Jumat, 21 Juli 2023

Sejarah Tata Kota Indonesia (42): Ahli Tata Kota dan Insinyur Teknik Sipil Pribumi Era Pemerintah Hindia Belanda; Apa Perannya?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Orang yang kompeten dalam urusan tata kota di Hindia Belanda (baca: Indonesia) adalah insinyur teknik. Kompetensi ini awalnya hanya diperoleh di perguruan tinggi teknik di Belanda (terutama di Universiteir te Delft). Di universitas ini ada berbagai bidang termasuk insinyur teknik sipil, insinyur teknik arsitektur dan sebagainya. Meski jauh di Belanda, tentu saja ada siswa pribumi di Hindia yang mampu meraihnya. Untuk kompetensi itu kemudian pada tahun 1920 dibuka sekolah tinggi teknik di Bandoeng.


Herman Thomas Karsten Perancang Tata Kota Semarang, Arsitek Belanda Sangat Hargai Budaya Jawa. Tribunjateng.com. Selasa, 3 Januari 2023. Herman Thomas Karsten, arsitek ditunjuk Pemerintahan Hindia Belanda menata Kota Semarang 914. Karsten sangat berkontribusi dalam pengembangan Kota Semarang. Pemerintah Hindia Belanda menyebutkan Karsten sebagai sebagai perancang modernisme Semarang. Guna menunjang perkembangan perekonomian Pemerintah Hindia Belanda, pembangunan infrastruktur hingga akses transportasi dilakukan secara masif di Kota Semarang. Minimnya pemukiman layak huni, pertumbuhan kampung urban secara organik, masalah sanitasi, kebersihan hingga estetika perkotaan jadi problematika yang dihadapi pemerintah Hindia Belanda saat itu. Karsten pun ditugaskan oleh pemerintah kolonial untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pada 1919 ia menerapkan rencana kota yang merefleksikan teori desain kota Eropa modern dengan konsep garden city. Dalam penerapannya, Karsten lebih menekankan tata kota yang fungsional, harmonis dan organis. Konsep itu dianggap sebagai sebuah rencana kota pertama ekstensif dan komprehensif di Hindia Belanda. Rencana Karsten tersebut mencakup area selatan Kota Semarang, yang kemudian dinamai Candi Baru, serta kawasan menuju pusat kota. (https://jateng.tribunnews.com/)

Lantas bagaimana sejarah ahli tata kota dan insinyur teknik sipil pribumi semasa era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, untuk urusan yang terkait tata kota ahli yang kompeten adalah insinyur teknik. Bagaimana orang pribumi mencapai kompetensi tersebut? Lalu bagaimana sejarah ahli tata kota dan insinyur teknik sipil pribumi semasa era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Ahli Tata Kota dan Insinyur Teknik Sipil Pribumi Semasa Era Pemerintah Hindia Belanda: Bagaimana Perannya?

Pada tahun 1903 ada dua guru dan satu dokter baru tiba di Amsterdam, untuk menjajaki kemungkinan untuk melanjutkan studi. Dua guru tersebut adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, guru di Padang Sidempoean lulusan sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean dan Djamaloedin, alumni kweekschool di Fort de Kock asisten redaksi majalah bulanan Insulinde di Padang (pimpinan Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda). Sedangkan dokter tersebut adalah Abdoel Rivai, dokter lulus Docter Djawa School di Batavia. Di Amsterdam ketiganya bekerja sebagai redaksi majalan dwimingguan Bintang Hindia yang segera diterbitkan.


Pada saat ini di Belanda sudah ada satu mahasiswa pribumi asal Hindia Bernama Raden Kartono (abang dari RA Kartini). R Kartono lulus HBS Semarang tahun 1896 dan langsung berangkan studi ke Belanda di Delft (Polytechnische School). Dalam perkembangannya R Kartono tidak terdaftar lagi di Polytechnische School te Delft, karena sudah di Leiden mengikuti pendidikan sastra dan filsafat. Pada tahun 1903 ini R Kartono masih kuliah di Leiden.

Pada tahun 1904 diumumkan di Polytechnische School te Delft hasil ujian saringan masuk. Salah satu yang lulus adalah HT Karsten untuk Voor Art 61 dan Voor Art 62 (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 11-06-1904). Pada tahun 1905 Polytechnische School ditingkatkan statusnya menjadi Technisch Hoogeschool. Pada tahun 1907 HT Karsten menjadi salah satu pengurus pusat minat studi mahasiswa di Technische Hoogeschool te Delft (lihat Land en volk, 12-03-1907). HT Karsen lancar dalam studi dan lulus ujian kandidat bouwkundige ingenieur bulan September (lihat Nieuwe Tilburgsche Courant, 26-09-1907). Karsten terbilang pintar karena tahun 1907 termasuk mahasiswa yang memenangkan hadiah dalam lomba tulisan akademik.


Pada tahun 1907 ini pribumi yang lulus adalah Dr Asmaoen di Amsterdam dengan gelar dokter (lihat Het vaderland, 21-12-1907). Setelah jumlah mahasiswa pribumi sekitar 20an orang di Belanda, Soetan Casajangan berinisiatif mendidikan organisasi pelajar/mahasiswa Hindia. Pada bulan Juni 1908 Dr Asmaoen kembali ke tanah air dengan menumpang kapal ss Vogel berangkat dari Amsterdam (lihat Haagsche courant, 01-06-1908).
Dr. Abdoel Rivai kelahiran Benkoelen dinyatakan lulus ujian dokter di Amsterdam (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-07-1908); Rekan Asmaoen di Docter Djawa School, WK Tehupelory relative bersamaan lulus di Amsterdam dengan Abdoel Rivai. Raden Somitro yang baru diterima di sekolah tinggi di Leiden diminta Soetan Casajangan mengundang semua pelajar/mahasiswa di Belanda untuk berkumpul di tempat kediamannnya di Leiden (di alamat yang sama dengan Raden Kartono, yang belum lulus studi). Pada tanggal 25 Oktober hadir sebanyak 15 orang. Semua sepakat untuk mendirikan organisasi dengan nama Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia). Lalu secara aklamasi mengangkat Soetan Casajangan sebagai Presiden. Sementara yang menjadi sekretataris adalah R Soemitro. Satu komisi dibentuk untuk menyusun statuta (AD/ART) yang terdiri dari Soetan Casajangan, Raden Soemitro, Raden Kartono dan Hoesein Djajadiningrat (kebetulan keempatnya berdomisili di Leiden). Pada akhir tahun F Laoh lulus dokter di Amsterdam. Dr Asmaoen adalah satu-satunya yang tidak berpartisipasi karena sudah pulang ke tanah air bulan Juni. Catatan: Soetan Casajangan seorang guru mengikuti pendidikan keguruan, tahun 1909 lulus guru LO (tahun 1911 lulus guru MO=setara sarjana pendidikan).

Narasi sejarah Karsten pada masa ini di dalam berbagai tulisan di Indonesia berbeda dengan fakta sebenarnya. HT Karsten lulus insinyur arsitektur (bouwkundige ingenieur) di Tehchnisch Hoogeschool di Delft tahun 1909 (lihat RK dagblad het huisgezin, 13-02-1909).


Herman Thomas Karsten (22 April 1884, Amsterdam – 1945, Cimahi) dulu adalah seorang insinyur asal Belanda yang berkontribusi besar terhadap arsitektur dan perencanaan perkotaan di Indonesia selama dijajah Belanda. Paling signifikan, ia mengintegrasikan praktek lingkungan perkotaan kolonial dengan elemen lokal; sebuah pendekatan radikal terhadap perencanaan tata ruang untuk Indonesia pada saat itu. Ia juga memperkenalkan lingkungan untuk semua etnis di Semarang, membangun pasar di Yogyakarta dan Surakarta, serta alun-alun di Batavia (kini 'Jakarta'). Antara tahun 1915 dan 1941, ia diberi tanggung jawab untuk merencanakan 12 dari 19 munisipalitas di Jawa, 3 dari 9 kota di Sumatra, dan 1 kota di Kalimantan (Borneo Indonesia). Karten dibesarkan di keluarga terpelajar, Thomas Karsten pun mengembangkan ide yang progresif dan liberal. Ayahnya dulu adalah profesor di bidang filosofi dan wakil rektor universitas, sementara saudaranya adalah wanita pertama di Belanda yang mempelajari kimia. Thomas Karsten berkuliah di Delft Polytechnische School (pendahulu Universitas Teknologi Delft) di Belanda dan awalnya belajar teknik mesin, sebelum akhirnya beralih ke teknik struktur pasca adanya reformasi institusional terhadap kampusnya. Karsten bukan mahasiswa terpintar, tetapi ia berhasil lulus dari fakultas yang hanya meluluskan 3-10 orang per tahun hingga tahun 1920. Kota asal Karsten adalah Amsterdam dan pada awal dekade 1920-an, kota tersebut mengalami masalah sosial ekonomi besar. Antara 1908–11, saat Karsten masih berstatus mahasiswa, ia terlibat aktif sebagai pendukung reformasi perumahan rakyat melalui penyiapan proyek perumahan baru. (Wikipedia)

Studi bouwkundige ingenieur adalah salah satu program studi di Polytechnische School/Technische Hoogeschool te Delft. Besar kemungkinan HT Karsten adalah salah satu lulusan pertama. Satu yang perlu dicatat Karsten lulus insinyur arsitektur bersama dengan H Maclaine Pont.


Pada tahun 1906 satu program studi baru dibuka di Technische Hoogeschool te Delft yakni mijnbouwkundige engenieur (lihat Soerabaijasch handelsblad, 28-09-1906). Dua program studi baru tersebut tampaknya memiliki relevansi dengan kebutuhan yang ada di Hindia Belanda.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bagaimana Perannya Insinyur Teknik Sipil Pribumi? Studi ke Belanda dan Pendirian Sekolah Tinggi Teknik (THS) di Bandoeng

Salah satu anggota Indische Vereeniging di Belanda, pada tahun 1910 Leatemia lulus ujian nasional masuk universitas (lihat Verzameling van verslagen en rapporten behoorende bij de Nederlandsche Staatscourant. 01-01-1910). Disebutkan yang lulus yang berasal dari HBS di Haarlem antara lain Karel Johan Leatemia, lahir  27 Januari 1890 di Saparoea. Leatemia diterima di universitet te Delft. Disebutkan mahasiswa Leatemua beralamat di Oude Delft No. 130 (lihat Delftsche courant, 07-01-1911).


Soerjowinoto berangkat ke Belanda pada bulan September 1908 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-09-1908). Surat kabar De nieuwe courant, 10-09-1908 memberitakan ada empat dari 147 mahasiswa baru berasal dari Hindia di Technische Hoogeschool di Delft, Mereka berempat adalah Raden Mas Ambia Soedibijo, Raden Mas Soemito, Be Tiat Tjong dan RM Notodiningrat. Raden Mas Notodhiningrat lulus dari HBS di Batavia tahun 1908 (lihat De locomotief, 03-06-1908). Notodiningrat studi di TH Delft (lihat De nieuwe courant, 17-12-1910). Pada tahun 1911 Raden Sarengat lulus ujian akhir HBS di Semarang (lihat De nieuwe courant, 30-06-1911). Raden Sarengat menumpang kapal ss Kawi yang akan berangkat pada tanggal 20 dari Batavia dengan tujuan akhir Nederland. Dalam manifes kapal yang jumlahnya ratusan juga terdapat nama Thio Tiam Tjong (lulusan HBS Semarang) (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-07-1911). 

Pada tahun 1914 ini Leatemia lulus ujian propadeutisch pada bidang wee- en waterbouwkunde di Technische Hoogeschool te Delft (lihat Delftsche courant, 29-09- 1914). Yang sama-sama lulus dengan Leatemia, antara lain adalah Raden Mas Notodhiningrat, Raden Sarengat dan Raden Soerjowinoto. Ini mengindikasikan bahwa siswa-siswa pribumi asal Hindia cukup kompetitif memasuki Technische Hoogeschool di Delft.


Untuk sekadar catatan siswa asal Hindia yang pertama studi di Delft adalah Tan Tjoen Liang. Tan Tjoen Liang lulus ujian masuk di kelas satu HBS di Gymnasium Wollem III di Batavia tahun 1877 (lihat Bataviaasch handelsblad, 28-09-1877). Tan Tjoen Liang di Belanda diketahui sudah terdaftar sebagai mahasiswa politeknik di Delft (lihat Algemeen Handelsblad, 12-12-1883). Disebutkan diantara mereka yang terdaftar di Sekolah Politeknik di Delft adalah Tjoen Liang Tan, putra kapten Cina di Buitenzorg. Ia menyelesaikan studi persiapannya di Jawa, serta menyelesaikan kursus 5 tahun di Gymnasium Willem III di Batavia dan menyelesaikan ujian akhirnya di tahun ini. Tan Tjoen Loang lahir pada tahun 1865, dalam usia 18 tahun ia sudah studi di Sekolah Politeknik untuk mendapatkan ijazah sebagai insinyur. Kehadiran Tan Tjoen Liang di Belanda telah menambah jumlah siswa orang pribumi dan dan Cina asal Hindia yang melanjutkan studi di Belanda. Pribumi pertama asal Hindia yang melanjutkan studi di Belanda adalah Sati Nasoetion, anak kepala Koeria di Onderafdeeling Mandailing, Afdeeling Angkola Mandailing, Residentie Tapanoeli. Sati Nasoetion pada usia 17 tahun berangkat tahun 1857 untuk tujuan melanjutkan studi keguruan, Pada tahun 1860 Sati Nasoetion lulus ujian dan mendapat akta guru. Pada tahun 1861 Sari Nasoetion alias Willem Iskander kembali ke tanah air dan kemudian pada tahun 1862 mendirikan sekolah guru (kweekschool) di kampongnya di Tanobato, Mandailing. Pada tahun 1887 Tan Tjoen Liang lulus ujian transisi (overgangs-examen) di Polytechnische School di Delft (lihat Delftsche courant, 15-06-1887). Disebutkan sore ini di Polytechnische School di Delft diketahui hasil ujian transisi berdasarkan art 61, art 62, art 63, art 64 dan art 65. Nama-nama yang lulus ujian sarjana kedua (tweede gedeelte) art 64 (werktuigkundig ingenieur) antara lain Tan Tjoen Liang. Sejauh yang diketahui, setelah Tan Tjoen Liang lalu pada tahun 1896 menyusul Raden Kartono studi di Polytechnische School di Delft.

Lantas bagaimana dengan HT Karsten selanjutnya setelah lulus di Technische Hoogeschool te Delft pada tahun 1909?  Satu yang jelas pada tahun 1909 di kota Medan diberlakukan desentralisasi dengan membentuk gemeenteraad. Sesuai pemberlakukan desentralisasi (setelah diundangkan Desentralisatie Wet tahun 1903), setelah diberlakukan desentralisasi tahun 1905 di Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg, lalu pada tahun 1906 diberlakukan di sejumlah kota termasuk Semarang, Soerabaja dan Bandoeng.  


Seperti pada artikel sebelumnya, pertumbuhan dan perkembangan kota diduga memiliki relasi yang kuat dengan pemberlakuan desentralisasi di Hindia terutama di sejumlah kota-kota yang dipilih. Sebagaimana kota sebagai wilayah otonom (desentralisasi) banyak bidang yang membutuhkan perhatian dan memerlukan sejumlah keahlian seperti Teknik sipil (bangunan, jalan jembatan dan drainase) dan juga keinginan untuk menata kota dan meningkatkan estetika kota sebagai status gemeente.

Pada tahun 1910 nama Karsten diberitakan berangkat ke Malang (lihat De locomotief, 28-07-1910). Disebutkan diberikan satu bulan cuti ke Malang kepada insinyur kelas satu (HT) Karsten. Ada apa ke Malang? Disebutkan insinyur kelas satu waterstaat EH Karsten, diberi cuti sebulan karena sakit (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-07-1910). Namun yang menjadi pertanyaan siapa EH Karsten? Yang jelas di Belanda nama HT Karsten tidak hanya lulusan Delft, juga ada nama HT Karsten sebagai guru besar di Universitas Gemeente Amsterdam dan nama HT Karsten sekretaris lembaga sastra.


Pada tahun 1915 muncul artikel di surat kabar di Semarang, dimana dalam tulisan disebutkan nama bouwkundige ingenieur Karsten yang dikaitkan dengan permasalahan perencanaan kota di Semarang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 14-06-1915). Dalam tulisan itu sipenulis mengutif pendapat dari Karsten bagaimana solusinya masalah tersebut, yang dijadikan oleh penulis sebagai kesimpulan bahwa diperlukan banyak keahlian, tidak hanya mendasarkan pada satu sudut pandang (secara sepihak yang hanya mempertimbangkan satu sisi masalah). Penulis mengutip Karsten terkait dengan estetika dalam perencanaan kota. Catatan: dalam tulisan itu tidak terinformasikan dimana Karsten berada, apakah di Belanda atau sudah ada (atau pernah datang ke) Hindia.

Sejauh yang diketahui tidak pernah terinformasikan HT Karsten pernah di Hindia. Seperti disebut di atas, nama insinyur Karsten dikutip dalam hubungan isu permasalahan kota Semarang. Pada tahun 1917 nama HT Karsten disebut sebagai Semarangsche stedebouwkundigen ingenieur Karsten (perencanaan kota di bawah kepemimpinan Karsten, perencana kota Semarangsche) (De locomotief, 15-10-1917). Lantas dimana HT Karsten?


Algemeen Handelsblad, 17-10-1917: ‘Masyarakat Hindia. Tadi malam Indisch Genootschap mengadakan rapat umum di ruangan 14 Van Galenstraat, dimana Mr. A. Plate dkk berbicara tentang "Rencana penataan kota (gemeente) di Hindia”, masing-masing subjek diilustrasikan dengan gambar-gambar ringan. Setelah ketua, Dr. EB Kie1stra membuka rapat dengan kata-kata pendek, Plate mengambil lantai. Kota (gemeente) di Hindia dan kesulitan yang dihadapi pada awalnya karena kurangnya pengalaman dengan pekerjaan kota, keadaan urusan di bidang pemekaran kota saat ini matak, sehingga di Batavia sebagian rencana telah disusun, Bandoeng memiliki ahli yang bekerja penuh, Semarang sudah siap, Soerabaja memiliki kantor khusus di tempat kerja, dan Medan sebagian sudah siap. Beberapa waktu lalu, draf peraturan sudah siap di meja penasihat desentralisasi, tetapi mungkin belum diserahkan. Pembicara berharap peraturan pendahuluan tidak akan terjadi, tetapi pemerintah kota Hindia akan melakukannya untuk sementara, begitu pula Nederl. Woningwet, sebelum tahun 1901 (berlakunya Undang-Undang Perumahan Belanda) hanya akan berlaku sebagai undang-undang pengatur dengan peraturan bangunan. Dalam praktiknya, dia berharap ini memberi lebih banyak kebebasan kepada pemerintah kota gemeente. Jika praktik yang diperlukan telah diperoleh dalam materi ini, yang hampir seluruhnya baru di Hindia, di kota-kota yang energik, maka peraturan hukum umum dari atas dapat bermanfaat. Hanya metode pengambilalihan yang disederhanakan untuk kepentingan perumahan umum yang sudah sangat dibutuhkan. Artinya rencana perluasan tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh pembicara pada hubungan yang diperlukan antara rencana perluasan dan peraturan bangunan. Melalui contoh ditunjukkan betapa berbahayanya menjadi panas hanya dapat menjelaskan rencana secara garis besar; seperti halnya desain teknis atau seni apa pun, ada hubungan tak terpisahkan antara hal-hal penting dan detail, yang tidak mengubah fakta bahwa kemungkinan modifikasi harus selalu ada. Khususnya di Hindia, di mana, karena kurangnya statistik yang baik, ada banyak potensi kesalahan vs perancang dalam pengembangan kota di masa depan, rencana tersebut harus memiliki elastisitas sebesar mungkin. Ditunjukkan bagaimana kota Hindia, serta misalnya Manila, secara otomatis datang ke semacam sistem zona dalam rencana dan kode bangunan sebagai akibat dari kebutuhan hidip yang sangat terbatas untuk kelompok penduduk yang berbeda. Zona-stelsel (sistem zona), seperti Semarang yang misalnya. tahu, pada dasarnya sesuatu yang berbeda dari apa yang dimaksud dengan peraturan bangunan Amsterdam dan apa yang dimaksudkan di Jerman dengan apa yang disebut Staffelbauordnung. Seorang pembicara juga membutuhkan waktu lama untuk mempertimbangkan hubungan antara masyarakat dan arsitektur, dan karena itu juga antara masyarakat dan tata kota. Denah kota pada dasarnya adalah denah lantai dari satu keseluruhan arsitektur besar. Dia menunjuk sisa-sisa budaya yang masih ada di Hindia, berbeda dengan Eropa, dan hubungan budaya tersebut dengan peradaban Barat yang dominan. Meskipun masalah ini pada saat ini hampir tidak dapat dipecahkan, namun masalah ini sangat penting bagi perancang rencana perluasan; karena rencananya akan memiliki arti selama bertahun-tahun, dan perkembangan peradaban di Eropa, yang meninggalkan jejaknya di Hindia, berjalan sangat cepat. Ditunjukkan secara detail bagaimana teknologi, setelah membuat dunia jelek selama satu abad, sedikit banyak membantu membentuk kembali keindahannya sendiri. Seperti saya melakukan ekonomi, obat terbaik untuk yang mahal adalah yang mahal itu sendiri, dalam masyarakat obat terbaik untuk yang jelek adalah yang jelek itu sendiri. Rancangan teknis yang lebih baru, seperti stasion/kereta api, yang akan melintasi kota di Batavia dan Soerabaja (di Batavia bahkan di sepanjang Koningsplein), kini dapat diterima tanpa ragu dari sudut pandang estetika, kini dapat dipadukan dengan baik ke pemandangan kota. Setelah menjelaskan pentingnya lalu lintas dan perkeretaapian khususnya untuk perumahan umum, menarik perhatian pada pandangan jauh ke depan manajemen SS Hindia Belanda yang rencananya di Batavia dan Surabaya sekarang mengandalkan lalu lintas penumpang besar-besaran dari daerah pemukiman ke kota, dengan rencananya di Batavia dan Surabaya, penekanan sekali lagi dengan tegas ditempatkan pada membiarkan perkembangan masyarakat berkembang sealami mungkin. Faktor-faktor yang mengatur banyak urban sprawl. Terutama diperingatkan pembicara melawan teori yang dibuat-buat, yang terkadang muncul di Hindia missalnya. bahwa jalan melengkung secara estetis selalu berdiri di atas jalan lurus, alun-alun tertutup atau terbuka, dll. Akhirnya, beberapa denah kota Hindia diperlakukan dengan serangkaian gambar cahaya yang indah dan jernih. Termasuk rencana yang sangat bagus untuk kota Surabaya bagian atas oleh bouwkundige ingenieur Maclaine Pont dan rencana kota Semarang bagian bawah dan atas, dimana bouwkundige ingenieur Karsten berperan besar. Selama pembahasan rencana kota atas (heuvelterrem), pembicara Penjelasan singkat diberikan tentang pekerjaan skala besar perusahaan pertanahan kota di Semarang dan ditunjukkan bagaimana pemerintah kota, untuk mempromosikan tempat tinggal di kawasan yang sehat, membuka layanan busnya sendiri sebagai bagian dari aspek pertanahan. Terakhir, gambar cahaya memberi kesan pemandangan indah yang dimiliki seseorang di medan perbukitan Semarang. Ketua mengucapkan terima kasih kepada pembicara atas pemaparannya yang menarik dan topikal dan kemudian menutup pertemuan yang dihadiri oleh ketua Tweede Kamer Mr D. Fock, yang juga hadir’.

Dari berbagai keterangan di atas, Karsten tampaknya belum pernah ke Hindia. Besar dugaan Karsten di Belanda telah mendirikan kantor konsultan perencana yang mana dalam hal ini perusahaan/kantor Karsten di Belanda mendapat kepercayaan untuk membuat perencanaan kota di Semarang. Tentu saja untuk survei ke Hindia yang datang adalah para stafnya. Bagaimana dengan rekannya H Maclaine Pont yang juga bertanggungjawab untuk Menyusun perencanaan kota di Soerabaja?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar