*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini
Klik Disini
Kota
Bandung adalah kota pegunungan, kota yang sangat luas dan terbilang datar yang
dikelilingi oleh pegunungan. Hawanya yang sejuk membuat lingkungan perkotaan Bandung
sangat ideal. Namun lokasi ini pernah diragukan untuk dijadikan kota (ibukota
di era Belanda) karena dianggap tidak sehat (banyak rawa) dan karenanya lokasi ibukota
Preanger dipilih di Tjiandjoer. Namun dalam perkembangannya tata letak Bandung
yang memang ideal dan memungkinkan suatu kota dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Lantas, bagaimana awal munculnya kota Bandoeng dan bagaimana pula
perkembangan tata ruang kota selanjutnya. Mari kita lacak.
Tata Letak Bandoeng
Untuk
memahami tata ruang kota Bandung yang sekarang, kita harus membayangkan suatu
ruang kosong di cekungan Bandoeng pada masa lampau (era VOC). Cekungan Bandoeng
yang dikelilingi oleh ‘bukit barisan’ ini adalah suatu area yang benar-benar
kosong dan tidak berpenghuni. Tengah-tengah area ruang kosong ini banyak
rawa-rawa akibat luapan sungai Tjikapoendoeng dan sungai Tjitaroem. Ruang
kosong ini juga diselimuti alang-alang yang di sana sini terdapat semak yang
memungkin populasi rusa berkembang biak (menjadi area perburuan rusa).
Kampung-kampung hanya berada di lahan yang agak tinggi, umumnya di sebelah
utara cekungan Bandoeng.
|
Kota Bandung dikelilingi oleh 'Bukit Barisan' |
Kampong-kampong yang berada di lahan-lahan
yang agak tinggi, jauh dari rawa dan bahaya banjir (Peta Topographij 1818)
tersebut antara lain kampong Tjitjendo, Tjitepas, Tjipaganti, Tjibenjieng dan
Odjong Brong. Kampung-kampung ini pada tahun 1810 menjadi rute jalan pos
trans-Java antara Batavia-Chirebon ruas antara Baybang (kelak menjadi Radja
Mandala) dengan Sumadang (lihat Bataviasche koloniale courant, edisi pertama
tanggal 05-01-1810). Sementara kampong Bandoeng sendiri berada di selatan
cekungan Bandoeng yang letaknya berada di pertemuan sungai Tjikapoendoeng dan
sungai Tjitaroem. Kampong Bandoeng ini terus eksis hingga pada waktunya nanti
lambat laun namanya lebih dikenal sebagai kampong Dajeh Kolot.
Lahan-lahan
di utara cekungan Bandung ini pada tahun 1810 menjadi rencana rute jalan pos
trans Java pada ruas Tjiandjoer-Sumedang. Akses menuju kampong Bandoeng yang
berada di selatan cekungan Bandoeng adalah dari Tjiandjoer di sisi selatan
sungai Tjitaroem (Peta 1818). Oleh karenanya, sisi utara Bandoeng lebih awal
berkembang yang secara ekonomi menghubungkan Batavia, Buitenzorg, Tjiandjoer,
Baybang (Radjamandala), Odjoeng Brung, Tandjongsari, Sumedang, Carang Sambong
dan Chirebon.