*Untuk melihat semua artikel Sejarah Dewan di Indonesia di blog ini Klik Disini
Pada tahun 1898, pensiunan guru yang kemudian
menjadi pemimpn surat kabar berbahasa Melayu, Pertja Barat, Hadji Saleh Harahap
gelar Dja Endar Moeda menyatakan bahwa Pendidikan dan jurnalistik sama
pentingnya: sama-sama mencerdaskan bangsa. Nah, kini guru tidak hanya guru dan
jurnalis, juga ada yang terpilih menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad). Guru
berjuang tidak hanya di kelas, juga di ruang sidang. Bagaimana dengan dokter?
Juga ikut berjuang di ruang sidang.
Pada awal pemberlakukan desentralisasi, terutama pada era dimana anggota dipilih warga banyak guru dan dokter yang menjadi nominasi. Mengapa? Guru dan dokter berpendidikan dan memiliki pengetahuan yang luas. Warga pribuni khususnya sangat membutuhkan para guru dan dokter di dewan. Boleh jadi warga pribumi sangat menginginkan peningkatan pendidikan dan peningkatan status kesehatan. Tampaknya para guru dan dokter menyadarinya dan bersedia untuk dipilih melalui mekanismer pemilihan. Dalam daftar anggota dewan, khususnya dewan kota di seluruh Hindia Belanda banyak yang berlatar guru dan dokter. Mereka itu antara lain Kajamoedin Harahap gelar Radja Goenoeng, Dr Mohamad Sjaaf di Medan dokter Abdoel Hakim di Padang, RA Atmadinata guru di Bandoeng, Dr Sardjito dan guru Dahlan Abdoelah di Batavia serta dokter Semeroe di Buitenzorg.
Lantas bagaimana sejarah guru dan dokter menjadi anggota Gemeenteraad? Seperti disebut di atas, warga mengusulkan dan memilih kanadidat untuk dewan kota, terbuka kesempatan bagi semua pihak, terutama guru dan dokter. Mengapa? Guru berjuang tidak hanya di kelas, juga di ruang sidang. Idem dito dengan dokter. Lalu bagaimana sejarah guru dan dokter menjadi anggota Gemeenteraad? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.