*Untuk melihat semua artikel Sejarah Indonesia Jilid 1-10 di blog ini Klik Disini
Sejarah Kementerian Haji dan Umroh di Indonesia besar
dugaan belum masuk dalam penulisan Sejarah Indonesia yang tengah ditulis sekarang.
Sebab Kementerian Haji dan Umroh di Indonesia baru dibentuk kemarin sore. Jadi
usianya masih sangat baru. Namun penyelenggaraan haji oleh pemerintah RI sudah
dimulai pada tahun 1951 (pemerintah mulai mengambil alih penyelenggaraan haji
dari pihak swasta setelah keluarnya Keputusan Presiden Nomor 53 tahun 1951).
Penyelenggaraan haji sendiri di Indonesia sudah berlangsung lama bahkan sejak masa
Pemerintah Hindia Belanda.
Lahirnya Kementerian Haji dan Umrah, AMPHURI: Tonggak Sejarah Baru Indonesia. Lusiana Mustinda. Selasa, 26 Agustus 2025. Jakarta - Hari bersejarah tercipta bagi dunia haji dan umrah Indonesia. Suasana haru dan penuh syukur menyelimuti keluarga besar Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) secara resmi mengesahkan berdirinya Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia pada Selasa (26/8/2025). Bagi AMPHURI, ini bukan sekadar perubahan struktur birokrasi. Ini adalah perwujudan mimpi panjang dan tonggak sejarah baru yang dinanti selama lebih dari tujuh dekade. Selama ini, urusan haji dan umrah diatur di bawah Kementerian Agama bersama urusan keagamaan lainnya. Kini, dengan berdirinya kementerian khusus, Indonesia akhirnya memiliki lembaga negara yang secara penuh dan fokus menangani penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Ketua Umum DPP AMPHURI, Firman M Nur, tak bisa menyembunyikan rasa bangganya. Ia menyebut keputusan ini sebagai hasil dari perjuangan panjang yang terus AMPHURI gaungkan, terutama sejak Presiden Prabowo Subianto menyusun kabinet tahun lalu (https://www.detik.com/)
Lantas bagaimana sejarah Kementerian Haji dan Umroh di Indonesia? Seperti disebut di atas Kementerian Haji dan Umroh di Indonesia baru dimulai kemarin. Penyelenggaraan haji sendiri sudah ada sejak Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Kementerian Haji dan Umroh di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.
Kementerian Haji dan Umroh di Indonesia; Penyelenggaraan Haji sejak Pemerintah Hindia Belanda
Terjadi peristiwa kerusuhan besar--pembantaian umat Kristen di pesisir Arabia-oleh kaum fanatik Islam. Kanselir konsulat Prancis di Jeddah, yang lolos dari pembunuhan, telah dipanggil ke Paris melalui telegraf dari Alexandria (lihat Leydse courant, 19-07-1858). Sementara itu disebutkan Fuad Pasha, pemimpin pemerintahan Turki telah mengambil langkah dengan mengirim jenderal untuk menerapkan darurat militer dan akan menghukum berat bagi yang terlibat. Dua ribu orang telah ditempatkan untuk membantu jenderal tersebut, yang akan menyandang gelar Komisaris Kekaisaran. Pemerintah Fuad Pasha juga telah mengirim nota ke Prancis bahwa diberikan kebebasan untuk menentukan jumlah kompensasi yang akan dibayarkan Turki kepada putri konsul tersebut.
Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-,
nieuws- en advertentieblad, 24-02-1859: ‘Tuan Emerat, mantan kanselir konsulat Prancis
di Jeddah, kemungkinan akan diangkat menjadi drogman kedua di kedutaan Prancis di
Konstantinopel. Awalnya, ia akan tetap menjadi kanselir di Jeddah, tetapi hal
ini terhalang oleh pernikahannya dengan Nona Eveillard, yang telah menyatakan
bahwa ia tidak dapat kembali ke kota itu (Jeddah), tempat keluarganya meninggal
secara tragis’.
Saat ini wilayah Arab merupakan bagian dari Kekaisaran Turki. Gubernur Jenderal Turki di Hedjaz (Namik Pasha) berkedudukan di Jeddah. Komandan militer Turki di Jeddah adalah Kolonel Hassan. Dalam konteks inilah perwakilan Prancis (konsul) Prancis ditempatkan di Jeddah. Konsulat Prancis lainnya berada di Alexandria (wilayah Mesir yang juga bagian dari wilayah Kekaisaran Turki). Saat ini di Jeddah tidak terinformasikan apakah sudah ada konsulat Belanda dan konsulat Inggris. Namun tampaknya belum ada. Hal ini mengingat pemicu kerusuhan di Jeddah, karena satu kapal berbendera Turki diturunkan dan kemudian digantikan bendera Inggris (yang kemudian oleh para fanatis Islam menghalau semua orang Eropa (yang dianggap Kristen). Dalam tragedi ini (pemerintah) Turki pada posisi dilematis.
Jauh sebelum dikenal Jeddah, sudah dikenal nama
Mekkah dan Madinah. Sebelum Jeddah berkembang, perwakilan dagang Belanda/VOC
berada di Aden (Yaman), kemudian sempat dipindahkan ke Mocha (perdagangan
kopi). Semakin menguatnya Inggris di kawasan, perwakilan dagang Belanda/VOC
lambat laun menghilang dari Kawasan Laut Merah. Pada saat kehadiran haji asal
Indonesia (baca: Hindia), kota Jeddah sudah sangat berkembang. Para haji
menggunakan kapal-kapal Arab atau Persia. Oleh karena adanya jalur pelayaran
kapal Inggris dari Penang dan Singapoera ke Jeddah, para haji Indonesia juga
ada yang menumpang kapal dagang Inggris. Kaum fanatic Islam yang disebut di
atas, yang menjadi kelompok pemicu kerusuhan adalah kaum yang dikenal sebagai
kaum Wahabi.
Dalam perkembangannya, konsul Belanda ditempatkan di Alexandria (Mesir, muara sungai Nil). Sehubungan dengan pembangunan terusan Suez, Kamar Dagang utama di Belanda mengusulkan diadakannya perwakilan Belanda di kawasan Laut Merah, dimana seorang pejabat dari Konsulat Jenderal di Alexandria ditempatkan di Aden (lihat Bataviaasch handelsblad, 27-11-1867). Lantas mengapa dipilih di Aden? Seperti disebut di atas, nama Aden sudah dikenal sejak era VOC/Belanda. Juga besar kemungkinan masih melihat Jeddah sebagai suatu kota yang belum aman bagi Belanda.
Pada tahun 1869 terusan Suez dibuka. Ini menjadi era
baru di kawasan Laut Merah. Konsulat Belanda juga kemudian ditempatkan di Suez.
Dengan demikian ada dua konsulat Belanda di kawasan Laut Merah, yang merupakan
cabang dari Konsulat Jenderal di Alexandria, yakni di selatan di Aden (Yaman)
dan di utara di Suez (Mesir).
Jumlah jemaah haji Indonesia asal Hindia dari waktu ke waktu terus meningkat. Bagaimana para jemaah selama di pelayaran, di Jeddah dan di perjalanan dari Jeddah ke Mekkah tidak terinformasikan. Namun satu yang jelas, setelah dibukanya terusan Suez lalu lintas kapal-kapal dagang dan kapal-kapal penumpang antara Hindia dan Belanda semakin intens, tetapi hanya di Aden dan Suez. Kapal-kapal dagang Belanda telah menggantikan sebagian peran kapal-kapal Inggris sebelumnya dalam hubungannya dengan jemaah haji Indonesia. Namun perlu juga diingat ada juga kapal-kapal Arab sebagaimana terinformasikan pada Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 13-11-1869: ‘NI barkschip “Yoerserin" gezagv. Said Abdullah bin Sech Aboe Bakar, van Socrabaija, agent Aijdiet; NI barkschip “Yoerserin" gezagv. Said Abdullah bin Sech Aboe Bakar, agent Aijdiet, best. naar Djeddah via Priaman’.
Pada tahun 1871 muncul usulan untuk pembentukan
konsulat Belanda di Djeddah (lihat Algemeen Handelsblad, 26-09-1871). Disebutkan
dalam anggaran pemerintah Belanda untuk tahun 1872 pada bagian Urusan Luar
Negeri. Di dalamnya terdapat sebesar ƒ21.000 dialokasikan untuk misi di
Tiongkok, khususnya untuk seorang konsul jenderal, yang juga akan bertugas
sebagai agen diplomatik, dan tidak akan tinggal di Peking, melainkan di salah
satu pelabuhan. Shanghai adalah lokasi yang paling cocok. Sementara itu juga pemerintah
mengusulkan pendirian konsulat di Jeddah, dengan kontribusi dari pihak Hindia
Belanda sebesar ƒ3.000 dan pihak Belanda sebesar ƒ2.000. Namun kapan konsulat
Belanda di Jeddah direalisasikan tidak terinformasikan.
Konsul Belanda di Djeddah (yang pertama) adalah Mr RWJC De Menthon Bake (lihat Het vaderland, 15-02-1872). Disebutkan konsulat, RWJC De Menthon Bake, yang sebelumnya adalah Konsul Jenderal Le Mannheim, telah ditunjuk sebagai Konsul Belanda di Jeddah, Arab Saudi. Namun pada tahun berikutnya tahun 1873 konsulat Belanda di Jeddah yang diangkat sebagai konsuler adalah W Hanegraaff (lihat Nederlandsche staatscourant, 28-08-1873). Disebutkan berdasarkan Keputusan Yang Mulia tanggal 25 Agustus 1873, No. 51, W Hanegraaff diangkat menjadi Konsul Belanda di Jeddah. Seperti kita lihat nanti, di Djeddah, konsul Belanda juga didampingi oleh drogman (asal Indonesia yang beragama Islam yang memiliki kemampuan berbahasa Arab).
Dengan adanya konsulat Belanda di Jeddah, maka akan
memudahkan para jemaah haji asal Indonesia untuk ke Mekkah. Kapal-kapal Belanda
dan kapal-kapal Hindia Belanda (baca: Indonesia) yang sebelumnya berlabuh di Aden,
juga akan singgah di Suez. Dari dua Pelabuhan ini para jemaah dengan
kapal-kapal yang lebih kecil selanjutnya ke Pelabuhan Jeddah. Kapal-kapal
Belanda dan kapal-kapal Hindia Belanda juga dapat membuang sauh di perairan
Jeddah yang kemudian dihubungkan dengan kapal-kapal yang lebih kecil.
Bagaimana peran konsulat Belanda di Jeddah terhadap para jemaah haji Indonesia tidak terinformasikan. Sudah barang tentu lebih focus pada urusan perdagangan. Namun karena ada kontribusi Pemerintah Hindia Belanda dengan pendirian konsulat di Jeddah, sudah barang tentu ada arahan Gubernur Jenderal untuk memantau para jemaah Indonesia. Satu hal yang dimungkinkan untuk itu adalah pengiriman dokter-dokter pribumi (lulusan Docter Djawa School) di Batavia untuk membantu para jemaah yang sakit. Satu yang jelas setelah cukup lama W Hanegraaff di Jeddah, pada tahun 1878 digantikan oleh pejabat baru (lihat Het vaderland, 24-08-1878). Disebutkan pejabat administrasi kelas-2 JA Kruyt telah ditunjuk sebagai konsul di Jeddah, menggantikan mendiang W Hanegraaff. Ini mengindikasikan W Hanegraaff telah meninggal di Jeddah.
Rotterdamsch nieuwsblad, 11-01-1879: ‘Dari Jeddah di
Arabia, sepucuk surat tertanggal 15 Desember dikirimkan kepada Neue Freie
Presse (Pers Bebas Baru) yang menyatakan bahwa pembantaian hampir terjadi di
sana pada tanggal 8. Kapal perang Inggris Ready telah menangkap tiga pedagang
budak Arab di Laut Merah, menewaskan satu orang Arab. Ketika hal ini diketahui
di kota itu, orang-orang Arab berkumpul dan mengancam wilayah Eropa. Ada
kekhawatiran akan pembantaian umum terhadap umat Kristen. Gubernur, Kaimakan,
dan Sheriff tidak senang karena perayaan Bairam di Mekah. Konsul Belanda, JA
Kruyt, patut disyukuri karena telah mencegah terulangnya pembantaian 15 Juli
1858. JA Kruyt mengumpulkan semua konsul dan orang Eropa bersenjata di rumahnya
dan mengirim utusan dengan unta ke Mekah. Sementara itu, bahaya mereda, dan
pada tanggal 10 Desember, gubernur kembali ke Jeddah dengan pasukan’.
Pada tahun 1880 JA Kruyt terinformasikan di Belanda (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 16-04-1880). Disebutkan JA Kruyt, Konsul Belanda di Jeddah, tiba di kediaman dan turun di Hôtel Paidez. Setelah cukup lama, JA Kruyt kembali ke Jeddah (lihat Algemeen Handelsblad, 06-09-1880). Disebutkan JA Kruyt, Konsul Belanda di Jeddah, akan meninggalkan Belanda pada tanggal 6 bulan ini untuk kembali ke Arabia melalui Trieste dan di sana akan memulai pelaksanaan rencananya untuk penelitian ilmiah di Arabia Tengah, yang telah dibahas pada pertemuan umum Perhimpunan Geografi di Den Haag.
Disebutkan lebih lanjut, saat ini JA Kruyt didampingi
oleh seorang pemuda sebagai asisten untuk pekerjaan zoologi. Nantinya, seorang
insinyur sipil kemungkinan akan bergabung dengannya sebagai ahli geografi. Meskipun
rencana tersebut tampaknya agak kurang menguntungkan saat ini karena situasi
politik di Arabia, laporan mengenai pekerjaan yang dapat segera dimulai ini
menjanjikan akan cukup penting untuk diperhatikan. Semoga upaya Bapak Kruyt
untuk meningkatkan dan memajukan perdagangan dan pelayaran Belanda di Laut Timur
dimahkotai dengan kesuksesan.
Sultan Turki berkedudukan di Constantinopel. Seperti disebut di atas, wilayah Arab masuk wilayah Turki dimana Gubernur Jenderal Hedjaz berkedudukan di Djeddah. Di Kota Djedaah sudah ada sejumlah konsulat: Prancis, Belanda dan Inggris. Sementara itu petinggi di Mekkah adalah Sheriff Abdoel Moetalib telah menggantikan Hussin Ibn Aun (yang langsung bertanggungjawab kepada Sultan). Di masing-masing konsulat asing di Djeddah memiliki penerjemah (drogman). Oleh karena Jemaah haji banyak yang berasal dari wilayah India dan wilayah Asia konsulat Inggris dan konsulat Belanda juga memiliki drogman yang beragama Islam (yang memungkinkan bisa memasuki wilayah Mekkah). Yang juga perlu dicatat disini, banyak pemimpin agama yang berasal dari Asia Tenggara yang bermukim di Mekkah (umumnya dari Indonesia). Nun jauh di selatan (Arabia Selatan) berada dalam posisi di bawah bayang-bayang pengaruh Eropa (Turki yang berkedudukan di Mocha terutama dengan Prancis dan Inggris di Aden, serta Italia).
Dalam perkembangannya, muncul nama Dr Christiaan Snouck
Hurgronje, seorang Belanda yang telah mempelajari studi Islam dan menjadi dosen
di kampusnya di Leiden. Namanya bahkan telah menghiasai majalah dan surat kabar
di Hindia dalam konteks studi Islam. Dr Christiaan Snouck Hurgronje menerima
gelar doktor di Leiden pada tahun 1880 dengan disertasinya 'Het Mekkaansche
feest'.
Kehadiran JA Kruyt sebagai konsulat di Jeddah telah memberi manfaat bagian pemerintah (kerajaan) Belanda. Diplomasi JA Kruyt telah membuka kemungkinan dirinya untuk melakukan perjalanan ke pedalaman Arabia.
Het nieuws van den dag: kleine courant, 24-05-1883: ‘Seorang
pemuda Belanda yang berjasa telah meninggal dunia di luar negeri. Berikut ini
kami kutip dari biografinya, sebagaimana dilaporkan oleh N.R.Ct.: AJ Schelling,
yang lulus sebagai insinyur sipil di Delft pada tahun 1880, berangkat pada
bulan Mei 1881, setelah belajar bahasa Arab di Leiden, melalui Alexandria ke
Arabia, dengan tujuan melakukan ekspedisi eksplorasi di wilayah tengah Arabia
yang luas, tempat yang sebelumnya belum pernah dijamah orang Eropa. Awalnya
tertunda di Jeddah karena situasi politik, di mana ia menikmati keramahan
konsul kami di sana, AJ Kruyt, ia berhasil mengambil hati Grand Sheriff, orang
yang melarang semua orang Eropa memasuki wilayah pedalaman. Schelling sangat
senang dengan survei dan gambar bangunan sheriff di Jeddah yang dilakukan oleh
insinyur Belanda tersebut sehingga ia mengirimkan undangan terhormat kepadanya
ke Taïf untuk memberikan nasihat tentang sistem penyediaan air yang akan
memasok air minum ke Mekah, serta tentang penggalian atau pengeboran sumur
baru. Selama lebih dari setengah abad, berbagai pihak telah berupaya, namun
sia-sia, untuk mengembalikan karya agung kuno ini ke tujuan aslinya. Saran
Schelling diterima dengan sangat baik, dan ia diminta sementara oleh pemerintah
Turki untuk melaksanakan rancangannya. Namun, karena perbendaharaan Turki
sedang tidak dalam kondisi terbaik, sebagian besar menolak komisi tersebut
hingga dana yang diperlukan tersedia. Masalah-masalah yang muncul kemudian
mengakhiri rencana ini untuk sementara waktu. Sementara itu, Schelling tidak
hanya diberi akses ke pedalaman, tetapi bahkan dijanjikan pengawalan yang aman
oleh Grand Sheriff, sehingga ia dapat menyelesaikan pelayaran eksplorasi yang
direncanakannya, seandainya kolera tidak mengganggu. Ketika kolera merebak di
Jeddah, akses ke pedalaman untuk sementara dilarang. Schelling kemudian
berangkat ke Mesir untuk menunggu di sana hingga kolera mereda dari Arabia.
Pada musim panas tahun 1882, saat berada di Alexandria, ia mengetahui dari
direktur pertama pasokan air bagaimana semua pejabat Eropanya telah
meninggalkannya. Tuan Cornich sendiri telah mengirim istri dan anak-anaknya
pergi, tetapi tetap berada di posnya yang berbahaya. Schelling segera
memutuskan untuk membantu Tuan Cornich dan pergi ke darat sementara sebagian
besar orang Eropa melarikan diri ke laut. Apa yang dilakukan Schelling di sana
bersama Tuan Cornich selama dan setelah pengeboman membuatnya berhak untuk
dipuji. Ketika perdamaian pulih sepenuhnya, Schelling berhutang budi atas
tindakan tegasnya selama masa-masa sulit ini sehingga ia ditawari posisi yang
baik dalam pemerintahan Mesir. Schelling kemudian membuat rencana baru untuk
menjelajahi Arabia dari utara ke selatan, tetapi ia tidak pernah berhasil
melaksanakannya. Sibuk mempersiapkan kanal tak jauh dari Kairo, atas perintah
pemerintah, ia tidak cukup meluangkan waktu, tetapi malah bekerja terlalu keras
di iklim panas dan meninggal pada usia 28 tahun’.
Namun bagaimana diplomasi JA Kruyt yang berkaitan dengan jamaah haji Indonesia kurang terinformasikan. Namun demikian ada indikasi bahwa JA Kruyt telah berperan juga (lihat Nederlandsche staatscourant, 06-07-1883). Disebutkan Kementerian Luar Negeri, Tn JA Kruyt, yang diangkat menjadi Konsul Jenderal Belanda di Jeddah berdasarkan Keputusan Kerajaan No. 20 tanggal 18 April yang lalu, telah diakui dalam kapasitas tersebut oleh pemerintah Turki. Ini mengindikasikasi status konsulat Belanda di Jeddah telah ditingkatkan menjadi Konsul Jenderal dengan tetap JA Kruyt berkedudukan di Jeddah.
Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad,
03-06-1884: ‘Di Padang, kapal uap “Djeddah” menambah penumpang berangkat ke Djeddah.
Sebanyak 339 jemaah haji ke Mekkah, terdiri dari 258 pria, 61 wanita, dan 20
anak-anak. Kapal uap ini sendiri sudah ada 621 jemaah haji dari (Pelabuhan) Singapura
dan akan langsung menuju Jeddah’.
Sementara itu, untuk level yang sama konsulat jenderal Turki di Batavia diakui (lihat De nieuwe vorstenlanden, 06-08-1883). Dalam fase timbal balik antara pemerintah Turki dan pemerintah (Hindia) Belanda inilah kemudian terinformasikan Dr Christiaan Snouck Hurgronje yang ahli dalam studi Islam akan berkunjung ke Arabia.
Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 16-06-1884: ‘Dr.
Chr. Snouck Hurgronje, dosen di Institut Kota untuk Pelatihan Pegawai Negeri
Sipil Hindia Timur di Leiden, telah berkonsultasi dengan Bapak JA Kruyt, Konsul
Jenderal Belanda di Jeddah, menyusun rencana perjalanan ilmiah ke kota
pelabuhan tersebut untuk mengumpulkan data guna menambah pengetahuan kita
tentang Islam secara umum, khususnya tentang Islam di wilayah jajahan kita di
Hindia Timur dan pengaruh ibadah haji di Mekkah terhadapnya. Penelitian ini
akan sangat bermanfaat bagi mata kuliah yang beliau ajarkan. Mengingat, untuk
melaksanakan rencana ini, beliau harus melakukan perjalanan ke Arab untuk
jangka waktu yang cukup lama sebelum berakhirnya liburan musim panas mendatang,
beliau telah meminta izin dari Dewan Kota untuk mengisi posisinya di Institut
Kota selama waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ilmiah tersebut melalui
seseorang yang ditunjuk olehnya dan diberi wewenang untuk melakukannya menurut
pendapat Wali Kota dan Anggota Dewan. Setelah berkonsultasi dengan Dewan
Pembina Lembaga Kota, Wali Kota dan Anggota Dewan tidak berkeberatan untuk
memberikan cuti abadi tersebut, dengan alasan telah terbukti bahwa pendidikan
dapat disediakan secara memadai’.
Selama menjadi konsul (jenderal) di Jeddah, JA Kruyt telah banyak mengumpulkan pernak-pernik yang terkait dengan budaya Arab. Pada tahun 1884 JA Kruyt telah dua kali memberi benda-benda etnografi ke Museum Etnografi Nasional di Leiden. Dalam hal ini, JA Kruyt tampaknya sukses dalam banyak hal selama di Jeddah.
Saat JA Kruyt berada di Belanda telah bertemu dengan
Dr.
Chr. Snouck Hurgronje. Pada bulan Agustus, JA Kruyt dan Dr
Snouck Hurgronje sama-sama berangkat ke Jeddah (lihat Utrechtsch
provinciaal en stedelijk dagblad, 05-08-1884). Disebutkan kapal stoomschip
Prins Hendrik berangkat dari Amsterdam dengan tujuan akhir Batavia tanggal 6
Augustus 1884. Di dalam daftar penumpang (manifes) kapal diantaranya JA Kruijt
dan Dr C Snouck Hurgronje yang turun di Egypte. Mengapa turun di Egypte
(Mesir)? Sudah barang tentu semua kapal Belanda termasuk kapal penumpang mewah Prins
Hendrik singgah di Port Said (Mesir). Dr C Snouck Hurgronje kemudian
terinformasikan ke Mesir (lihat Haagsche courant, 09-08-1884). Disebutkan perjalanan
Prof. Snouck Hurgronje, yang, sebagaimana telah kami sebutkan kemarin,
berangkat ke Mesir untuk mempelajari Islam, merupakan hasil misi dari lembaga Kon.
Instituut voor de taal-, land- en volkenkunde van Ned.-Indie.
Pada akhir tahun 1884 ini terinformasikan bahwa JA Kruyt akan mengakhiri tugasnya di Jeddah (lihat Nederlandsche staatscourant, 18-12-1884). Disebutkan dengan Keputusan Kerajaan tanggal 14 Desember, No. 24, yang berlaku mulai tanggal 1 Maret mendatang, Tn JA Kruyt, saat ini Konsul Jenderal Belanda di Jeddah, diangkat menjadi Konsul Jenderal Belanda di Penang, dengan tetap mempertahankan gelar pribadi Konsul Jenderal sementara untuk konsul Belanda di Jeddah, Tn. JA De Yicq, saat ini konsul magang, yang bekerja di Departemen Luar Negeri.
JA Kruyt adalah pejabat Belanda yang sudah
berpengalaman di wilayah Arab. Tidak hanya sebagai consular jenderal yang
berkedudukan di Jeddah, juga telah melakukan banyak perjalanan ke wilayah
pedalaman. Dalam hal ini, JA Kruyt dapat dikatakan menjadi mentor bagi saat Dr
C Snouck Hurgronje memulai perannya di wilayah Arab. Kehadiran Dr C Snouck Hurgronje
di wilayah Arab juga merupakan inisiatif dari JA Kruyt (lihat De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 14-01-1885). Disebutkan untuk
mewujudkan gagasan yang diusulkan oleh konsul jenderal tersebut, lembaga Kon.
Instituut voor de taal-, land- en volkenkunde van Ned.-Indie. di 's-Gravenhaag
baru-baru ini menugaskan Dr C Snouck Hurgronje, dosen di lembaga kota untuk
pendidikan Hindia di Leiden, untuk mengumpulkan data di Jeddah mengenai fungsi
Islam pada masa kini, khususnya yang berkaitan dengan Hindia Belanda. Sebagai
kontribusi terhadap biaya misi ini, yang dapat bermanfaat baik dari perspektif
ilmiah maupun politik, subsidi sebesar 1.500 gulden telah disetujui Juli lalu
dari anggaran Hindia Belanda.
Jumlah jemaah haji Indonesia ke Mekkah (melalui Jeddah) dari tahun ke tahun terus meningkat. Selama tahun 1883, perjalanan ziarah dari Hindia Belanda ke Mekkah lebih ramai dibandingkan tahun 1882. Di Konsulat Jenderal Belanda di Jeddah, tercatat 5.269 penduduk pribumi dari wilayah Hindia, dan 5.091 di antaranya diberikan pas (paspor) Hindia Belanda (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 14-01-1885).
Disebutkan lebih lanjut menurut laporan Residen, jumlah pas yang diberikan untuk perjalanan ke Mekkah di berbagai provinsi di Hindia Belanda selama tahun 1883 adalah 4.922. Pada tahun 1883, layanan gabungan perusahaan kapal uap Nederland dan Rotterdamsche Lloyd digunakan jauh lebih luas oleh jemaah Hindia Belanda untuk penyeberangan langsung mereka ke dan dari Jeddah dibandingkan tahun 1882, ketika, kebetulan, pilihan perjalanan yang lebih baik ini belum cukup dikenal di kalangan penduduk asli. Menurut laporan konsul jenderal kami di sana, dari 5.269 jemaah haji Hindia Belanda yang tiba di Arabia pada tahun 4.883 (yaitu, 19,3 persen dari total jumlah jemaah haji ke Mekkah melalui laut), 1.710 tiba—dalam 44 pelayaran—dengan kapal uap Belanda (497 di antaranya memiliki tiket pulang), sementara dari 4.743 subjek Hindia Belanda yang meninggalkan Arabia setelah haji sebelum akhir tahun 1883, 4.944—dalam 12 pelayaran—menggunakan kapal pos Belanda. Dengan kapasitas pengiriman yang memadai, jumlah ini bisa jauh lebih tinggi, karena sekitar 650 orang lainnya, yang juga ingin berangkat di bawah bendera Belanda, harus ditolak. Sekitar 450 orang yang disebutkan terakhir ini sekarang melakukan perjalanan dengan kapal asing melalui Singapura, dan 200 sisanya, yang semuanya berbasis di Sumatra, melakukan perjalanan langsung ke Padang dengan kapal uap Inggris. Perusahaan kapal uap baru, Insulinde, di Amsterdam, sedang berupaya mendapatkan bagian dalam transportasi jemaah haji Mekkah dan berencana untuk memberangkatkan mereka juga dari Makassar. Terdapat kepuasan umum, tidak hanya di antara para penumpang itu sendiri, tetapi juga di antara otoritas medis di Arab, atas cara yang sangat baik dalam mengatur transportasi warga Hindia Belanda dengan kapal-kapal Belanda. Kapal-kapal pos Belanda yang indah dan besar itu sendiri memberikan kesan yang sangat baik kepada penduduk asli yang hadir di Jeddah dari seluruh wilayah jajahan kami. Meskipun jemaah haji Hindia Belanda, menurut laporan konsul jenderal kami, tampak lebih baik dibandingkan dengan kategori jemaah haji lainnya pada saat kedatangan karena penampilan mereka yang tertib dan berperilaku baik, beberapa di antara mereka yang mendaftar untuk keberangkatan tidak memiliki dana untuk membayar biaya perjalanan mereka dan oleh karena itu meminta kredit untuk biaya-biaya ini dari perusahaan-perusahaan kapal uap Belanda yang terlibat, yang mereka tolak. Karena meninggalkan jemaah haji di Arab dapat menimbulkan kesulitan, sebuah perusahaan dagang Belanda di Jeddah, atas permintaan konsul jenderal, setuju untuk memberikan dana yang diperlukan dengan biaya sebesar 25 persen. di atas tarif angkutan, yang juga mencakup biaya tambahan untuk shech, dll. Untuk memastikan bahwa rumah dagang yang dimaksud menderita kerugian seminimal mungkin akibat tindakan ini, yang sepenuhnya diambil demi kepentingan para peziarah, Pemerintah Hindia Belanda telah mengundang para administratur daerah di Hindia Belanda untuk berkontribusi, jika diminta, untuk pembayaran utang yang dimaksud dan transfer dana yang menjadi hak perusahaan dalam hal ini.
Dr C Snouck Hurgronje di wilayah Arab telah memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebagai misi yang dibiayai oleh lembaga Koninklijk Instituut Voor De Taal Land En Volkenkunde Van Nederlandsch Indie di 's-Gravenhaag. Jemaah haji Indonesia di Arab tentu saja ada dari waktu ke waktu.
Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 02-01-1885:
‘Salah satu penumpang kapal uap “Madoera”, yang baru saja tiba dari Belanda,
telah mengeluh kepada Panitera tentang banyaknya penumpang (500 penumpang dek)
yang diangkut oleh kapal tersebut di Jeddah, sementara sekoci penyelamat hanya
mampu menampung 200 orang. Kepala pelabuhan telah diperintahkan untuk melakukan
investigasi dan melaporkan apakah “Madoera” memiliki ruang yang cukup untuk
menampung jumlah tersebut dan apakah peralatan penyelamat yang memadai
tersedia.
Sementara itu dalam rapat tahunan lembaga Kon. Instituut voor de taal-, land- en volkenkunde van Ned.-Indie disebutkan berdasarkan usulan komite, muncul diskusi mengenai perlunya dukungan berkelanjutan bagi kegiatan ilmiah, seperti yang dilakukan Dr. Snouck Hurgronje di Jeddah. Lebih lanjut disebut Sekretaris juga menunjukkan dukungan substansial, tidak hanya moral, tetapi juga material, yang telah diberikan Dewan kepada misi Dr. C. Snouck Hurgronje ke Jeddah, untuk melakukan penelitian di sana mengenai kondisi Muslim yang ada dan untuk memperluas pengetahuan kita tentang Islam dan semua hal terkait secara menyeluruh dan komprehensif (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 03-03-1885).
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 05-03-1885: ‘Haji. Mengenai jemaah haji ke Mekkah dari
wilayah Hindia, kami membaca laporan penting berikut dalam Tijdschrift voor
Nederlandsch Indie: Jumlah jemaah haji dari Hindia Belanda lebih ramai pada
tahun 1883 dibandingkan tahun sebelumnya. Di Jeddah, 5.269 penduduk asli dari
wilayah jajahan kami terdaftar pada tahun 1883, dan 5.091 di antaranya
diberikan izin. Perlu dicatat di sini bahwa hanya 4.922 yang diberikan izin.
Menurut Konsul Jenderal di Jeddah, 1.710 dari 5.269 orang ini telah melakukan
perjalanan dengan kapal uap "Nederland" atau "Rotterdam
Lloyd" dan 848 dengan kapal uap Inggris "Stoomaship Jeddah" yang
berlayar di sepanjang pantai Jawa dan Sumatra untuk menjemput jemaah haji.
Sisanya menempuh perjalanan dengan kapal-kapal asing, biasanya melalui
Singapura dan Penang, terkadang juga melalui Bombay dan Aden. Sebelum akhir
tahun 1883, 4.713 orang lainnya, termasuk 373 orang yang tertinggal dari ziarah
sebelumnya, kembali ke Belanda; 1.944 di antaranya menggunakan kapal pos
Belanda, sementara 650 orang lainnya, yang juga ingin kembali pada kesempatan
ini, harus ditolak karena keterbatasan tempat’.
Konsulat Belanda di Djeddah termasuk salah satu yang membutuhkan anggaran besar (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 23-03-1885). Situasi dan kondisi terakhir di pedalaman Djeddah di laporkan Algemeen Handelsblad, 25-04-1885. Disebutkan sebuah telegram Reuter dari Jeddah tertanggal 21 melaporkan bahwa pasukan Turki yang sedang memasang kabel telegraf antara Mekah dan Taif baru-baru ini diserang oleh orang-orang Arab yang tinggal di sana, dan beberapa tentara tewas dalam pertempuran tersebut. Akibatnya, pemerintah Ottoman telah memutuskan untuk membayar suku-suku tersebut sejumlah anuitas untuk pemeliharaan telegraf tersebut. Ini mengindikasikan hubungan antara pemerintah Turki dengan orang Arab tidak baik-baik saja.
Sementara itu dari Batavia diberitakan bahwa dalam
beberapa hari ke depan sebuah kapal akan berangkat ke Jeddah, membawa 900
jamaah haji (lihat Soerabaijasch handelsblad, 06-05-1885). Tiba: 9 Mei, kapal
uap Belanda “Madura”, di bawah komando C. Koning, dari Batavia. Berangkat: 9
Mei, kapal uap Belanda Iladura, di bawah komando C. Koning, menuju Amsterdam
melalui Jeddah. Di dalam kapal tersebut naik sebanyak 39 jemaah haji (lihat Sumatra-courant:
nieuws- en advertentieblad, 09-05-1885). Berdasarkan pernyataan yang kami
terima, terlihat bahwa selama beberapa hari terakhir, tidak kurang atau lebih,
2.074 orang berangkat haji ke Jeddah, sebagaimana: kapal “Damotho” 120, “Princes
Amalia” 173, “Diamond” 914, dan “Madura 867”. Jika diasumsikan rata-rata f500 per
orang bepergian dan menetap dalam satu periode waktu, maka diperoleh jumlah
yang cukup kecil, yaitu f1.037.000. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa
kesejahteraan penduduk menurun, karena semua yang mereka hasilkan dan tabung
(lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 21-05-1885). Kapal ss “Sumatra”
ke Eropa
via Jeddah, dari Padang: Letnan Dua Kranendonk dan 5 jemaah haji Mekkah (lihat Sumatra-courant:
nieuws- en advertentieblad, 30-06-1885).
Opregte Haarlemsche Courant, 27-11-1885: ‘Dalam Allgemeine Zeitung (sebelumnya diterbitkan di Ausburg, sekarang di München), Dr. C. Snouck Hurgronje dari Leiden menceritakan pengalamannya di Arabia, tempat ia tinggal dari Agustus 1884 hingga September 1885. Ia secara khusus menceritakan bagaimana kunjungannya di Mekkah berakhir secara tiba-tiba dan sangat tidak diinginkan, tepat ketika perayaan haji besar sedang dirayakan di sana, yang telah ia hadiri dengan penuh semangat, karena ketidaktahuan dan kecurigaan wakil konsul Prancis di Jeddah, Dr de Lostalot, ketika ia tiba di Jeddah, berita diterima bahwa cendekiawan Prancis Huber, yang sedang dalam perjalanan ilmiah ke Prancis bersama Profesor Euting, seorang pejabat Strasbourg, telah dibunuh di pedalaman. Pemerintah Prancis telah menginstruksikan Wakil Konsul de Lostalot untuk memastikan para pembunuh Dr Huber dihukum dan juga agar warisan ilmiah cendekiawan tersebut dikirim ke Prancis. Pemerintah Prancis sangat memperhatikan hal terakhir ini, karena batu bertuliskan "prasasti Teirna", yang kemudian menjadi terkenal di dunia ilmiah, konon terletak di dalam warisan tersebut. Wakil Konsul de Lostalot kemudian mencurigai Dr SH ingin mendapatkan batu itu sendiri, meskipun Dr SH telah menyatakan kepadanya secara lisan dan tertulis bahwa ia tidak ada hubungannya dengan masalah tersebut dan bahwa ia menginginkan batu itu bukan untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Terlepas dari pernyataan ini, sebuah laporan dari Dr. de Lostalot muncul di surat kabar Paris "Temps" tertanggal 5 Juli 1885, yang menyatakan bahwa Dr. S.H. telah bersekongkol dengan Profesor Euting untuk mengambil batu yang dimaksud dari Prancis. Laporan dari de Temps ini dicetak ulang di surat kabar berbahasa Arab dan Turki saat Dr. S.H. berada di Mekah. Akibatnya, ia menerima perintah dari otoritas kota suci untuk segera meninggalkan Mekah. Dr. S.H. mungkin senang lolos dengan nyawanya, karena kita tahu nasib apa yang menanti orang Frank yang mengejar tujuan selain mempelajari hukum suci di Mekah. Ketika Dr. S.H., setelah kembali ke Jeddah, berbicara kepada wakil konsul Prancis de Lostalot tentang apa yang telah terjadi, yang terakhir meminta maaf dengan alasan yang menyedihkan. Dr. S.H. berharap untuk menerbitkan kisah rinci tentang perjalanannya nanti, tetapi ia ingin membuat episode ini diketahui dunia sekarang, berbeda dengan rekayasa surat kabar Paris’.
Dr C Snouck Hurgronje telah ke Mekkah tepat pada saat hari raya Haji. Lantas bagaimana Dr. C Snouck Hurgronje bisa memasuki kota Mekkah? Seperti disebut di atas, Dr C Snouck Hurgronje sebelum berangkat ke Jeddah (dan kemudian ke Mekkah), telah mempelajari Islam di Mesir. Namun dimana di Mesir tidak terinformasikan. Yang terinformasikan adalah dari Belanda, Dr. C Snouck Hurgronje (bersama JA Kruyt) turun di Port Said (Mesir). Besar dugaan dengan modal itulah Dr. C Snouck Hurgronje dapat memasuki tanah suci Mekkah dan juga atas peran JA Kruyt. Lalu apakah Dr C Snouck Hurgronje sudah beragama Islam? Yang jelas nama Dr C Snouck Hurgronje sudah dikenal luas.
De avondpost, 05-01-1886: ‘Mengenai Dr. Snouck
Hurgronje di Mekah, seseorang menulis kepada (surat kabar) A.D: Para haji yang
kembali dari Mekah membawa berita bahwa rekan senegara kita, Dr. Snouck
Hurgronje, menghabiskan empat bulan di Mekah dan secara terbuka bergaul dengan
kaum Basa (Pasha?) dan Ulama. "Orang-orang kagum dengan pengetahuannya tentang
kitab suci (Al’quran) dan bahasa (Arab), dan kita tentu dapat mengharapkan
komunikasi yang sangat penting dari ulama ini. Sejauh yang diketahui, belum
pernah ada orang Eropa yang mengunjungi kota suci (Mekkah) secara terbuka
seperti ini’.
Dr C Snouck Hurgronje yang awalnya dibiayai ke Arab oleh Koninklijk Instituut Voor De Taal Land En Volkenkunde Van Nederlandsch Indie, kini telah diangkat sebagai anggota dewan baru dari lembaga tersebut (lihat Haagsche courant, 03-03-1886). Disebutkan pada rapat umum tahunan lembaga, yang diselenggarakan pada hari Sabtu, para pria berikut terpilih untuk menggantikan anggota dewan yang pensiun: Prof FK Niemann dari Delft, EB Kielstra, anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Den Haag, dan Dr C Snouck Hurgronje, dosen di Indische instelling (Institut Hindia Belanda) di Leiden.
Sampai sejauh tidak ada terinformasikan yang menanyakan apakah Dr C Snouck Hurgronje sudah beragama Islam atau tidak. Diantara orang Belanda tampaknya tidak menghiraukan itu. Yang jelas diantara orang Belanda, pengetahuan Dr C Snouck Hurgronje tentang Islam (kitab suci dan bahasa Arab) yang sangat baik, dihargai. Pengetahuan dan tulisan-tulisannya tidak ditujukan untuk orang Islam, tetapi bagi yang berminat atau ingin menemukan jawaban ketika orang Belanda selama ini mempertanyakannya. Dalam konteks ini, Dr C Snouck Hurgronje menjadi ‘jembatan’ yang penting antara pengetahuan orang Islam dengan orang lainnya apakah beragama Islam atau Kristen. Dr C Snouck Hurgronje tidak sedang meninggikan atau merendahkan perihal Islam. Dr C Snouck Hurgronje sejauh ini sosok yang unik dan memposisikan diri sebagai seorang akademik. Perilaku Dr C Snouck Hurgronje seakan mengingatkan orang Belanda kembali bahwa dulu ada akademisi yang unik seperti HN van der Tuuk (seorang ahli linguistic). Bataviaasch nieuwsblad, 08-09-1886: ‘Jemaah Haji. wakil konsul Belanda di Jeddah, melaporkan hal berikut dalam laporan terbarunya: Tahun lalu merupakan tahun yang unik bagi para peziarah, karena hari raya Arafah jatuh pada hari Jumat. Oleh karena itu, arus masuk peziarah sangat besar dan, menurut perkiraan karantina, tidak lebih dari 180.000. Para peziarah telah berkumpul. Sebanyak 53.010 peziarah tiba melalui laut, dibandingkan dengan 31.167 pada tahun sebelumnya. Namun, jumlah tahun ini tetap lebih rendah dibandingkan tahun suci sebelumnya, 1880, ketika lebih dari 3.600 orang tiba melalui laut. Perbedaan ini sebagian besar disebabkan oleh lebih sedikitnya jumlah peziarah dari Hindia Belanda. Pada tahun 1880, hanya 4.692 haji Hindia Belanda yang tiba di sini. Di sisi lain, arus masuk peziarah dari Utara-Turki, Mesir, dan Mughal-sangat besar”. Foto: Hadjis afkomstig uit Laboehanbatoe en Bila te Mekka (sebelum 1887)
Dr C Snouck Hurgronje di Belanda, selain dosen, juga telah menerbitkan makalah dan buku tentang Mekkah. Yang tentu saja di dalamnya tentang haji. Dr C Snouck Hurgronje menjadi penerjemah pengetahuan Islam (Arab) ke lingkungan akademik dan public di Eropa. Dalam konteks ini, Dr C Snouck Hurgronje telah mengunjungi Arab selama satu tahun dan berada di Mekkah selama empat bulan.
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-03-1889: ‘Kami mengutip surat pribadi dari Jeddah, tertanggal 11 Februari: Para jemaah haji dibawa ke sini dari Jawa dengan kapal-kapal milik Dutch Society dan Rotterdam Lloyd, tetapi mereka tidak dapat mencapai dermaga karena tidak ada dermaga di sini, dan oleh karena itu harus tetap berada di pelabuhan luar, meskipun terdapat juga pelabuhan dalam, yang terhubung ke pelabuhan luar oleh selat sempit dan sangat dalam, yang, bagaimanapun, penuh dengan terumbu karang. Dengan suar yang baik, seseorang masih dapat menjelajahi rute ini, tetapi hal ini tidak diketahui, begitu pula mercusuar. Begitu kapal tiba, dokter karantina akan memeriksa sertifikat kesehatan, dan karena semua kapal yang datang dari Jawa dan lebih jauh dari Hindia Belanda harus dikarantina, para jemaah haji dibawa dengan kano—disebut sambouk di sini—ke Lazareth di Pulau Abutaad, tempat mereka harus menghabiskan lima hari. Setibanya di Jeddah, mereka harus menunjukkan paspor mereka kepada konsul dan kemudian melakukan perjalanan dengan unta dalam karavan ke Mekah. Rute ini panjangnya sekitar 96 kilometer dan membutuhkan waktu sekitar dua hari untuk menyelesaikannya. Rumah-rumah blok telah dibangun secara berkala di sepanjang gurun untuk menampung para prajurit yang bertugas sebagai pengawal kafilah. Terdapat juga layanan pos reguler antara Jeddah dan Mekah; surat berangkat pada malam hari dari lokasi sebelumnya dengan seekor keledai yang membawa tas berisi surat. Saya diyakinkan bahwa para pengemudi keledai akan berlari sepanjang perjalanan di belakang keledai dan tiba di Mekah pada sore berikutnya. Lama tinggal para jemaah haji sangat bervariasi. Jika mereka pergi ke sana untuk menuntut ilmu, mereka tinggal di sana selama bertahun-tahun, tetapi jika hanya untuk gelar haji, mereka pergi lagi di musim gugur; mereka yang datang di musim semi juga pergi lagi di musim gugur. Namun, apa yang sebenarnya mereka lakukan tidak saya ketahui, karena rumornya sangat beragam sehingga lebih baik tidak mengatakan apa-apa. Jika saya mengetahui sesuatu yang pasti tentang hal itu, saya akan melaporkannya. Sayang sekali, karena campur tangan seorang konsul Prancis, Dr. Snouck Hurgronje harus melarikan diri dari Mekah dengan tergesa-gesa. Konsul, jika saya tidak salah, telah memberi tahu Figaro bahwa seorang Eropa berhasil memasuki Mekah, dan kemudian pemerintah Turki segera memerintahkan pengusirannya. Seandainya itu adalah rekan senegaranya, konsul mungkin akan diam saja, tetapi ia tentu saja tidak tahan dengan kenyataan bahwa seorang Belanda bekerja di sana dengan sangat menguntungkan’.
Penyelenggaraan Haji sejak Pemerintah Hindia Belanda: Konsulat di Jeddah dan Pengaturan Penyelenggaraan Haji
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar