*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Ketika orang Indonesia (baca: pribumi) mulai menyadari
arti penting berbangsa, Indonesia (baca: Hindia Belanda) berada di bawah kekuasaan
penjajah (Pemerintah Hindia Belanda). Kesadaran berbangsa ini oleh orang
pribumi diwujudkan dalam banyak bidang seperti kesempatan untu mengekspresikan
diri, hak meningkatkan tingkat pendidikan, berorganisasi dan penulisan sejarah
bangsa. Memang pemberian hak mulai dilonggarkan setelah sekian lama terjajah,
tetapi disana sini masih dibatasi bahkan dijaga ketat (alias terus diawasi).
Yang terus mendapat pengawasan tetap adalah kebebasan berpolitik
(berorganisasi). Untuk penulisan sejarah bangsa sudah mulai muncul, meski tetap
diwasapadi tetapi kurang mendapat perhatian dari pemerintah (karena
publikasinya masih terbatas).
Seperti disebut pada artikel sebelum ini, penulisan sejarah
diantara orang pribumi masih sangat jarang. Buku sejarah pertama yang ditulis
orang pribumi dilakukan oleh Dja Endar Moeda tahun 1903 yang berjudul Riwajat
Poelau Sumatra, Buku ini hanya sekadar narasi sejarah tidak berisi hal yang
berbau politis. Oleh karena itu buku tersebut aman (dan beredar luas). Beberapa
dekade sebelumnya sebuah buku yang ditulis oleh Sati Nasution alias Willem
Iskander, pernah menjadi perhatian Pemerintah Hindia Belanda. Buku yang
berjudul Siboeloes-boeloes, Siroemboek-roemboek, bukan buku sejarah, hanya buku
kumpulan prosa dan puisi yang diterbiitkan oleh penerbit di Batavia tahun
1871. Setelah bertahun-tahun beredar,
pemerintah menemukan hal yang berbahaya di dalam buku tersebut. Satu bait yang
mengusik pemerintah di bawah puisi berjudul Mandailing (halaman 20) adalah: ‘Adong
halak roear…Na mian di Panjaboengan….Tiboe ia haroear…Baon ia madoeng
boesoengan’, terjemahannya: Ada orang luar (Belanda)…Yang berada di
Panjaboengan…Semoga mereka cepat keluar (dari Tanah Mandailing). Karena mereka sudah menghisap
habis kekayaan penduduk. Willem Iskander adalah pendiri dan direktur sekolah
guru Kweekschool Tanobato (didirikan oleh Willem Iskander tahun 1862). Buku
tersebut akhirnya ditarik dari peredaran).
Lantas bagaimana
sejarah kesadaran berbangsa selanjutnya? Salah satu nama yang perlu disebut
adalah Soetan Casajangan (pendiri Indische Vereeniging di Belanda tahun 1908).
Pada tahun 1913 Soetan Casajangan menerbitkan buku yang dicetak di Baarn
berjudul Indische Toestanden Gezien Door Een Inlander' (negara bagian di Hindia
Belanda dilihat oleh penduduk pribumi). Buku ini adalah suatu monograf (kajian
ilmiah) meski bukan buku sejarah tetapi merujuk pada perspektif sejarah yang
pada intinya menjadi kritik bagi pemerintah. Namun karena penyajiannya
beretika, beredarnya aman. Lalu sejak itu mulai ada yang menulis secara khusus
tentang sejarah nasional (Indonesia). Bagaimana semua terkait? Seperti kata
ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan
dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.