Jumat, 28 Oktober 2022

Sejarah Lampung (21): Sejarah Pendidikan di Lampung, Sejak Kapan? Awal Pendidikan Buku Sejarah Pendidikan Daerah Lampung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Pendidikan adalah bagian dari sejarah. Sejarah pendidikan haruslah mendapatkan perhatian. Namun dalam narasi masa kini, termasuk sejarah daerah, sejarah Pendidikan kurang mendapat perhatian. Padahal pendidikan adalah faktor penting dalam mencerdaskan bangsa, dan dengan kecerdasan itu pula bangsa Indonesia berjuang untuk kemerdekaan. Dalam hal ini tentu sudah ada yang menulis sejarah pendidikan di Lampung dengan buku berjudul Sejarah Pendididkan Daerah Lampung.


Buku ini memuat uraian tentang pertumbuhan pendidikan di Lampung, mulai dari pendidikan tradisional, pendidikan Barat abad ke-19, pendidikan fonnal abad ke-20 sampai pendidikan zaman Jepang dan Indonesia pada masa kemerdekaan. Buku tersebut ditulis oleh Husin Sayuti, Bukri Soepangat, dan Amir Syarifuddin yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Jakarta 1982. Buku ini membahas mengenai sejarah pendidikan yang ada di daerah Lampung. Pembahasan pertama diawali dengan mengulas latar belakang budaya masyarakat; perkembangan pendidikan secara garis besar; pendidikan tradisional, pengaruh agama Hindu dan agama Budha, pengaruh agama Islam; Pendidikan barat. Pembahasan dalam buku ini ditutup dengan mengulas pendidikan pada abad ke-20: pendidikan pemerintahan Hindia Belanda, pendidikan pergerakan nasional, pendidikan zaman Jepang dan Indonesia Merdeka.

Lantas bagaimana sejarah sejarah pendidikan di Lampung, sejak kapan? Seperti disebut di atas, narasi sejarah pendidikan di Lampung sudah ditulis dan diterbitkan oleh pemerintah. Dalam hal ini bagaimana awal pendidikan di Lampung adalh satu hal dan buku Sejarah Pendidikan Daerah Lampung yang diterbitkan pemerintah adalah hal lain lagi. Lalu bagaimana sejarah sejarah pendidikan di Lampung, sejak kapan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sejarah Pendidikan di Lampung, Sejak Kapan? Awal Pendidikan dan Buku Sejarah Pendidikan Daerah Lampung

Dalam buku ‘Sejarah Pendidikan Daerah Lampung’ tidak terinformasikan kapan sekolah diadakan pertama kali Lampung. Hanya disebutkan sebagai berikut: ‘Di Lampung, sebagai suatu keresidenan maka didirikan juga sekolah-sekolah dasar. Sampai Perang Dunia III di Lampung tidak ada sekolah yang setaraf sekolah lanjutan. Yang ada hanyalah sekolah dasar saja. Pada permulaan abad ke-20, mulailah didirikan sekolah-sekolah. Untuk pertama kali dalam sejarah pendidikan di Lampung didirikan Sekolah Angka Satu (7 tahun) pada dua tempat, yaitu di Tanjungkarang dan Menggala di sekitar tahun 1902. Ada juga data yang mengungkapkan barulah pad a tahun 1910 sekolah tersebut baru didirikan di dua tempat tersebut.


Sekolah Angka Dua (5 tahun) terdapat 16 buah yang terletak pada tiap onderAfdeling yang paling rendah, yaitu Sekolah Desa (3 tahun) terdapat pada tiap distrik pada waktu itu sebanyak 114 buah masing-masing di Onder-Afdeling Telukbetug: 29 buah; Onder-Afdeling Kotaagung: 14 buah; Onder-Afdeling Kotabumi: 34 buah; Onder-Afdeling Sukadana: 21 buah; Onder-Afdeling Menggala: 16 buah.

Dalam buku ‘Sejarah Pendidikan Daerah Lampung’ juga disebutkan ELS atau Europesche Lagera School di Larnpung dapat dikatakan tidak ada. Anak-anak pejabat Belanda dimasukkan ke Sekolah Kelas Satu yang ada di Tanjungkarang. Demikian pula HCS (Hollands Chinese School) tidak ada. Mengenai HIS (Hollandsch Inlandsche School), sebagaimana disebutkan di atas terdapat pada dua tempat yaitu di Menggala dan Tanjungkarang.


Sekolah-sekolah lain yang sejenis dan setingkat sekolah dasar dapat dikatakan tidak ada. Shcakelschool juga tidak ada. Sejak dibangun sekolah setingkat sekolah dasar pada tahun 1901 maka mulailah pendidikan sekolah modem berkembang di daerah Lampung. Untuk permulaan sekolah desa dibangun di Kalianda, Kotaagung, Telukbetung, Terbanggi, Kotabumi, Menggala dan Sukadana kemudian menyebar ke seluruh desa-desa di Lampung. Bagi penduduk Lampung setelah menamatkan sekolah dasar untuk melanjutkan harus pergi ke Jawa atau Palembang atau ke Sumatera Barat. Sampai tahun 1946 tidak ada pendidikan tingkat sekolah lanjutan bagi daerah Lampung.

Begitulah disebutkan sejarah pendidikan di Lampung di dalam buku ‘Sejarah Pendidikan Daerah Lampung’. Namun faktanya, paling tidak tahun 1872 sudah ada sekolah pribumi, namun hanya baru terbatas di ibu kota (residentie District Lampong) di Telok-Betong (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-06-1872). Sebagaimana diketahui ibu kota district Lampong sejak 1857 telah dipindahkan dari Tarabangi (kini Terbanggi Besar) ke Telok Betoeng.


Sekolah-sekolah pemerintah untuk pribumi pada tahun 1851 sudah cukup berkembang di (wilayah) Jawa (berbagai residentie) dan beberapa residentie di luar Jawa. Pada tahun 1851 di Soeracarta didirikan sekiolah guru pribumi (kweekschool) dan sekolah kedokteran pribumi (docter djawa school) di Batavia (kapasitas 10 siswa). Siswa-siswa yang diterima di dua sekolah lanjutan itu adalah lulusan sekolah dasar. Pada tahun 1854 dua siswa asal Afdeeeling Angkola Mandailing (residentie) Tapanoeli diterima di Docter Djawa School. Dua siswa tersebut merupakan siswa pertama yang diterima yang berasal dari luar Jawa. Pada tahun 1856 sekolah guru (kweekschool) kedua didirikan di Fort de Kock. Pada tahun 1856 dua siswa berikutnya diterima di Docter Djawa School dari Afdeeling Angkola Mandailing. Pada tahun 1857 Sati Nasoetion alias Willem Iskandar berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi di bidang keguruan. Willem Iskander lulus di Haarlem tahun 1860. Pada tahun 1861 Willem Iskander kembali ke tanah air dan pada tahun 1862 Willem Iskander mendirikan sekolah guru (kweekschool) di kampong di Tanobato (onderafdeeling Mandailing). Sekolah guru Kweekschool Tanobato menjadi sekolah guru ketiga di Hindia Belanda. Pada tahun 1866 menyusul dibuka sekolah guru keempat di Bandoeng.

Pada tahun 1872 sekolah guru (kweekschool) di Tanobato, Afd Angkola Mandailing ditutup (setelah 10 tahun terselenggara). Hal ini disebutkan karena gurunya Willem Iskander akan melanjutkan studi keguruan (lagi) ke Belanda. Willem Iskander akan membawa tiga guru muda potensial untuk studi keguruan ke Belanda, yakni Raden Soerono dari Soeracarta, Raden Adi Sasmita dari Bandoeng dan Barnas Lubis dari Tapanoeli. Keempatnya dibiayai dengan beasiswa dari pemerintah. Willem Iskander diproyeksikan akan menjadi direktur sekolah guru (kweekschool) di Padang Sidempoean yang akan dibuka tahun 1879. Keempat guru senior dan guru junior tersebut berangkat dari Batavia pada bulan Mei 1874.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Awal Pendidikan dan Buku Sejarah Pendidikan Daerah Lampung: Menulis Ulang Sejarah Pendidikan di Lampung

Pada tahun 1903 di Lampong didirikan sekolah dasar Eropa (Europeesch Lager School). Sekolah yang didirikan di Telok Betoeng, ibu kota (Residentie) District Lampoeng akan dipimpin oleh guru J van Loo (lihat Het vaderland, 28-10-1903). Dengan adanya ELS di Telok Betoeng dimungkinan anak-anak pribumi mendapatkan pendidikan kualitas (setara) Eropa.


Sejak akhir tahun 1880an sekolah ELS dapat dimasuki oleh anak-anak pribumi dengan kuota tertentu. Anak-anak pribumi lulusan ELS tidak hanya dimungkinkan untuk melanjutkan studi ke sekolah menengah HBS, juga lebih diprioritas untuk diterima di sekolah Docter Djawa School serta lebih dimungkinkan bersaing dengan anak-anak Eropa/Belanda untuk diterima sebagai PNS di pemerintahan. Dua siswa lulusan ELS Padang Sidempoean diterima di Docter Djawa School pada tahun 1895. Kedua siswa tersebut yakni Mohamad Hamzah Harahap dan Haroen Al Rasjid Nasoetion lulus dengan gelar dokter pada tahun 1902. Pada tahun 1903 Mohamad Hamzah Harahap ditempatkan sebagai dokter pribumi pertama di Lampong (Telok Betoeng) dan Haroen Al Rasjid Nasoetion ditempatkan di Sibolga (Tapanoeli). Pada tahun 1911 Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion menggantikan posisi yang ditinggalkan Mohamad Hamzah di Telok Betoeng karena dipindahkan di Sumatra Timur. Beberapa siswa pribumi lulusan ELS melanjutkan studi ke HBS (5 tahun). Lulusan HBS dapat melanjutkan studi ke Universitas di Belanda (universitas hanya ada di Belanda). Pada tahun 1896 Raden Kartono lulusan HBS Semarang melanjutkan ke Belanda di Universitiet te Delft. Raden Kartono mahasiswa pribumi pertama adalah abang dari RA Kartini. Mahasiswa kedua di Belanda adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (sepupu Dr Mohamad Hamzah Harahap di Lampong).

Pada tahun 1914 di sejumlah kota didirikan sekolah pribumi berbahasa Belanda HIS (Hollandsch Inlandsche School). Sekolah ini dimungkinkan anak-anak Eropa/Belanda untuk diterima (jika tidak terdapat ELS). Lulusan HIS dapat melanjutkan studi ke sekolah lanjutan yang akan didirikan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Lulusan MULO (HBS 3 tahun) dapat diterima di sekolah HBS (5 tahun) dan sekolah lanjutan yang akan didirikan AMS (Algemeene Middelbare School) seperti di Jogjakarta (1919). Sebagaimana sekolah HBS (5 tahun), lulusan AMS juga dapat melanjutkan studi ke Universitas di Belanda.


Pada tahun 1918 di Teloek Betoeng, salah satu siswa yang lulus dari ELS Teloek Betoeng adalah Ida Loemongga Nasoetion, putri dari dokter terkenal di Lampong Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion. Ida Loemongga kemudian melanjutkan studi sekolah menengah HBS di Batavia (Prins Hendrik School). Ida Loemongga lulus HBS 5 tahun di PHS (jurusan IPA) tahun 1922 (akselerasi) dan kemudian melanjutkan studi di Univestiet Utrecht di bidang kedokteran. Ida Loemongga lulus tahun 1927 dan kemudian melanjutkan ke tingkat doctoral di Universiteit Amsterdam bidang kedokteran. Ida Lomongga meraih gelar doctor (Ph.D) tahun 1931 (perempuan pribumi pertama meraih gelar doctor/Ph.D). Pada tahun ini adiknya Gele Haroen diterima di fakultas hukum di Universiteit te Leiden. Gele Haroen lulus dari AMS Bandoeng. Mr Gele Haroen kelak menjadi Residen Lampoeng.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar