Kamis, 06 Juli 2023

Sejarah Tata Kota Indonesia (12): Tata Kota Manado di Daerah Aliran Sungai Tondano di Minahasa; Pulau Manado Sejak Era VOC


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Kota Manado merujuk hari lahirnya 14 Juli 1623. Tahun ini dapat dikatakan masih baru, jika dibandingkan kota-kota lainnya yang mengklaim lebih tua seperti kota Kediri dan kota Palembang. Apakah itu realistic? Okelah itu satu hal. Hal yang lebih penting dalam hal ini adalah perihal bagaimana kota Manado terbentuk. Tetap eksisi hingga ke hari ini.


Asal-usul dan Sejarah Nama Manado Kompas.com. 28-06-2022. Sampai kini, bukti fisik asal nama Manado masih diperdebatkan. Ada yang menyebut dari kata Manaroe atau Manadou (bahasa Minahasa), artinya dijauh. Nama yang lebih tua dari Manado, yakni Wenang yang berubah menjadi Manado. Pergantian dilakukan Spanyol tahun 1682. Manado diambil dari nama pulau di sebelah Bunaken, yaitu Manado (kini Manado Tua). Namun sumber lain menyebutkan pergantian oleh VOC tahun 1677 sampai 31 Agustus 1682, Pada tahun 1623 nama Manado mulai dikenal dan digunakan dalam surat-surat resmi. Karena alasan tersebut Wenang diganti menjadi Manado. Dalam dokumen itu disebutkan bahwa nama Manado ditemukan pelaut Portugis yang bernama Simao d'Abreu pada tahun 1523 dan merupakan pulau yang sudah berpenghuni sejak 1339. Namun, Simao tidak mempublikasikan temuannya itu. Hasil temuan tersebut dipublikasikan oleh Antonio Galvao, mantan gubernur Portugis di Maluku dalam buku berjudul Tratado. Pada tahun 1541, Nicolaas Desliens, orang Eropa asal Perancis yang mencantumkan nama Manado di peta dunia. Diperkirakan, Desliens mendapatkan nama Manado dari Simao d'Abreu. Manado Tua merupakan wilayah kepulauan yang terdapat di Kota Manado. Hari jadi Kota Manado ditetapkan pada tanggal 14 Juli 1623. (https://regional.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah tata kota Manado di daerah aliran sungai Tondano wilayah Minahasa? Seperti disebut di atas, nama Manado bermula di pulau, tetapi kemudian digunakan ketika pembangunan benteng dimulai di hilir sungai Tondano semasa VOC. Lalu bagaimana sejarah tata kota Manado di daerah aliran sungai Tondano wilayah Minahasa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tata Kota Manado di Daerah Aliran Sungai Tondano Minahasa; Pulau Manado Sejak Era VOC

Seperti kota-kota lainnya yang berada di wilayah pesisir umumnya bermula dari sekitar area muara sungai, demikian juga dengan awal terbentuknya kota Manado di masa lampau. Untuk memahami sejarah tata kota Manado, bayangkan pada masa ini wilayah hilir daerah aliran sungai Tondano di sekitar muara. Dari area muara inilah kota bermula. Mengapa? Kapan nama Manado dicatat?


Dalam catatan awal VOC, volume perdagangan cangkang penyu (schildpadbhoorn) dari pedagang-pedagang VOC di Manado hanya kecil, tetapi pedagang-pedagang VOC banyak bermasalah dengan (pedagang-pedagang) Spanyol. Pada era Gubernur Jenderal G. Maetsuycker (1653-78) mengambil langkah mengusir Spanyol dari Manado. Tampaknya alasan Pemerintah VOC ingin mengusir Spanyol dari Manado karena ingin menguasai sepenuhnya pulau Celebes. Pemerintah VOC berhasil mengusir Spanyol dari wilayah Manado pada tahun 1657.

Setelah orang-orang Spanyol terusir dari semenanjung utara Celebes (Minahasa), disebutkan dalam catatan Kasteel Batavia di Manado perdagangan tetap berlangsung (lihat Daghregister 15 Februari 1661). Tempat yang disebut Manado dimana? Bukan berada di area kota Manado yang sekarang di sekitar muara sungai Tondano. Lalu dimana? Di suatu pulau di lepas pantai yang tidak begitu jauh dari muara sungai Manado.


Jadi, yang dimaksud Manado dalam permulaan sejarah ini adalah nama pulau. Mengapa perdagangan terjadi di pulau? Para pedagang berdatangan dari kota-kota besar seperti Ternate dan Amboina (dan mungkin dari Makassar) serta dari kota-kota di pulau-pulau Filipina untuk bertransaksi dengan para pedagang setempat yang berasal dari pulau-pulau maupun dari pantai, termasuk dari pedalaman dari arah hulu sungai Tondano (orang Minahasa). Terbentuknya pusat transaksi (perdagangan) di pulau besar kemungkinan karena dipandang lebih aman bagi pedagang asing.

Dalam perkembangannya pemerintah VOC merelokasi pusat perdagangan di pulau Manado ke area muara sungai (Tondano) yang secara teknis dipilih karena lebih aman bagi VOC (sebagai pertahanan darat). Fungsi benteng yang dibangun menjadi perlindungan dari ancaman dan penyerangan dari laut (terutama Spanyol dari arah Filipina) dan penduduk asli (Minahasa) dari arah pedalaman. Benteng juga difungsikan sebagai pos perdagangan VOC (logement).


Area dimana benteng VOC dibangun di sekitar muara sungai (Tondano) disebut Manado. Mengapa? Pusat perdagangan awalnya (semasa Spanyol) di pulau Manado, Oleh karena VOC berhasil mengakuisi pusat perdagangan itu dan dalam hubungannya dengan peningkatan kapasitasnya direlokasi ke daratan di sekitar muara sungai. Manado sebagai nama pulau digunakan sebagai nama area baru. Sejak itu nama pulau yang ditinggalkan disebut Manado Tua (Oud Manado). Hal yang mirip sebelumnya adalah kota Atjeh. Kelak hal serupa ini terjadi di Bandoeng, dimana kantor pemerintah dibangun di area kosong digunakan dengan nama Bandoeng, sementara kampong Bandoeng yang lama disebut Dajeuh Kolot (kampong tua).

Pemerintah VOC kemudian membangun benteng baru area baru Manado pada tahun 1665 (lihat Daghregister 30 Desember 1665). Ini mengindikasikan bahwa sejak kehadiran VOC (1661) dan dibangunya benteng pada tahun 1665 sudah terbentuk kerjasama antara Pemerintah VOC dengan pemimpin lokal di Minahasa khususnya di area baru Manado.


Sebelumnya, setelah pengusiran Spanyol dari wilayah semenanjung utara Celebes, kemudian Pemerintah VOC pada tahun 1663 berhasil menaklukkan Spanyol di Tèrnate dan Tidore, dua pangkalan terakhir orang-orang Spanyol di Hindia Timur (baca: wilayah Indonesia sekarang). Catatan: pengusiran Spanyol ini adalah pengusiran yang kedua oleh VOC (sebelumnya mengusir Spanyol di Manado; sejak 1605 VOC berpusat di Amboina—setelah menaklukkan Portugis).

Setelah menyapu bersih kekuatan dan pengaruh Spanyol di Maluku dan semenanjung Celebes, Pemerintah VOC membentuk Residen baru di Ternate yang dimasukkan di bawah yurisdiksi Gubernur Maluku (di Amboina). Wilayah Manado (distrik Minahasa) dimasukan di bawah yurisdiksi residen di Ternate.


Secara geopolitik Pemerintah VOC (yang berpusat di Batavia dimana Gubernur Jenderal berkedudukan) memiliki tujuan strategis untuk pertama-tama mengusir Spanyol dari Manado dan Maluku. Tujuan antaranya adalah mengusir Spanyol di Manado yang terbilang lemah. Lalu kemudian dengan posisi pertahanan di Ambon dan di Manado melancarkan serangan ke pihak Spanyol di Ternate dan Tidore dimana benteng-benteng Spanyol cukup banyak (pertahanan yang kuat). Last but not least: setelah memperkuat eks benteng benteng-benteng Spanyol di Ternate dan Tidore serta membangun baru benteng di Manado (1665), maka terbuka lebar untuk bisa menaklukkan kerajaan Gowa yang berpusat di kota Sombaopoe. Catatan: perselisihan VOC dengan Gowa sudah lama adanya, sejak 1645 dimana residen VOC di Sombaopoe terbunuh. Oleh karena itu pos residen di Sombaopoe direlokasi ke Bima. Kerajaan Gowa kemudian dalam posisi terancam, dimana setengag lingkaran sudah menjadi pertahanan VOC (Amboina. Manado, Ternate/Tidore, Banda dan Bima serta Koepang). Catatan: Pemerintah VOC berhasil menaklukkan kerajaan Gowa yang berpusat di Sombaopoe tahun 1669 (yang kemudian dibentuk Gubernur baru berkedudukan di benteng Rotterdam (Oedjoeng Pandang—kelak disebut Makassar/nama lama).

Dalam peta-peta Belanda (VOC) nama Manado (baru) sudah dipetakan pada peta yang bertarih 1679 berjudul Kaartje van de Minahassa. Dalam hal ini Minahassa [Minahasa] adalah nama wilayah (district). Dalam peta ini area VOC (Manado) berada di sisi barat hilir sungai Tondano (area kosong). Sementara populasi penduduk pribumi kampong-kampong mereka di sisi timur sungai Tondano.


Perkampongan populasi penduduk pribumi di sisi timur sungai Tondano antara lain kampong Aris, kampong Klabat dan kampong Bantik. Populasi penduduk Klabat ini memiliki kaitan dengan populasi penduduk di arah hulu sungai (perkampongan Klabat hulu) yang diduga populasi penduduk asli Minahasa. Sementara itu di arah timur kampong Bantik diidentifikasi kampong Manado, yang diduga suatu perkampongan baru relokasi dari pulau Manado (tua). Sementara di area sekitar benteng juga disebut (kampong) Manado (baru) yang diproyeksikan sebagai area orang Eropa/Belanda (yang juga turut relokasi dari pulau ke daratan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pulau Manado Sejak Era VOC: Benteng Amsterdam dan Awal Terbentuknya Kota Manado

Pulau Manado sejatinya adalah pulau gunung api, yang mana bagian sisi luar lingkaran pulau menjadi pemukiman populasi penduduk yang diduga bersifat melting pot. Sementara populasi penduduk di wilayah daratan sekitar muara sungai Tondano hingga ke pedalaman (di danau Tondano) adalah penduduk asli (orang Minahasa). Wilayah hilir sungai Tandono (sekitar muara) dalam perkembangannya popolasi penduduk orang Minahasa bercampur dengan para pendatang (termasuk dari pulau Manado) yang membentuk sub populasi baru (orang Manado). Pola serupa ini jamak di wilayah muara sungai (termasuk wilayah Jakarta yang membentuk populasi penduduk Betawi—orang Sunda di bagian belakang pantai). Dalam konteks inilah secara social terbentuk kota Manado yang sekarang.


Secara geomorfologis, wilayah sekitar muara sungai Tondano (cikal bakal kota Manado yang sekarang), seperti disebut di atas, bermula dengan dibangunnya benteng VOC pada tahun 1665 (kelak disebut Fort Amsterdam). Dipilihnya area benteng di sisi barat muara sungai, karena berbagai factor: wilayah yang masih kosong. Secara teknis VOC mulai membuka pos perdagangan (dengan membangun benteng) dipilih di area tidak berpenghuni (karena penduduk di sekitar akan menjadi partner mereka—tidak ada penggusuran termasuk di Batavia dan Makassar). Mengapa area kosong? Perkampongan penduduk pribumi di sekitar muara berada di sisi timur sungai. Tidak ada perkampongan asli di sisi barat sungai karena area yang lebih rendah, diduga kerap terjadi ancaman banjir bandang (sungai Tondano meluap) maupun kemungkinan terjadinya tsunami. Area kosong yang dipilih VOC sebagai pertapakan benteng dan logement secara teknis bukan wilayah rawa lagi (bedakan dengan Batavia, Semarang dan Soerabaja), tetapi area rendah. Sebagai area rendah, diduga di masa lampau adalah suatu perairan berupa teluk, dengan perkampongan di sisi timur teluk (area lebih tinggi di sisi timur sekitar muara sungai)—kapmpong Aris dan kampong Klabat.

Posisi GPS benteng menjadi penting sebagai penanda navigasi awal sejarah tata kota Manado. Dari posisi inilah kota Manado tumbuh dan berkembang hingga ke masa kini. Benteng VOC (Fort Amsterdam) tentu saja tidak ada lagi pada masa ini, tetapi posisi GPSnya di masa lampau didufa kuat di sekitar area Pasar 45 yang sekarang. Seperti kita lihat nanti, keberadaan benteng inilah yang kemudian terbentuknya jalan Tendean dan jalan Surdiman (area benteng di sekitar hook).

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar