*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Stambuk
yang saya terima dari keluarga garis keturunan Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion,
dicatat Soetan Abdoel Azis memiliki tujuh anak, tiga diantaranya dokter: Haroen
Al Rasjid, Abdoel Hakim gelar Soetan Isrinsah dan Mamoer Al Rasjid. Keturunan
mereka ini juga sangat baik. Putri Dr Haroen Al Rasjid di Telok Betoeng bernama
Ida Loemongga menjadi perempuan pribumi pertama yang meraih gelar doktor (PhD)
di bidang kedokteran di Belanda (1932). Dr Abdoel Hakim wakil walikota
(locoburgemeester) Padang bernama Egon Hakim, sarjana hukum lulusan Leiden
menjadi menantu MH Thamrin. Bagaimana dengan Dr Mamoer Al Rasjid?
Dr. Sjahrir (24 Februari 1945 – 28 Juli 2008) yang akrab disapa Ciil adalah seorang aktivis, ekonom dan politisi Indonesia. Sjahrir dikenal sebagai salah seorang mahasiswa yang dijebloskan ke penjara sewaktu peristiwa Malari di Jakarta tahun 1974. Sampai akhir hayatnya dia menjabat anggota Dewan Pertimbangan Presiden membawahi bidang ekonomi yang resmi dilantik pada tanggal 11 April 2007. Sjahrir merupakan anak semata wayang dari pasangan Minangkabau, Maamoen Al Rasjid dan Roesma Malik (Roesma asal Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat). Ayahnya pernah kuliah di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) dan menjadi pejabat pemerintah pada masa pemerintahan kolonial Belanda, sementara ibunya adalah pegawai Inspektorat Pendidikan Wanita di Departemen Pendidikan jebolan Syracuse University, Amerika Serikat. Meskipun berasal dari Koto Gadang, keluarga Sjahrir lebih banyak tinggal di pulau Jawa; Kudus, Yogyakarta, Magelang, Surabaya, dan terutama Jakarta. Ia menikah dengan Kartini Panjaitan, seorang doktor di bidang antropologi yang kini menjabat Duta Besar RI untuk Argentina. Juga ketua Asosiasi Antropologi Indonesia. Dari pernikahan itu, pasangan Sjahrir-Kartini memperoleh seorang putra, Pandu Patria Sjahrir, serta seorang putri, Gita Rusmida Sjahrir (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Mamoer Al Rasjid alumni STOVIA? Seperti disebut di atas, Mamoer Al Rasjid adalah saudara kandung Haroen Al Rasjid dan Abdoel Hakim. Bagaimana dengan nama Maamoen Al Rasjid yang di dalam Wikipedia disebut kuliah di STOVIA? Yang jelas Hariman Siregar dan Sjahrir adalah dua diantara tokoh mahasiswa dalam Peristiwa Malari 1974. Lalu bagaimana sejarah Mamoer Al Rasjid alumni STOVIA? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.
Mamoer Al Rasjid Alumni STOVIA; Hariman Siregar dan Sjahrir dalam Peristiwa Malari 1974
Banyak nama Mamoen al Rasjid. Nama Mamoen al Rasjid mirip dengan nama Mamoer al Rasjid. Nama Mamoen al Rasjid yang terkenal adalah Sultan Deli. Nama Mamoer al Rasjid terinformasikan pada tahun 1911 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-08-1911). Disebutkan ujian transisi di STOVIA yang mana lulus ujian naik dari kelas satu ke kelas dua tingkat persiapan antara lain Maamoer al Rasjid. Yang naik dari kelas dua ke kelas tiga antara lain Sjoeib.
De Preanger-bode, 30-07-1912: ‘Berangkat dari Tandjoeng Priok tanggal 27
bulan ini dengan kapal ss. Camphuys ke Benkoelen, Kroƫ, Padang, Sibolga: I.
Wagemakar, dan istrinya, W. F. Tichelaar, Loan Hoen Twee, Oei Pang Nio,
keluarga Hulstein, keluarga de Gelder, Sjoeib, Maamoen al Rasjid”.
Ada nama Maamoer al Rasjid dan ada juga nama Maamoen al Rasjid. Bataviaasch nieuwsblad, 05-08-1912 memberitakan hasil ujian transisi di STOVIA: naik dari kelas dua ke kelas tiga tingkat persiapan antara lain Maamoer al Rasjid. Naik dari kelas tiga ke kelas 1 tingkat medik antara lain Sjoeib. Pada tahun 1914 lulus ujian di tingkat medik dari kelas satu ke kelas dua antara lain Maamoer al Rasjid dan ke kelas tiga antara lain Sjoeib (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 13-07-1914). Di tingkat persiapan naik dari kelas dua ke kelas tiga antara lain Abdoel Moenir. Marie Thomas dan Mohamad Joesoef. Pada kelas tertinggi dari kelas lima ke kelas enam antara lain Sardjito.
Pada tahun 1915 lulus ujian di tingkat medik dari kelas dua ke kelas tiga antara lain Maamoer al Rasjid dan ke kelas empat antara lain Sjoeib (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-07-1915). Di tingkat tertinggi lulus ujian dari kelas lima ke kelas enam antara lain Achmad Mochtar. Pada tahun 1916 lulus ujian di tingkat medik dari kelas tiga ke kelas empat antara lain Maamoer al Rasjid dan ke kelas lima antara lain Sjoeib (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-06-1916). Di tingkat persiapan naik dari kelas satu ke kelas dua antara lain Mamoen.
Di Stovia kini ada nama Maamoer al Rasjid dan juga ada nama Mamoen. Pada tahun 1917 lulus ujian di tingkat medik dari kelas empat ke kelas lima antara lain Maamoer al Rasjid dan ke kelas enam antara lain Sjoeib (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 18-06-1917). Di tingkat persiapan naik ke kelas dua antara lain Aminoedin dan Abdoel Moerad; naik kelas tiga antara lain Djabangoen dan Mamoen. Tahun ini ada penambahan kelas propaedeutische (setelah lulus tingkat persiapan dan sebelum memasuki tingkat medik).
Sejak tahun 1913 sekolah kedokteran yang baru dibuka di Soerabaja dengan
nama Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS). STOVIA hanya diperuntukkan
untuk siswa pribumi yang kemudian dibuka untuk siswa Cina, sedangkan NIAS untuk
semua golongan Eropa/Belanda, Cina dan pribumi. Siswa yang diterima di STOVIA
adalah lulusan sekolah dasar Eropa (ELS), sedangkan di NIAS lulusan MULO. Salah
satu yang diterima pada tahun 1917 adalah Haroen al Rasjid berasal dari Sibolga
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-06-1917). Haroen al Rasjid yang diterima di
sekolah kedokteran NIAS bukan saudara dari Maamoer al Rasjid. Haroen al Rasjid dan
Mohamad Hamzah lulus sekolah kedokteran di Batavia (Docter Djawa School) pada
tahun 1902. Mohamad Hamzah ditempatkan di Telok Betoeng dan Haroen Al Rasjid ditempatkan
di Padang. Pada tahun 1903 Dr Haroen Al Rasjid menikah dengan Alimatoe’ Saadiah
putri dari pemimpin surat kabar Pertja Barat Dja Endar Moeda di Padang. Putri
pasangan muda lahir pada tahun 1905. Yang diberi nama Ida Loemongga. Saudara Dr
Mohamad Hamzah seorang guru di Padang Sidempoean bernama Radjioen Harahap gelar
Soetan Casajangan berangkat studi tahun 1903 ke Belanda. Setelah mendapat akta
guru (LO) pada tahun 1907 kemudian melanjutkan studi untuk akta MO. Pada tahun
1908 Soetan Casajangan menginisiasi pendirian Perhimpoenan Hindia (Indisch Vereeniging).
Untuk mendukung pembangunan di Sumatra, pada bulan Januari 1917 di Belanda didirikan
Sumatra Sepakat (Sumatranen Bond) dengan dewan: Sorip Tagor Harahap, kedua;
Dahlan Abdoellah, Sekretaris, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia
sebagai bendahara; dan salah satu komisaris Tan Malaka. Pada bulan Desember 1917
di Batavia oleh siswa-siswa STOVIA didirikan Jong Sumatranen Bond: T Mansjoer
(ketua), Abdoel Moenir Nasoetion (wakil ketua) dan Mohamad Amir (bendahara).
Maamoer al Rasjid dan Sjoeib Prohoeman sama-sama lancar dalam studi. Keduanya tidak pernah tinggal kelas. Maamoer al Rasjid pada tahun 1918 lulus ujian transisi naik dari kelas lima ke kelas enam (lihat De Indiër, 04-06-1918). Yang lulus ujian naik dari kelas tiga persiapan ke tingkat satu medik antara lain Mamoen dan Djabangoen. Dalam penerimaan siswa baru di Stovia terdapat nama Maamoer al Rasjid (lihat De Indiër, 13-06-1918). Yang juga diterima adalah Bahder Djohan, FL Tobing dan Kasmir Harahap. Pada tahun 1918 ini Sjoeib Prohoeman sudah lulus dan mendapat gelar dokter.
De nieuwe courant, 02-03-1918: ‘Ujian akhir
"Stovia" Dalam ujian semi-arts Indisch, berikut ini yang telah lulus.
Dari 39 kandidat yang lolos adalah: RM Marsaid Mangkowinoto, R Djoendjoenan, Abdoel
Madjid, Marzoeki, R Iskandar, P. Johan Nainggolan, Jacob, Soehardi, Savioedin,
Sjofjan Rossat, Heerdjan, R. Boentaran, R. Moh. Djoehana, Sjoeib Proeboeman,
Aulia, M. Mandjono, OL. Fanggiday’.
Ada dua nama Maamoer al Rasjid, yang satu hampir lulus dan yang satu lainnya baru masuk di Stovia. Juga masih ada nama Mamoen. Pada tahun 1919 Maamoer al Rasjid lulus ujian akhir dan mendapat gelar dokter. Maamoer al Rasjid diangkat sebagai asisten dosen di Stovia. Sementara itu Dr Sjoeib Proeboeman saat ini bertugas di Panjaboengan. Di Batavia Dr Maamoer al Rasjid termasuk salah satu pendiri Bataksch Bond.
De Sumatra post, 15-11-1919: ‘Batakschebond. Sebuah perkumpulan baru
telah didirikan di Batavia dengan nama ini. Pengurusnya terdiri dari: ketua Dr.
Abdoel Rasjid; wakil ketua R. St. Casajangan; sekretaris pertama Abdoei Hamid;
sekretaris kedua Merarie Siregar; bendahara W. Faril dan L. Tobing; komisaris
Dr. Maamoer Rasjid, St. Casajangan, Abdoel Hamid, dan Faril L. Tobing;
Shaboedin (dosen pertanian); Hadjoran (pengawas); St. Pamenan, mantan demang;
dan Ahmad Pohan’.
Dalam kepengurusan Batakschbond termasuk adik Dr Sjoeib Proeboeman yakni Shaboedin. Yang menjadi ketua adalah Dr Abdoel Rasjid Siregar lulus Stovia bersama Dr Sjoeib Proeboeman tahun 1918 dimana Dr Abdoel Rasjid Siregar ditempatkan sebagai asisten dosen di Stovia. Yang duduk sebagai wakil ketua adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, pendiri Indische Vereeniging di Belanda pada tahun 1908. Soetan Casajangan sendiri setelah lulus mendapat akta MO (sarjana pendidikan) tahun 1911, kemudian pada tahun 1913 kembali ke tanah air menjadi direktur sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock. Kini, Soetan Casajangan menjadi direktur sekolah guru (normaalschool) di Meester Cornelis. Sebelumnya Soetan Casajangan sebagai direktur sekolah guru (kweekschool) di Ambon. Merarie Siregar dalam hal ini adalah seorang sastrawan di Batavia.
Pada
tahun 1920 Dr. Maamoer Rasjid dari Stovia kemudian
ditempatkan sebagai dokter di Loeboek-Pakam dan gouvernements Indisch arts
Sjoeib Proehoeman dipindahkan dari Penjaboengan ke Solok serta Dr Abdoel Rasjid dari Stovia ditempatkan
di Panjaboengan (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 17-06-1920).
Pada tahun 1920 ini di Stovia di tingkat medik Mamoen dan Djabangoen naik ke kelas tiga (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-05-1920).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Hariman Siregar dan Sjahrir dalam Peristiwa Malari 1974: Gerakan Mahasiswa dari Masa ke Masa
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar