mulai melancarkan Gerakan, yang mana bentuk negara Indonesia tidak sesuai sebagai negara federasi, tetapi lebih sesuai negara kesatuan. Seiring dengan adanya kegelisahan di negara-negara federal (seperti di Negara Jawa Timur, Negara Pasoendan dan Negara Sumatra Timur). Mulai terjadi kontak intens antara para Republiken di Medan yang dipimpin oleh Ketua Front Medan Dr Djabangoen Harahap dengan Wakil Perdana Menteri di Jogjakarta. Mohomad Hatta sendiri lebih memilih RIS sehingga menolak usulan dari Republiken di Sumatra Timur. Namun akhirnya, dengan sinyal dari Presiden Soekarno, diputuskan di Negara Sumatra Timur diadakan referendum untuk memilih RIS atau NKRI. Hasilnya para Republiken menang. Lalu Negara Sumatra Timur dibubarkan. Melihat perkembangan di Sumatra Timur, negara-negara federal di Jawa lambat laut membubarkan diri sendiri. Tepat pada tanggal 17 Agustus pada saat pidato kenegaraan Presiden Soekarno mengumumkan RIS dibubarkan. Lalu keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1950 diproklamasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tamat RIS, NKRI eksis Kembali.

Oleh karena wilayah Bangka dan Belitung adalah wilayah otonom, maka dengan mudah bergeser dari cara pandang RIS ke NKRI. Tanggal 19 Agustus dalam hal ini dapat dikatakan sebagai hari lahir (kembali) NKRI setelah sempat babak belur dihantam orang-orang Belanda yang didukung para pro negara federal (1946-1950). Namun perjuangan para Republiken belum selesai hanya soal NKRI. Perjuangan untuk nasionalisasi (mengentaskan Belanda sepenuhnya) terus bergulir, termasuk yang menjadi sasaran perusahaan-perusahaan Belanda dalam bidang pertambangan timah seperti di Bangka dan Belitung.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar