Jumat, 28 Oktober 2022

Sejarah Lampung (20): Sejarah Kesehatan di Lampung; Dr Mohamad Hamzah Harahap hingga Nama Rumah Sakit Abdul Moeloek


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Status kesehatan penduduk, termasuk di (district) Lampung sangat tergantung dari kehadiran dokter-dokter. Namun siapa Dr Mohamad Hamzah Harahap dalam narasi sejarah Kesehatan di Lampung, tampaknya tidak ada. Faktanya, Dr Mohamad Hamzah Harahap terbilang sebagai dokter pribumi pada era pertama di (residentie) Lampung, sejak 1902. Dalam narasi sejarah kesehatan di Lampung nama-nama yang dicatat antara lain adalah Dr. Dam Stoh dan Dr Abdul Moeloek. Nama Abdul Moeloek kini ditabalkan menjadi nama rumah sakit umunm di Kota Bandar Lampung.  


Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H. Abdul Moeloek (RSUD Dr H Abdul Moeloek) adalah rumah sakit pendidikan di Bandar Lampung Rumah sakit ini kini menjadi rujukan tertinggi untuk semua rumah sakit di Provinsi Lampung. Rumah sakit didirikan tahun 1914 sebagai rumah sakit perkebunan era Pemerintah Hindia Belanda dengan berkapasitas 100 tempat tidur. Sejak tahun 1942 digunakan untuk merawat tentara Jepang dan 1945 s.d 1950 sebagai RSU, dikelola oleh Pemerintah Pusat RI. Sejak 1965 s.d sekarang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Lampung. Sejak tahun 1984 nama rumah sakit ini berganti menjadi Rumah Sakit Dr. H. Abdul Moeloek. Sejak berdiri sampai sekarang rumah sakit ini tujuh belas kali pergantian direktur, mulai dari Dr. Dam Stoh sebagai direktur pertama pada tahun 1929 sampai dengan sekarang. Nama Abdul Moeloek diabadikan karena dia adalah direktur ke-5 rumah sakit (1942-1957) (https://rsudam.lampungprov.go.id/pages/). Sementara itu Dinas Kesehatan pada tahun 1957 masih berbentuk kantor keresidenan (DOKARES) dan tahun 1958 dibentuk kantor Pengawasan Jawatan Kesehatan Rakyat/Impek Kesehatan (INKES). Pada tanggal 29 Oktober 1970 Prof. GA Siswabesi selaku Menteri Kesehatan melantik dr. R. Sutrisno menjadi pengawas kepala. Sejak 1996 Kepemimpinana Dinas Kesehatan Provinsi telah terpisah dari Kanwil Departemen Kesehatan Provinsi Lampung (https://dinkes.lampungprov.go.id)

Lantas bagaimana sejarah sejarah kesehatan di Lampung? Seperti disebut di atas, salah satu dokter pribimu yang pernah bertugas di (residentie) Lampoeng pada era pertama adalah Dr Mohamad Hamzah Harahap. Dokter lain yang pernah bertugas di keresidenan Lampung antara lain Dr Abdul Moeloek yang kini namanya ditabalkan sebagai nama RSUD di Kota Bandar Lampung. Lalu bagaimana sejarah sejarah kesehatan di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.Bataviaasch nieuwsblad, 24-11-1902

Sejarah Kesehatan di Lampung; Dr Mohamad Hamzah Harahap hingga Rumah Sakit Abdul Moeloek

Pada tahun 1902 di sekolah kedokteran di Batavaa Docter Djawa School dua lulus menjadi dokter Dr Mohamad Hamzah Harahap dan Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion. Keduanya ditempatkan di Sumatra, Dr Mohamad Hamzah Harahap ditempatkan di Telok Betoeng, sedangkan Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion ditempatkan di Padang. Dengan kapal ss Riemsdijk kedua dokter mud aini berangkat dari pelabuhan Tandjoeng Priok, Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 02-01-1903). Dr Mohamad Hamzah Harahap turun di Telok Betoeng dan Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion turun di Padang. Dr Mohamad Hamzah Harahap adalah dokter pribumi pertama di Lampong.


