Rabu, 10 Mei 2023

Sejarah Cirebon (33): Majalengka, Cheribon Berbagi Gunung Ciremai di Kuningan, Maja Lengka, Majalengka;Antara Tomo-Jatiwangi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah Majalengka? Maksudnya sejarah Majalengka semasih bagian Residentie Chirebon. Lebih tepatnya wilayah Majalengka tepat berada di belakang pantai wilayah Cheribon di pedalaman di lereng sebelah barat gunung Ciremai. Apakah nama Majalengka merujuk pada wilayahnya yang dihubungkan dengan Maja dan Lengka? Dalam sejarah Majalengka nama Carang Sambong (kini lebih dikenal Tomo) menjadi penting. Pada masa ini Tomo (kecamatan masuk kabupaten Sumedang) dan Jatiwangi (kecamatan masuk kabupaten Majalengka). O, iya, sebelum memahami lebih lanjut sejarah Majalengka, saya teringat dengan kawan sekampong Bata Oloan di Jatiwangi.


Majalengka sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat.ibu kota kabupaten berjarak 95 Km sebelah timur laut Kota Bandung dan 56 Km Kota Cirebon. Tahun 1819 dibentuk Karesidenan Cirebon terdiri Keregenaan (Kabupaten) Cirebon, Kuningan, Bengawan Wetan, Galuh (Ciamis Sekarang) dan Maja. Kabupaten Maja cikal bakal kabupaten Majalengka. Pembentukan Kabupaten Maja berdasarkan besluit Komisaris Gubernur Jendral Hindia Belanda No.23 tanggal 5 Januari 1819. Kabupaten Maja gabungan tiga distrik: Sindangkasih, Talaga, Rajagaluh. Kabupaten Maja ibu kota di kota kecamatan Maja sekarang. Bupati pertama Kabupaten Maja adalah RT Dendranegara. Kabupaten Maja mencakup wilayah Talaga, Maja, Sindangkasih, Rajagaluh, Palimanan dan Kedondong. Tanggal 11 Februari 1840, Staatsblad No.7 dan besluit Gubernur Jendral No.2 perpindahan ibu kota kabupaten ke wilayah Sindangkasih kemudian diberi nama 'Majalengka', kemudian nama kabupaten disesuaikan dengan nama ibu kota kabupaten yang baru, dari kabupaten Maja menjadi kabupaten Majalengka. Pemberian nama Majalengka atau dari mana asal usul Majalengka masih menjadi misteri. Dalam Buku Sejarah Majalengka (N Kartika) nama Majalengka diartikan dalam bahasa Jawa Kuno yaitu kata ‘Maja’ nama buah dan kata ‘Lengka’ yang berati pahit, jadi kata 'Majalengka' adalah nama lain dari kata Majapahit. Majalengka sebagai ibu kota kabupaten (Staatsblad, 1887 No. 159).
(Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Majalengka di wilayah Residentie Cheribon berbagi gunung Ciremai di Kuningan? Seperti disebut di atas wilayah Majelengka berada di lereng gunung Ciremai dan wilayah Kuning di lereng timur. Apakah nama Maja dan Lengka yang menjadi nama Majalengka? Lalu bagaimana sejarah Majalengka di wilayah Residentie Cheribon berbagi gunung Ciremai di Kuningan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Majalengka di Cheribon Berbagi Gunung Ciremai di Kuningan, Maja dan Lengka, Majalengka; Antara Tomo-Jatiwangi

Majalengka bermula dari situasi dan kondisi awal di sisi barat lereng gunung Ciremai (di sisi timur berada Kuningan). Pada Peta 1724 di sisi barat gunung Surmey (Ceremai/Ciremai) tidak ada nama tempat yang diidentifikasi, kecuali jauh di sebelah timur laur kampong Carang Sambong. Sementara itu di sisi timur gunung diidentifikasi nama tempat Coningan (Kuningan). Ini mengindikasikan nama Carang Sambong dapat dikatakan nama kampong tertua di kawasan barat gunung Ciremai.


Satu abad kemudian pada Peta 1817, di barat gunung Ciremai diidentifikasi nama tempat Carang Sambong, Sindang Kasi dan Telaga. Wilayah antara Carang Sambong dan Telaga inilah kemudian terbentuk nama baru Majalengka (nama yang terus hingga masa ini). Dalam peta ini juga diidentifikasi nama Radja Galoeh dan Kedondong. Tidak ada nama Madja dan Palimanan.

Nama yang terbilang awal di wilayah Majalengka adalah (kampong) Telaga dan Sindang (Kasih) tetap eksis.  Dua nama kampong ini yang keduanya juga menjadi nama wilayah masih eksis pada Peta 1840. Dua nama diidentifikasi pada Peta 1817. Wilayah ini menjadi batas wilayah (kesultanan) Cheribon, yang mana sebelah baratnya (sisi barat sungai Tjamanoek) district Parakan Moentjang (wilayah di bawah otoritas Pemerintah Hindia Belanda).


Nama Carang Sambong sebagai penanda navigasi sejak pembangunan jalan pos Daendels 1810, tetap menjadi penting sebagai pos dimana benteng dibangun di sisi timur sungai (Tjimanoek). Sementara benteng lama tetap eksis di hilir di Indramajoe. Jalan pos (trans Java) ini antara Bandoeng dan Cheribon. Peta `1817

Wilayah dimana nama tempat Telaga dan Sindang (Kasih) diidentifikasi dalam peta, merujukan pada dua tempat dimana masing-masing berada bupati di wilatah (residentie) Cheribon. Pengangkatan dua bupati ini terjadi pada tahun 1810 (lihat Bataviasche koloniale courant, 21-12-1810). Namun dalam perkembangannya bupati di Sindang Kassi dilikuidasi dan hanya menyisakan satu bupati dengan nama district (regentschap) Telaga. Seperti kita lihat nanti bupati di Telaga, relokasi ke Madja dan kemudian direlokasi ke area yang lebih rendah di (desa) Sindang Kasih. Lalu pada tahun 1840 nama kabupaten (district/regentschap) diubah menjadi Madja Lengka berdasarkan beslit tanggal 11 Februari 1840 No 2 (lihat Javasche courant, 15-02-1840). Lalu diundangkan/diarsipkan sebagai Stbls No 7 (lihat Staatsblad van Nederlandsch-Indie voor jaar 1840).


Mengapa nama Madja Lengka yang diberikan? Boleh jadi salah satu kampong utama di lereng gunu Ciremai adalah Madja. Nama kampong lainnya di wilayah yang lebih tinggi adalah Telaga. Wilayah atas ini juga disebut dengan nama Lengka. Dari dua nama lama inilah digabung menjadi nama baru menggantikan nama Madja, pasca perpindahan ibu kota district (regentschap) dari kampong Madja ke kampong baro Sindang Kasi(h).

Setelah likuidasi bupati di Sindang Kassi, nama kabupaten awal kabupaten Madjalengka sendiri dalam hal ini adalah district Talaga dengan ibu kota, dimana bupati berada di kampong Talaga (lihat Bataviasche courant, 15-03-1817). Pada tahun 1924 diberitakan seorang pedagang Arab meninggal di Talaga district Madja (lihat Bataviasche courant, 20-03-1824). Ini mengindikasikan pada tahun 1824 nama district Talaga menjadi district Madja.


Kampong Talaga diduga adalah kampong utama pertama di wilayah Majalengka (jauh lebih tua dari kampong Sindang Kassi). Meski pada tahun 1824 nama district diubah menjadi Madja (tempat bupati yang baru), kampong Telaga tetap menjadi kampong/kota utama. Besar dugaan Talaga sejak masa lampau sebagai pusat perdagangan utama. Pejabat Belanda berada di Talaga (lihat Bataviasche courant, 26-10-1825). Sementara bupati berada di ibukota baru di Madja, bupati Raden Toemenggoeng Dinda Nagara (lihat Bataviasche courant, 10-01-1827). Peta kecamatan Telaga, kabupaten Majalengka

Mengapa nama Talaga menjadi begitu penting sejak awal di wilayah Majalengka yang sekarang? Berdasarkan Peta 1817 kampong Talaga adalah kampong yang strategis, berada di persimpangan jalan ke timoer ke kampong Koeningan dan ke selatan ke kampong Pandjaloe serta ke barat (laut) ke Carang Sambong. Satu keutamaan kampong/kota Talaga adalah terdapat danau pegunungan yang menjadi asal usul nama kampong Talaga. Nama kampong Koeningan diduga lebih tua dari kampong Talaga (pada Peta 1724 nama Koeningan sudah diidentifikasi).


Pada masa ini (kecamatan) Talaga seakan pintu belakang di wilayah Majalengka. Fakta di masa awal sejarah Majalengka, Telaga adalah pintu depan. Pembangunan jalan pos trans-Java telah mengubah orientasi pertumbuhan dan perkembangan wilayah di lereng sebelah barat gunung Ciremai. Perlu ditambahkan disini setelah adanya jalan pos trans Java melalui (kampong) Carang Sambong, dibangun benteng baru di dekat Carang Sambong (ke arah hulu sungai). Area benteng ini kemudian dikenal sebagai (kampong) Tomo. Celakanya, area Tomo dimana benteng justru tumbuh berkembang lebih pesat dari kampong lama Carang Sambong. Ibarat Tomo menggantikan popularitas nama Carang Sambong, demikian yang terjadi dengan Majalengka dengan nama Talaga.

Namun yang tetap menjadi pertanyaan adalah mengapa Telaga penting di masa lampau. Para sejarawan di Majalengka tampaknya harus bekerja keras untuk menemukan jawaban. Apakah wilayah Telaga tempo doeloe berorientasi ke pantai selatan Jawa? Sekali lagi, pembangunan jalan pos trans Java telah membawa Telaga menuju ke pantai utara di Cheribon.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Antara Tomo-Jatiwangi: Pos Trans Java di Carang Sambong hingga Djatiwangi Produksi Genteng Terkenal

Talaga adalah nama tempat, sedangkan Lengka adalah nama wilayah. Sebelum Talaga sebagai kampong utama, besar dugaan nama Lengka adalah nama kampong awal (yang kemudian menjadi nama wilayah). Lalu bagaimana dengan nama Maja? Nama tempat Madja tidak pernah dijadikan sebagai nama wilayah. Sebaliknya yang dijadikan nama wilayah adalah Sindang. Dalam hal ini besar dugaan nama Sindang lebih awal eksis dari nama Madja.


Secara toponimi, kampong Sindang terbentuk sebagai nama tempat perantara antara kampong/wilayah Lengka di pegunungan dengan Carang Sambong di daerah aliran sungai Tjimanoek (yang menjadi lalu lintas perdagangan di zaman kuno di pantai utara Jawa). Sebagaimana pada artikel sebelumnya, muara sungai Tjimanoek di masa lampau tidak jauh dari Carang Sambong (sekarang muara sudah berada di Indramajoe). Sindang adalah perjalanan satu hari dari Carang Sambong ke Sindang dan dari Sindang ke Lengka/Talaga ditempu dalam satu hari perjalanan.

Nama Sindang dan nama Lengka diduga adalah nama kuno yang berasal dari Hindoe Boedha. Lalu diantara dua nama tampak kuno ini terbentuk kampong baru (Talaga dan Madja). Nama kuno lainnya sebagai penanda navigasi di wilayah Majalengka yang sekarang adalah gunung Ciremai yang pada era Portugis diidentifikasi sebagai Cheremai (yang diduga terkait dengan nama Cheribon (bukan seperti masa kini menjadi Tji/Chi). Tentu saja Tjimanoek juga adalah nama kuno.


Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1838: ‘Di wilayah Cheribon, disana bernama Carang Sambong, kami berkesempatan melakukan perjalanan menembus pedalaman dan pegunungan. Dalam perjalanan ini, tempat tinggal pertama kami menginap adalah di Sindang Kassie, seorang kepala Negerie di distrik yang bernama itu di regentschap Madja. Bupati mengundang kami ke rumahnya. Selanjutnya kami berangkat keesokan paginya ke Radja Galoe, kepala negeri di distrik yang menyandang nama yang sama. Tepat di luar negeri terdapat hutan keramat yang disebut Kabaijan atau tempat yang diberkati oleh orang Jawa (Soenda?). Memasukinya, rasa ngeri menyelimuti kami karena kesejukan dan kesuraman yang menyelimuti disini di bawah pepohonan lebat, dan kami memikirkan hutan keramat pada zaman dahulu di Eropa. Di lubang kecil di tengah hutan ini terdapat beberapa batu, yang mungkin pernah menjadi tempat pengorbanan di masa lalu. Banyak monyet tinggal disini, yang, dengan suara yang akrab, turun dari pepohonan dan berkumpul di dataran. Kami melanjutkan perjalanan ke Talaga, negerie yang sangat besar, dimana pusaka distrik diperlihatkan kepada kami; terdiri dari keris, dan perkakas besi lainnya, yang disimpan dengan sangat hati-hati di sebuah rumah kayu. Tidak ada yang aneh dengan benda-benda ini, kecuali tanda-tanda kuno; orang Jawa (Soenda), bagaimanapun, sangat menghargai peninggalan leluhur mereka ini, dan menceritakan banyak kisah luar biasa tentang mereka’.

Seperti disebut di atas, meski nama wilayah telah ditetapkan dengan nama (regentschap) Madja Lengka, Talaga tetap mnejadi tempat utama. Bupati pernah relokasi dari Talaga ke Madja dan kemudian ke Sindang Sari, tetapi dalam perkembangannya bupati kembali ke Talaga untuk mendampingi/berdekatan dengan Asisten Residen di Talaga (lihat Java, zijne gedaante, zijn plantentooi en inwendige bouw, 1853-1854). Penempatan Asisten Residen di Regentschap mulai tahun 1852 berdasarkan beslid GG tanggal 10 Juni 1852 No 5 (lihat Javasche courant, 12-06-1852). Asisten Residenya adalah JWF Hardij (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 18-10-1852).


Residentie Cheribon terdiri dari regentschap Cheribon, regentschap Madjalengka, regentschap Koeningan, regentschap Indramajoe dan regentschap Galoeh. Regentschap Madjalengka terdiri dari district Madjalengka, Madja, Telaga, Radja Galoeh, Palimanan dan Kedondong. Regentschap Galoeh terdiri dari district Tjiamis, Pandjaloe, Kwali dan Rantja. Residen di Cheribon serta Asisten Residen di Indramajoe dan Talaga. Controleur di Tjiamis dan di Koeningan

Lantas kapan ibu kota regentschap (affeeling) Madjalengkap relokasi dari Talaga ke tempat lain? Tentu saja yang dimakasud tempat lain itu di kota Majalengka yang sekarang.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar