Rabu, 10 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (224): Pahlawan Indonesia Dibunuh dan Terbunuh; Perang Antara Tindakan Fasis versus Patriot Bangsa

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada perbedaan yang jelas antara pahlawan dibunuh dan pahlawan tewas dalam perang. Banyak pahlawan Indonesia dan juga yang termasuk Pahlawan Nasional tewas terbunh dalam perang. Namun ada juga pahlawan Indonesia yang dibuuh, apakah oleh penjajah maupun oleh bangsa sendiri. Tewas dalam perang adalah aptriot, tetapi pahlawan yang dibunuh adalah tidak fasis terhadap pahlawan.

Pada era VOC banyak pahalwan Indonesa tewas dalam perang, namun jarang pahlawan yang tertangkap lalu dibunuh, tetapi biasanya diasingkan. Pada era Pemerintah Hindia Belanda ada sejumlah pahlawan diieksekusi di tiang gantungan (di Bekasi pada tahun 1869). Pada era perang kemerdekaan berbagai peristiwa terjadi ada yang anggota KNIL melakukan tindakan pembunuhan massal terhadap penduduk, ada tindakan pembunuhan kepada para pemimpin Indonesia. Mereka terbunh menjadi pahlawan. Namun ada juga pahlawan Indonesia dibunuh oleh bangsa sendiri.

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional yang tewas dalam perang? Tentu saja ada nama-nama seperti Teuku Umar dan Sisingamangaraja. Namun ada juga pahlawan Indonesia yang dibunuh tanpa melalui proses pengadilan seperti Mr Masdoelhak Nasution, Ph.D di Djogjakarta. Dewan Keamanan PBB menyebutkan tindakan itu sebagai tindakan fasis. Bagaimana semua itu terjadi di masa lampau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 09 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (223): Pahlawan Nasional Berlatar Belakang Guru; Apakah Guru Adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Guru tidak hanya mencerdaskan bangsa, guru juga berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Sejumlah guru pejuang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional. Dua diantaranya yang dikenal luas adalah Ki Hadjar Dewantara dan Jenderal Abdoel Haris Nasution. Guru pejuang tidak hanya pintar menulis, juga piawai dalam berperang. Abdoel Haris Nasution tidak hanya seorang guru, juga seorang militer hingga mencapai pangkat jenderal. Jenderal Abdoel Haris Nasution juga guru militer berkaliber internasional dengan karya buku berjudul Pokok-Pokok Gerilya.

Seorang pensiunan guru Dja Endar Moeda membuka sekolah swasta di kota Padang pada tahun 1895. Pada tahun 1897 Dja Endar Moeda ditawari oleh penerbit surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat. Dja Endar Moeda dengan kapasitas tidak menolak. Sejak inilah Dja Endar Moeda selalu mengatakan: ‘guru dan jurnalis adalah sama-sama mencerdaskan bangsa’. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mengakuisi surat kabar dan percetakan Pertja Barat tersebut. Pada tahun 1900 ini juga Dja Endar Moeda menginisiasi pembentukan organisasi kebangsaan yang disebut Medan Perdamaian (yang juga dipilih menjadi presidennya). Motto surat kabarnya Pertja Barat diubah menjadi :’Oentoek Sagala Bangsa’ Dja Endar Moeda adalah pionir organisasi bangsa, jauh sebelum organisasi kebangsaan Boedi Oetomo didirikan di Batavia (1908). Radjioen Harahap gelar Dja Endar Moeda adalah alumni sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean tahun 1884.

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional berlatar belakang guru? Seperti disebut di atas, banyak diantaranya Pahlawan Nasional berlatar belakar guru. Tidak hanya Ki Hadjar Dewantara dan Abdoel Haris Nasuition, juga Ir. Soekarno. Bagaimana semua guru-guru itu menjadi pejuang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.