Keberadaan dokter pertama kali di Lampoeng dilaporkan oleh G Zollinger (1846). Dokter Belanda tersebut ditempatkanm di Tarabangi untuk membantu pejabat Pemerintah Hindia Belanda dan militer yang berada di benteng. Cabang pemerintahan di Lampoeng dimulai tahun 1836 dengan ibu kota di Tarabangi (kini Terbanggi Besar). Seiring dengan ekskalasi politik di selatan Lampong tahun 1856, garnisiun militer dibangun di Telok Betoeng. Dokter Belanda ditempatkan di garnisun. Pada tahun-tahun ini ibu kota district Lampoeng direlokasi dari Tarabangi ke Telok Betoeng.

Setelah sekian dasawarsa situasi dan kondisi di residentie District Lampong kondusif, mulai didatangkan dokter pribumi. Seperti disebut di atas, dokter pribumi pertama tersebut adalah Dr Mohamad Hamzah Harahap pada tahun 1903. Namun tidak lama kemudian Dr Mohamad Hamzah Harahap dipindahkan ke Pariaman (De locomotief, 16-06-1903). Di Pariaman tidak lama, dan Kembali ke Telok Betoeng. Pada bulan Januari 1904 Dr Mohamad Hamzah dari Telok Betoeng dipindahkan ke Kroei (lihat Soerabaijasch handelsblad, 25-01-1904).


Dr Mohamad Hamzah Harahap ditempatkan ke Pariaman hanya untuk sementara waktu, boleh jadi untuk menggantikan dokter tertentu untuk sementara. Basis dokter Mohamad Hamzah tampaknya di wilayah selatan pulau Sumatra antara Telok Betoeng dan Kroei. Sebagaimana diketahui Kroei adalah salah satu district di Reisdentie Bengkoelen yang populasinya adalah orang Lampong (kini Krui masuk wilayah provinsi Lampung). Dalam perkembangannya wilayah kerja Dr Mohamad Hamzah Harahap semakin diperluas, selain Residentie Lampong juga residentie Bengkoelen. Terakhir Dr Mohamad Hamzah Harahap ditempatkan di Selolong.

Pada tahun 1909 Dr Mohamad Hamzah Harahap dipindahkan dari Bengkoelen (Selolong) ke Sibolga di Residentie Tapanoeli (lihat Sumatra-bode, 21-10-1909). Dr Mohamad Hamzah Harahap di Sibolga akan dengan mudah pulang kampong di Padang Sidempoean. Sepupu Dr Mohamad Hamzah Harahap yakni Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pada tahun-tahun ini studi di Belanda.


Sebagaimana diketahui pada tahun 1908 Soetan Casajangan di Belanda (Leiden) menginisiasi pembentukan organisasi mahasiswa pribumi yang disebut Indische Vereeninging yang juga bertindak sebagai ketua pertama. Pada tahun 1911 Soetan Casajangan lulus sarjana pendidikan di Belanda (dan baru kembali ke tanah air tahun 1913). Pada tahun 1914 Soetan Casajangan ditempatkan di Fort de Kock sebagai direktur sekolah guru (kweekschool) Fort de Kock. Pada tahun 1821 Dr Soetomo dkk di Belanda mengubah nama Indische Vereeniging menjadi Indonesiasche Vereeniging. Pada tahun 1924 Mohamad Hatta dkk mengubah lagi naman Indische Vereeining dengan nama Perhimpoenan Indonesia (PI).

Dr Mohamad Hamzah Harahap bertugas di selatan Sumatra (Lampong dan Bengkoelen) selama enam tahun sebelum dipindahkan ke kampong halaman di Tapanuli. Sebagai pengganti Dr Mohamad Hamzah Harahap di Bengkolen adalah Dr Soekadi (sebelumnya di Blora). Dr Mohamad Hamzah Harahap di Sibolga untuk mengisi kekosongan, karena rekan lamanya Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion telah meminta pensiun dini dan telah diizinkan pemerintah.


Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion pertama kali ditempatkan di Padang, namun tidak lama kemudian dipindahkan ke Sibolga. Anak pertama Dr Haroen Al Rasjid lahir di Padang yang diberi nama Ida Loemongga. Pada tahun 1910 anak Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion lahir di Sibolga yang diberi nama Gele Harun. Ida Loemongga kelak menjadi perempuan pertama pribumi yang meraih gelar Pendidikan tertinggi (doctor) dalam bidang kedokteran di Univeristie Amsterdam (1930). Gele Haroen Nasoetion kelak menjadi Residen Lampong.

Dr Mohamad Hamzah Harahap setelah berdinas di Sibolga kemudian dipindahkan ke Pematang Siantar (Reisdentie Oost Sumatra) sebagai kepala dinas Kesehatan kota. Sebaliknya rekan Dr Mohamad Hamzah Harahap yang sudah pensiun dini. Haroen Al Rasjid Nasoetion memilih tempat tinggal di Telok Betoeng untuk membuka dokter praktek. Boleh jadi hal ini karena rekomendasi Dr Mohamad Hamzah Harahap, selain karena kekosongan dokter di Lampong (Telok Betoeng) juga seiring dengan rencana pemerintah Pemerintah Hindia Belanda membuka konsesi perkebunan di Lampong.  

Tunggu deskripsi lengkapnya

Dr Mohamad Hamzah Harahap hingga Rumah Sakit Abdul Moeloek: Status Kesehatan di Lampung Masa ke Masa

Bagaimana kehadiran dokter lain di Lampong sejak kehadiran Dr Haroen Al Rasjid di Lampong (Telok Betoeng) adalah satu hal. Sementara peran Dr Haroen Al Rasjid di Lampong adalah hal lain. Yang jelas Dr Mohamad Hamzah Harahap sudah pindah berdinas di Pematang Siantar. Lalu bagaimana di Lampong sendiri? Pada tahun 1917 terjadi peristiwa kesehatan di Lampong (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-11-1917).


Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-11-1917: ‘Dia meninggal pada hari Sabtu, tanggal 17 malam ini pada jam 9. di perusahaan yang agak terisolasi Wai Rate, Administratur Pylger de Vries, keadaan dimana pria planter yang dihormati dan simpatik ini meninggal agak tragis. Perusahaan perkebunan tersebut masih disibukkan dengan lahan budidaya yang luas sehingga kondisi kesehatan secara umum kurang baik, sedangkan dokter yang bekerja pada perusahaan tersebut, Dr. Bintang belum juga tiba di lokasi. Pengawasan medis untuk sementara diserahkan kepada dokter sipil Dr Stigter, yang, bagaimanapun--(untuk alasan yang tidak dapat dipahami)--belum mengunjungi perusahaan dalam beberapa minggu terakhir. Sebelumnya, de Vries mengirim surat yang meminta bantuan medis dan juga dengan sia-sia menanyakan mengapa kunjungan biasa tidak datang. Oleh karena dokter tersebut tidak ada respon, lalu dokter pribumi yang selalu dermawan, Dr Haroen [Al Rasjid Nasoetion], yang bantuannya dipanggil oleh Administrator tersebut, hari Minggu memutuskan untuk pergi ke perusahaan dari Telok Tandjoeng Karang dan Telok Betong dengan terlebih dahulu mencoba menemui Dr Stigter. Ketika, setelah perjalanan yang melelahkan, pertama melalui laut, mereka mencapai tempat itu, ternyata, sayangnya, bantuan medis datang terlambat, karena pasien, setelah penderitaan yang mengerikan, karena kekurangan pertahanan tubuh yang paling diperlukan, sudah meninggal karena kolera…’.

Dalam hubungannya dengan kolera di Lampoeng, Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 06-12-1917 personil (kapal) ss dan seluruh warga Tanjung Karang dan Telok Betong segera divaksinasi, karena laporan pertama agak mengkhawatirkan. Di luar tuan de Vries, tidak ada korban diantara orang-orang Eropa. Dokter swasta Dr Malver melakukan tindakan karantina kepada pasiennya. Dr Haroen Al Rasjid yang juga menemukan diantara para pasiennya melakukan tindakan karantina. Namun pejabat pemerintah (Residen) melarangnya. Perlu diapresisasi pertama-tama kita harus mengenal persahabatan antara dokter Eropa dan rekan-rekan pribumi, untuk memahami kolegialitas yang dilakukan Dr. Haroen dalam tindakan karantina.


Dari berita ini terkesan pers berbahasa Belanda di Hindia Belanda mengapresiasi tindakan pencegahan penyakit menular (kolera) dengan tindakan karantina. Dr Haroen bernar-benar menjalankan profesinya sebagai dokter meski bukan (lagi) dokter pemerintah. Tidak lama kemudian, Dr Haroen anaknya yang pertama, Ida Loemongga diterima di sekolah menengah (HBS) elit di Batavia, Prins Hendrik School (PHS). Ida Loemongga disebut berasal dari sekolah dasar Eropa (ELS) di Telok Betong (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 14-05-1918).

Pada tahun 1919 Pemerintah Hindia Belanda mengangkat Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion untuk bertanggungjawab sebagai pekerjaan dokter pribumi pemerintah, obat-obatan. pelayanan di Telok Betong (district Lampung) Haroen al Rasjid, dokter pribumi berprofesi disana (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-05-1919). Dalam berita ini juga disebut bahwa di Telok Betong (district Lampung) dokter pemerintah J Kwast, tetap sebagai kepala, bagaimanapun, bertanggung jawab atas pengawasan umum vaksin, serta pengawasan staf vaksinasi di residentie District Lampoeng.


Pengangkatan dokter yang pensiun menjadi dokter pemerintah sangat jarang jika tidak mau dikatakan tidak ada. Boleh jadi dalam hal ini, karena adanya wabah, namun yang penting tampaknya ada kebersediaan dengan visi yang sama (pengentasan kolera) antara Pemerintah Hindia Belanda dan Dr Haroen Al Rasjid sendiri.

Dalam berita tersebut di atas juga disebut bahwa sejumlah dokter diangkat kembali sebagai dokter pemerintah kota. Dua yang diangkat adalah Abdul Hakim gelar Soetan Isrinsah dan Mamoer Al Rasjid. Dr Abdoel Hakim dan Dr Mamoer Al Rasjid.adalah adik kandung dari Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion.


Dalam berita lain Dr Abdoel Hakim diangkat menjadi dokter pemerintah kota di Padang. Dr Abdul Hakim Nasoetion sendiri adalah sama-sama lulus dari Docter Djawa School Bersama Dr Tjipto Mangoenkoesoemo pada tahun 1905. Dalam berita ini juga disebutkan Dr Achmad Mochtar dipindahkan dari Padang Sidempoean ke Sibolga sebagai dokter pemerintah. Dr Achmad Mochtar kelahir Bondjol yang berasal dari Mandailing (Tapanoeli). Achmad Mochtar lulus di sekolah kedokteran STOVIA (sukses Docter Djawa School) tahun 1916 yang kemudian langsung ditempatkan di Medan untuk ikut membantu Kepala Inspektur Dinas Kesehatan di Sumatra, Dr. W. Schüffnerm (lihat De Preanger-bode, 05-07-1916). Tiga nama yang disebut tersebut, Dr Abdoel Hakim Nasoetion, Dr Tjipto Mangoenkoesoemo dan dokter muda Dr Achmad Mochtar Nasoetion kelak dikenal sangat dikenal. Dr Abdoel Hakim Nasoetion adalah salah satu dari dua wakil walikota (locoburgemeester) di era Hindia Belanda, Abdoel Hakim Nasoetion di kota Padang dan MH Thamrin di Batavia. Dr Tjipto Mangeoenkoesoemo yang namanya ditabalkan sebagai rumaha sakit di Jakarta (RSCM). Dr Tjipto adalah ketua Indisch Partij (PNI) sedangkan Dr Abdoel Hakim Nasoetion (besan dari MH Thamrin) sebagai ketua PNI di pantai barat Sumatra. Dr Achmad Mochtar Nasoetion menjadi kepala Lembaga Eijkman di Batavia yang menjadi korban (dibunuh) dalam soal vaksin pada era pendudukan Jepang.

Pada saat mana di Teloek Betoeng. Ibu kota Residentie Lampeong, Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion, seorang dokter swasta yang telah membuka klinik Bersama istrinya Alimanatoe’Saadiah Harahap di Telok Betoeng dan Tandjoeng Karang. Ditunjuk pemertintah untuk bertanggungjawab dalam hal pelayaran pengobatan dan penyediaan obat-obatan dalam hal epidemic wabah kolera, nun jauh disana di Batavia sekolah kedokteran (STOVIA) baru saja mengumumkan hasil seleksi siswa baru, semacam UMPTN pada masa kini (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 06-05-1920). Salah satu yang diterima adalah Abdoel Moeloek.


Abdoel Moeloek lulus ujian di Padang Pandjang (yang juga bersama dengan Mohamad Jamin). Yang juga diterima Ali Besar Harahap dari Medan, LG Siregar dan Pamenan Harahap dari Sibolga; RCL Senduk dari Manado. Sebagaimana di kutip di atas, Abdoel Moeloek kelak namanya ditabalkan sebagai nama rumah sakit umum daerah di (kota) Bandar Lampoeng. Mohamad Jamin dan Senduk menjadi anggota komite Kongres Pemuda 1928 yang mana sebagai ketua adalah Soegondo, Mohamad Jamin sebagai sekretaris, Amir Sjarifoeddin Harahap sebagai bendahara dan beberapa anggota antara lain Senduk. L Gindo Siregar pada saat perang kemerdekaan dengan profesi sebagai dokter menjadi komandan perang di Sumatra Timur dan Tapanoeli dengan pangkat Majoor Jenderal. Abdoel Moeloek dan Pamenan Harahap pada akhir era Pemerintah Hindia Belanda (1939) setelah berdinas di berbagai daerah ditempatkan di Liwa (Residentie Bengkoelen) Dr Abdoel Moeloe dan di rumah sakit kota di Batavia (Dr Pamenan Harahap).

Siswa yang masuk STOVIA tahun 1920 pada tahun 1930 pertama lulus (lihat De Indische courant, 06-05-1931). Yang lulus tahun 1930 antara lain Gindo Siregar, JL Makalew, RM Soekasno dan Darwis. Dalam berita tersebut Abdoel Moeloek lulus ujian tahun ke-7. Ini mengindikasikan bahwa Abdoel Moeloek tertinggal satu tahun dari wakti normal. Yang sama-sama lulus tahun ke-7 antara lain Roezin, Pamenan Harahap, JF Malaiholo, Aboe Hanipah dan Ali Besar Harahap.


Sementara yang lulus tahun ke-7 yang normal antara lain Kasmir Harahap, Mohamad Iljas, dan R Hendarmin. Sedangkan yang lulus dokter pada tahun 1931, selain yang disebut di atas, antara lain Daliloedin Loebis, Roebini. J Leimena dan Askarani. Roebini dan J Leimena adalah dua diantara panitia Kongres Pemuda 1928.

Kapan Abdoel Moeloek lulus menjadi dokter belum diketahui. Yang jelas rekannya Pamenan Harahap lulus bulan Agustus tahun 1931 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 29-08-1931). Namun akhirnya diketahui Abdoel Moeloek lulus menjadi dokter, pada bulan Februari tahun 1932 (lihat De locomotief, 22-02-1932).


Nun jauh disana di Belanda, putri Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion, dokter di Lampong, Ida Loemongga berhasil memperoleh gelar sarjana kedokteran pada tahun 1927 di Universiteit Utrecht. Setelah dipromosikan menjadi dokter di universitas tersebut, Ida Loemongga pada tahun berikutnya mengambil dokter spesialis di Universiteit Lieden. De Tijd: godsdienstig-staatkundigdagblad, 21-03-1929 melaporkan: 'Mij. I. Rasjid kelahiran Padang Sidempoean (tercetak, seharusnya Padang) dinyatakan lulus dan berhak sebagai dokter. Lantas kemudian, Ida Loemongga ternyata diminati oleh banyak institute. Setelah beberapa waktu sebagai asisten Dr. Caroline Lang, Ida Loemongga meneruskan pendidikan doktoral di Universiteit Amsterdam. Pada tahun 1931, Ida Loemongga dipromosikan sebagai doktor di bidang kedokteran dengan promotor Dr. Lang sendiri. Bataviaasch nieuwsblad, 20-01-1931 memberitakan bahwa ‘Nona Haroen Al Rasjid yang dalam hal ini Mej. I.L. Haroen Al Rasjid yang menandai dari sisi adat sebagai perempuan pribumi pertama yang meraih doktor di bidang kedokteran’. Di dalam berita ini disebut Mej. Haroen adalah putri seorang dokter pribumi di Padang Sidempoean (mungkin mengacu pada tempat lahir Dr. Haroen Al Rasjid Nasoetion) sementara Haroen Al Rasjid Nsoetion sudah sejak 1911 berada di Lampoeng. Ida Loemongga lulus dari sekolah dasar Eropa di Telok Betoeng tahun 1918 dan melanjutkan sekolah menengah Prins Hendrik School di Batavia (HBS lima tahun, IPA) dan lulus tahun 1922 langsung melanjutkan studi ke Belanda (Utreecht) di bidang kedokteran. Pada tahun 1921 di sekolah PHS yang sama Mohamad Hatta lulus dari HBS bidang sosial dan ekonomi melanjutkan studi ke Rotterdam. Dr Ida Loemongga Nasoetion, Ph.D adalah perempuan pribumi pertama yang meraih gelar doctor.

Di Lampoeng, Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion dan istrinya Alomatoe’Saadiah Harahap pada tahun 1931 yang belum lama pulang dari Belanda menghadiri promosi doctor prutrinya Ida Loemongga, diketahui sebagai dokter terkenal di Lampoeng yang telah memiliki beberapa klinik kesehatan di Lampong, antara lain di Telok Betoeng, Tandjoeng Karang dan Way Lima. Pada tahun 1931 putra bungsu Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion setelah lulus AMS di Bandoeng melanjutkan studi hukum di Leiden. Namanya Gele Haroen (yang kelak menjadi pribumi pertama sebagai advokat di Lampoeng, setelah lulus di Leiden pada tahun 1936).


Gele Haroen Nasoetion selama perang kemerdekaan ikut berperang melawan kehadiran Belanda/NICA kembali ke Lampoeng pada tahun 1946. Gele Haroen di dalam pengungsian memimpin para Republiken dalam perang dengan NICA dengan pangkat Letnan Kolonel. Setelah gencatan senjata dalam persiapan konferensi KMB di Belanda, Pemerintah RI di wilayah Republik mengangkat Letnan Kolonel Mr Gele Haroen Nasoetion sebagai Residen Lampoeng. Markas Gele Haroen di Liwa.

Singkat cerita: pada tahun 1939 Dr Abdoel Moeloek dipindahkan dari Semarang ke Bandoeng sebagai dokter pemerintah (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-02-1939). Namun perpindahan terseburt diduga tidak terlaksana. Yang jelas pada bbulan Juli 1939 diberitakan bahwa Dr Abdoel Moeloeok dipindahkan dari Semarang ke Liwa, Bengkoelen (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-07-1939). Sejak itu, nama Dr Abdoel Moeloek tidak terinformasikan lagi. Lantas bagaimana tentang Dr Mohamad Hamzah Harahap. Dokter pribumi pertama di Lampoeng? Pada tahun 1941 Dr Mohamad Hamzah Harahap pension sebagai dokter dimana di Pematang Siantar kepadanya diberikan masyarakat gelar kehormatan sebagai ‘Bapak Dokter’.


Bataviaasch nieuwsblad, 12-06-1941: ‘BAPAK DOKTER PENSIUN’. Bapak dokter adalah; sebutan kehormatan. diberekan rakyat, di Semeloengöen kepada dokter di Siantar karena rajin desa ke desa, dokter Mohanad Hamzah. Sejak beberapa tahun yang lalu Dr. Hamzah sedang cuti sakit, 'karena dia saat itu 'lemah'. dia tidak pernah bisa tampil lagi. Sekarang dokter itu pensiun, setelah 24 tahun telah bertugas terus menerus di Simaloengon. Dokter Hamzah lulusan Docter Djawa School (STOVIA) lulus sebagai ahli bedah medis untuk dipekerjakan pertama kali di Pematang Siantar 1917 untuk wilayah kerja di Simeloengoen., dia bekerja disana dengan keras dan sangat ambisius di antara penduduk dan mereka tahu itu, lalu memberi dokter gelar kehormatan "bapa dokter". Bagin rakyat hanya ada seorang ‘bapa dokter’ yang selalu siap sedia setiap saat. Tidak hanya sebagai dokter, tetapi sebagai konselor datang untuk berkonsultasi dengan dokter. Dr. Hamzah, yang menyaksikan populasi tumbuh dan putranya ditempatkan tahun sebelumnya sebagai dokter kedua di Siantar. Setelah kedatangan Dr Mahmoed, populasi datang dalam jumlah besar untuknya. Dokter Hamzah diangkat sebagai anggota dewan kota beberapa tahun setelah kedatangannya di Siaatar. Disini dia telah menunjukkan anggota yang paling pantas di dewan. Bahwa dewan kota (gemeenteraad) Pematang Siantar mengakui hal ini, kehormatan membuktikan dari Dr. Hamzah, beberapa tahun yang lalu. Dr. Hamzah, secara terbuka, sampai beberapa tahun kemudian, menjadi juru bicara penuh dari raja-raja Simalungun. Terakhir kali dia telah menarik diri dari segalanya: sejak penyakitnya yang serius tahun sebelumnya dia tidak muncul di depan umum lagi, Untungnya dia sekarang telah pulih dari penyakitnya, tetapi belum sepenuhnya pulih. Semoga dalam waktu istirahat yang diizinkan secara resmi pensiun menemukan kedamaian yang tidak pernah ia cari, sehingga ia dapat menikmati masa pensiunnya untuk waktu yang lama’.

Dr Mohamad Hamzah Harahap yang menjadi dokter pribumi pertama di Lampong (1903), di Pematang Siantar telah dihormati oleh penduduk Simaloengoen sebagai dokter berdedikasi dan diberikan gelar adat sebagai Bapak Dokter. Dr Mohamad Hamzah Harahap telah pensin belum lama ini di Pematang Siantar karena sakit, tetapi sudah pulih. Rekannya di Lampoeng Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion hanya focus peda pengembangan klinik Kesehatan sehingga memungkin penduduk Lampong mendapat kemudahan akses kesehatan. Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion di Lampong masih sehat juga, namun perannya di Lampoeng telah digantikan anaknya di Lampoeng sebagai tokoh yang juga dikenal, advokat Mr Gele Haroen Nasoetion. Sebagaimana di Pematang Siantar perannya telah digantikan oleh anaknya Dr Mahmoed Hamzah Harahap.


Itulah kisah dua dokter asal Padang Sidempoean, lulusan ELS Padang Sidempoean, Dr Mohamad Hamzah Harahap dan Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion yang sebagai dokter bekerja penuh dedikasi untuk penduduk Lampong dan Simaloengoen. Keduanya, low profile, hanya tertuju kepada bagaimana untuk meningkatkan status Kesehatan penduduk. Dalam kasis epidemic kolera di Lampoeng pada tahun 1919, banyak penduduk yang terselamatkan oleh Dr Haroen Al Radjid Nasoetion, demikian juga dengan peran berikut Dr Mohamad Hamzah Harahap di Siantar yang oleh penduduk diberi gelar Bapak Dokter. Bagaimana dengan di Lampoeng? Apa yang diberikan kepada Dr Haroen Al Rasjid nasoetion? Mungkin sudah cukup karena belakangan ini penduduk Lampung telah mengusulkan sang putra Mr Gele Haroen Nasoetion untuk diusulkan sebagai Pahlawan Nasional dari daerah Lampung.

Tunggu deskripsi lengkapnya 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar