Rabu, 08 Maret 2023

Sejarah Malang (29): Bangil, Naik Perahu ke Pasuruan, Naik Kuda ke Singosari; Kota Pelabuhan Kuno Semasa Hindoe Boedha?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Bangil di Pasuruan, jalan menuju Singosari di Malang. Apa hubungannya dengan nama tempat Bangi dan Bangilan. Bangil kini menjadi ibu kota kabupaten Pasuruan. Tempo doeloe Pasuruan adalah ibu kota residentie Pasoeroean, terdiri dari tiga afdeeling: Pasoeroean, Bangil dan Malang. Bangil diduga adalah kota kuno, naik perahu ke Pasuruan, naik kuda ke Singosari. Apakah Bangil, kota pelabuhan zaman kuno era Hindoe Boedha? Let's check it out.


Bangil adalah ibu kota Kabupaten Pasuruan. Kota ini terletak di 35 km selatan Surabaya, Kota Bangil juga terkenal julukan Bangil Kota Santri. Bangil sendiri terletak di jalan Surabaya menuju Banyuwangi. Bangil dilalui jalur kereta api yang bercabang di Stasiun Bangil menuju arah Malang, Banyuwangi, dan Surabaya. Tidak ada referensi untuk menjelaskan nama Bangil berasal. Nama Bangil tercantum dalam dokumen Cina kuno menyatakan bahwa ketika Raja Ta'Cheh (Muawiyah bin Abu Sufyan/anaknya Yazid I) mengirim mata-mata untuk memantau kerajaan Kalingga, utusan mendarat di pelabuhan bernama Banger (Bang-il). Kota ini juga tempat dimana perang terakhir Untung Surapati melawan VOC (1706) yang dipimpin Govert Knol, Pedagang Arab tiba 1860 di kota tua Bangil untuk perdagangan, bersama dengan pedagang Cina melalui pelabuhan di Porong Creek. Sejak 1873, pemukiman Hadhrami terbentuk di Bangil di bawah pimpinan Kapten Arab seperti Saleh bin Muhammad bin Said Sabaja (1892), juga oleh orang Cina seperti Bong Swi Ho. Bangil juga merupakan tempat dimana Sutomo bersekolah, sekolah dasar Eropa. Secara geografis, (kecamatan) Bangil daerah paling utara kabupaten Pasuruan; wilayahnya tambak air tawar serta hutan mangrove (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Bangil, naik perahu ke Pasuruan, naik kuda ke Singosari? Seperti disebut di atas, kota Bangil sudah dikenal sejak tempo doeloe, kini menjadi ibu kota kabupaten Pasuruan. Apakah Bangil, kota pelabuhan zaman kuno era Hindoe Boedha? Lalu bagaimana sejarah Bangil, naik perahu ke Pasuruan, naik kuda ke Singosari? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bangil, Naik Perahu ke Pasuruan, Naik Kuda ke Singosari; Bangil Kota Pelabuhan Zaman Kuno Era Hindoe Boedha?

Sebelumnya Pasoeroean dan Soemanap adalah dua residentie terpisah dimana sebagai landrost (resident) adalah C Vos. Pada era Gubernur Jenderal Daendels, Bangil menjadi ibukota dari Residentie Pasoeroean en Soemenep. Residen C Vos berkedudukan di Bangil (lihat Bataviasche koloniale courant, 13-07-1810). Disebutkan Residen (Landrost) C Vos melakukan perjanjian dengan Bupati Pasoeroean.


Apa yang menyebabkan dua residente digabung, tentulah tidak hanya karena berdekatan wilayahnya, tetapi juga di wilayah Pasoeroean yang dominan adalah penduduk Madura. Perjanjian yang dilakukan tentang perihal pemerintah di Pasoeroean. Wilayah Residentie Pasoeroean sendiri meliputi wilayah (afdeeling) Pasoeroean juga afdeeling Bangin dan afdeeling Malang en Antang. Lantas mengapa ibu kota direlokasi ke Bangil? Besar dugaan karena ada proyek jalan trans-Java yang juga meliputi ruas Porong dan Panaroekan yang dimulai awal tahun 1810 (lihat Bataviasche koloniale courant, 05-01-1810). Selain relokasi pusat pemerintahan ke Bangil diduga ada kaitannya dengan ancaman serangan Inggris. Dengan memilih, daripada di Soemanap (pulau) dan Pasoeroean (pantai terbuka), di Bangil dimungkinkan untuk mundur ke belakang (escape) ke pedalaman jika Inggris benar-benar menyerang.

Setahun setelah Resident C Vos melakukan perjanjian di Bangil, akhirnya terjadi pendudukan Inggris di Batavia (Agustus 1811). Pemerintah Hindia Belanda di bawah pimpinan GG Daendels menyerah. Ibu kota residentie di Bangil terhenti, fakta bahwa pemerintah pendudukan Inggris kemudian (kembali) memilih Pasoeroean sebagai ibu kota residentie Pasoeroean. Semasa pendudukan Inggris wilayah residentie Pasoeroean tetap terdiri dari tiga afdeeling (Pesoeroean, Bangil dan Malang) plus district/afdeeling Probolinggo.


Bagaimana situasi dan kondisi di Bangil selama pendudukan Inggris (1811-1816) dapat dibaca dalam buku Raffles berjudul The History of Java (1818). Disebutkan sebagai Wedanadi distrik-distrik Pasoeroean, Bangil dan Probolinggo adalah pangeran muda dari Madora Chakra Ningrat. Bagaimana reaksi Soesoehoenan (Soerakarta) dalam penunjukan Chakra Ningrat ini? Namun dalam perkembangannya wilayah residentie Pasoeroean kembali kepada semula (Pasoeroean, Bangil dan Malang) sampai berakhirnya pendudukan Inggris.

Setelah Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan kembali tahun 1816, Kerajaan Belanda mengangkat Gubernur Jenderal van der Capellen/Komisaris Jenderal tanggal 24 Agustus 1816L Lalu kemudian mengangkat sejumlah pejabat setingkat Residen dan fungsi lainnya. Di Pasoeroean sebagai Superintenden diangkat C Vos yang berkedudukan di Pasoeroean dan EJ Roesler di Soemanap (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 14-01-1817). C Vos kembali didudukkan pejabat setingkar residen di Pasoeroean (tetapi tidak lagi di Bangil, sebagaimana sebelum pendudukan Inggris).


Dalam susunan pemerintahan yang baru ini diangkat dua bupati baru, di Bangil (RT Noto Adi Ningrat) dan di Malang (RT Noto Di Ningrat). Gelar bupati Pasoeroean ditingkatkan menjadi Raden Adipati (RA). Untuk membantu C Vos di Pasoeroean diangkat Asisten Residen yang berkedudukan di Malang (JC Hoffman). Dalam Peta 1817 tampaknya jalan trans-Java telah diperpanjang dari Bangil hingga Porong (semantara antara Porong hingga Soerabaja, hanya diidentifikasiu sebagai rencana jalan). Juga tampak diidentifikasi rencana jalan dari Pasoeroean hingga ke Malang melalui Karang Lo. Dalam hal ini belum ada jalan akses dari Bangil ke Karang Lo (terus ke Malang). Peta 1817

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bangil Kota Pelabuhan Zaman Kuno Era Hindoe Boedha? Studi Geomorfologis

Kota Bangil adalah kota tua, paling tidak namanya sudah disebut sebagai ibukota (residentie) tahun 1810 dan juga nama Bangil diidentifikasi pada Peta 1817. Dalam hal ini kemudian Bangil sebagai ibu kota afdeeling (baca: kabupaten). Namun yang menjadi pertanyaan sejak kapan (nama) kota Bangil eksis?


Nama Pasoeroean dalam teks Negarakertagama (1365) diidentifikasi secara eksplist. Dalam teks ini tidak ada nama Bangil, namun ada nama Kulur yang diidentifikasi. Besar dugaan Kulur ini kemudian Namanya menjadi Bangil. Nama Bangil tampaknya muncul belakangan. Palung tidak nama Bangil dilaporkan pada tahun 1698 (lihat Daghregister, 18-02-1698). Nama Bangil juga diberitakan dalam Daghregister tahun 1706. Nama (kota) Bangil diidentifikasi pada Peta 1724.

Daang.Peta 1817 digambarkan kota Bangil berada di suatu teluk. Gambaran ini berbeda dengan (kota) Pasoeroean yang berada di garis pantai. Ke dalam teluk ini bermuara sungai besar yakni Kali Anjar. Dalam hal ini Kali Anjar adalah anak sungai Kediri (kini Namanya sungai Brantas). Sementara di sisi selatan Bangil diidentifikasi sungai yang lebih kecil yang berasal dari arah dataran tinggi Malang. Besar dugaan Kali Anjar ini di masa lampau adalah garis pantai yang tepat berada di depan (kota) Bangil. Namanya Kali Anjar berarti kali baru (eks garis pantai Bangil). Sebelumnya garis pantai Bangil tertutup daratan, di zaman kuno sungai Kediri bermuara ke teluk besar (muaranya di sekitar Modjokerto yang sekarang), sementara Bangil tepat berada di garis pantai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar