Jumat, 19 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (243): Pahlawan Nasional Prof Dr Moestopo;Berkarir Militer, Dokter Gigi Pendiri Universitas (Beragama)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa Prof Dr Moestopo? Tentu saja publik lebih mengasosiasikan dengan Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama). Tidak salah memang. Namun kurang tepat, kareaa Moestopo awalnya seorang lulusan sekolah kedokteran gigi di Surabaya yang pada era perang kemerdekaan menjadi tentara yang kemudian diteruskan pasca pengakuan kedaulatan Indonesia. Moestopo, sarjana kodokteran yang berkarir di militer yang mendirikan universitas Prof Moestopo (Beragama).

 

Mayor Jenderal TNI (Purn) Prof. Dr. Moestopo (13 Juni 1913 – 29 September 1986) adalah seorang dokter gigi, pejuang kemerdekaan, dan pendidik. Lahir di Kediri, Moestopo pindah ke Surabaya untuk menghadiri Sekolah Kedokteran Gigi. Praktik dokter gigi yang dimulainya terputus pada tahun 1942 ketika Jepang menduduki Indonesia dan Moestopo ditangkap oleh Kempeitai karena terlihat mencurigakan. Setelah dibebaskan, ia sempat menjadi dokter gigi untuk orang Jepang tetapi akhirnya memutuskan untuk mengikuti pelatihan perwira tentara. Setelah lulus dengan pujian, Moestopo diberi komando pasukan PETA di Sidoarjo, ia kemudian dipromosikan menjadi komandan pasukan di Surabaya. Sementara di Surabaya, selama perang kemerdekaan, Moestopo menghadapi pasukan Sekutu/Inggris yang dipimpin oleh Brigadir Walter Sothern Mallaby Aubertin. Ketika hubungan rusak dan Presiden Soekarno dipanggil ke Surabaya untuk memperbaikinya, Moestopo ditawari pekerjaan sebagai penasihat tetapi tidak diterimanya. Selama perang ia menjabat beberapa posisi lainnya, termasuk memimpin satu skuadron tentara reguler, pencopet, dan pelacur untuk menyebarkan kebingungan di jajaran pasukan Belanda. Setelah perang, Moestopo meneruskan bekerja sebagai dokter gigi, dan pada tahun 1961 ia mendirikan Universitas Moestopo (Wikipedia).   

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Prof Dr Moestopo? Seperti disebut di atas, Moestopo mengawali karir sebagai dokter gigi. Pada era pendudukan militer Jepang memberi jalan bagi Moestopo untuk meintis karir di bidang militer. Lantas bagaimana dokter gigi Moestopo memiliki inisiatif mendirikan perguruan tinggi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Nasional Prof Dr Moestopo: STOVIT Soerabaja

Nama Soepomo kali pertama paling tidak diberitakan pada tahun 1932 sebagai siswa sekolah kedokteran gigi di Soerabaja (lihat De Indische ourant, 21-05-1932). Disebutkan di sekolah kedokteran gigi School tot opleiding van Indische Tandartsen (STOVIT) lulus ujian dari kelas satu naik ke kalas dua antara lain Mohamad Isa dan Raden Soepomo. Naik ke kelas tiga antara lain Goermilang, Oei Tjiat Nio dan RA Kartika. Naik ke kelas empat antara lain R Swito dan M Soerjono. Naik ke kelas lima antara lain Alice  Zindel dan R Soanri, Ini mengindikasikan R Soepomo diterima tahun 1931.

Sekolah kembaran STOVIA ini pada tahun 1932 belum menghasilkan lulusan. STOVIT didirikan pada tahun 1928 di kampus Nederland Indische Artsen School (NIAS) di Soerabaja. Namun saat itu STOVIA di Batavia yang lama pendidikan 11 tahun (diterima luliusan ELS/HIS) pada tahun 1927 telah ditingkatkan menjadi fakultas (Geneeskundigeschool-GKS) yang mana yang diterima lulusan AMS atau HBS. Ada perbedaan GKS dan NIAS dimana lulusan GKS setara Eropa/Belanda (seperti RHS Batavia dan THS Bandoeng), NIAS setara dengan VAS Buitenzorg. Yang diterima di NIAS adalah lulusan MUL:O (demikian juga di STOVIT)..Soepomo diterima di MULO Malang tahun 1928 (lihat De Indische courant, 05-06-1928) dan lulus pada tahun 1931 (lihat De Indische courant, 16-05-1931).

Pada tahun 1935 R Moestopo naik dari kelas tiga ke kelas empat di STOVIT (lihat De Indische courant, 15-06-1935). Yang bersamaan naik ke kelas empat antara lain EE Dumas dan E Adang. Yang naik ke kelas lima antara lain Goermilang Soeriasoemantri, Mohamad Isa dan G Indrojono. Tampaknya Mohamad Isa mendapat akselerasi. Tahun berikutnya Moestopo naik kelas lima (lihat De Indische courant, 17-06-1936). Akhirmya Moestopo lulus tepat waktu tahun 1937.

De Indische courant, 08-06-1937: ‘De STOVIT. Lulus njian. Diberikan gelar Indisch Tandarts kepada mej. E. E. Dumas asal Semarang, heer R Adang asal Garoet (Madjalaja), R. Moestopo asal Ngadiloewih (Blitar), Kwee Liong Yan asal Pasoeroean, Oei Hok Tjhwan asalt Bondowoso en Tjan Khee Swan asal Solo. Catatan: Gelar Indisch Tandarts, gelar yang setara dengan STOVIA sebelumnya yakni Indisch Arts (gelar yang kni diberikan di NIAS). Gelar GKS hanya disebut Arts (saja).

Sebulan setelah kelulusan, Dinas Kesehatan Masyarakat (Dienst der Volksgezondheid) kepada mereka yang lulus dakui untuk melakukan praktik kedokteran gigi di Hindia Belanda sebagai dokter gigi Hindia atau Indisch Tandart (lihat Soerabaijasch handelsblad, 01-07-1937).

Dalam penerbitan Majalah Kedokteran Gigi (Nederland Indisch Tandheelkundig Tijdschrift) kembali di Soerabaja pada tahun 1939 Dr Moestopo turut membantu sebagai staf redaksi (lihat Soerabaijasch handelsblad, 02-02-1940). Disebutkan majalah kedokteran gigi di Sirabaya ini dengan pemimpin redaksi adalah M Knap dan co-editor adalah JM Klinkhamer dan Raden Moestopo yang sementara juga sebagai staf gigi dan medis di lingkungan kampus. Disebutkan majalah ini kali pertama terbit di Soerabaja pada tahun 1934, namun dalam perkembangannya pindah ke Bandoeng. Akan tetapi di Bandoeng tidak berkembang lalu ditutup karena disebabkan kurangnya pendanaan, Pada tahun 1939 majalah ini diterbitkan kembali dengan format baru dimana di dalamnya termasuk Dr Soepomo sebagai pengelola. Majalah ini akan menemukan kembali ekosistemnya yang ideal di Soerabaja karena di kota terdapat

sekolah kedokteran gigi satu-satunya di Hindia Belanda.   

Dr Moestopo tentulah semakin sibuk dari waktu ke waktu, selain buka praktek di Sierabaya juga asisten dosen di kampus serta ikut mengelola majalah (lihat De Indische courant, 27-03-1940). Disebutkan Dokter R Moestopo, asisten guru di sekolah kedokteran di Soerabaia, membuka klinik rawat jalan (Polikliniek) di Orissee (Gresik). Poliklinik rawat jalan hanya diadakan setiap hari Minggu pagi mulai pukul 08.00 hingga 10.00. Klinik rawat jalan terletak di gedung Societeit Panti Harsono di alloon-alloon di Orissee.

 

Pada bulan April Dr Moetopo turut dalan kongres kedokteran gigi di Bandoeng di Preanger Hotel yang diketuai oleh RF Bturm (lihat Soerabaijasch handelsblad, 22-04-1940). Banyak hal yang dibicarakan dalam kongres ini. Dalam pemilihan pengurus organisasi kedokteran gigi ini RF Bturn tidak mencalonkan diri. Dewan yang terpilih dan terbentuk adalah sebagai berikut: Ketua, JM van Baarsel (Batavia), sekretaris J Mulder (Batavia), bendahara Ziegler (Soerabaja). Antara lain sebagai komisaries adalah van Putten (Kediri( dan Moestopo (Soerabaja).  

Dr Moestopo sendiri telah sejak awal membuka praktesk di Soerabaja yang berada di jalan Princesselaan No 43. Pada akhir tahun 1940 Dr Moestopa diketahui menikah di Soerabaya (lihat De Indische courant, 23-11-1940). Disebutkan R Moestopo (alamat Soerabaja) menikah dengan RA Soepartin (alamat Kertosono). Jika merujuk pada tanggal kelahiran yang disebut pada masa ini pada tahun 1913, umur Dr Moestopo saat menikah 27 tahun.

Pada waktu yang relatif bersamaan Dr Moestopo menikah, seorang apoteker yang baru lulus dari lembaga pendidikan apoteker kursus dua tahun (yang diterima lulusan AMS) di Batavia ditempatkan di Soerabaja yakni Ismail Harahap. Sebagai lembaga pendidikan yang baru, Apoteker Ismail Harahap adalah apoteker pribumi pertama di Soerabaja. Kelak Apt. Ismail Harahap membuka apotik di Soerabaja yang sangat terkenal di jalan Kaliasin. Ismail Harahap adalah ayah dari Ucok AKA Harahap (pionir musik rock Indonesia).

Kongres kedokterran gigi tahun 1941 diadakan di Soerabaja (lihat Soerabaijasch handelsblad, 11-03-1941). Disebutkan kongres itu diselenggarakan tiga hari mulai Hari Kamis tanggal 13, 14 dan 15. Pembukaan diadakan di gedung Middenstand Vereeniging di jalan Kallasin 58-60 pada pagi hari, Pembicara antara lain Moestopo dan Dr KG van Putten, . Pada pembukaan kongres juga turut hadir Dr. Van Zeben direktur NIAS dan STOVIT, Dr Bloch dari CBZ serta Dr Lagro ketua himpunan dokter Hindia Belanda.

Pada sore hari kongres diadakan di gedung NIAS di Karangmenjangan (seberang  CBZ yang baru) dengan pembicara Dr. J. Harkink, ahli bedah, pengobatan tumor rahang dan Dr J Eggink ahli terapi prostetik cacat rahang. Kongres ini juga merupakan lustrum kedua organisasi kedokteran gigi Hindia Belanda. Dalam kongres ini nama Moestopo sangat menonjol diantara para dokter gigi pribumi (pribumi dan Cina). Tentu saja Ismail Harahap, apoteker di Soerabaya turut hadir dalan kongres ini, Dalam kepengurusan yang baru nama Baarsel dan Moestopo masih pada posisi masing-masing (lihat De Indische courant, 17-03-1941).

Pada bulan Juni, putra pertama Dr Moestopo lahir yang diberi nama Raden Joesoef Moestopo (lihat  De Indische courant, 09-06-1941). Sesuai nama yang diberikan pastilah bayi yang tampan, ,mungkin lebih handsome dari ayahnya (seperti halnya Ucok Aka lebih ganteng dari ayahnya, Ismail Harahap). Namun sebagaimana diketahui pada bulan-bulan ini sudah memanas perang Asia Pasifik, bahkan serang militer Jepang sudah sampai di Tarempa (Natuna) pada pertengahan bulan Desember 1941 sebagaima diketahui di Soerabaja dari surat putri Radjamin Nasution (Wakil Wali Kota Soerabaja) yang dimuat pada surat kabar Soeara Oemoem yang lalu dikutip oleh koran berbahasa Belanda De Indische Courant tanggal 08-01-1942. Berikut isi surat tersebut.

Tandjong Pinang, 22-12-194l.

 

Dear all. Sama seperti Anda telah mendengar di radio, Tarempa dibom. Kami masih hidup dan untuk ini kita harus berterima kasih kepada Tuhan. Anda tidak menyadari apa yang telah kami alami. Ini mengerikan, enam hari kami tinggal di dalam lubang. Kami tidak lagi tinggal di Tarempa tapi di gunung. Dan apa yang harus kami makan kadang-kadang hanya ubi. Tewas dan terluka tidak terhitung. Rumah kami dibom dua kali dan rusak parah. Apa yang bisa kami amankan, telah kami bawa ke gunung. Ini hanya beberapa pakaian. Apa yang telah kami menabung berjuang dalam waktu empat tahun, dalam waktu setengah jam hilang. Tapi aku tidak berduka, ketika kami menyadari masih hidup.

 

Hari Kamis, tempat kami dievakuasi….cepat-cepat aku mengepak koper dengan beberapa pakaian. Kami tidak diperbolehkan untuk mengambil banyak. Perjalanan menyusuri harus dilakukan dengan cepat. Kami hanya diberi waktu lima menit, takut Jepang datang kembali. Mereka datang setiap hari. Pukul 4 sore kami berlari ke pit controller, karena pesawat Jepang bisa kembali setiap saat. Aku tidak melihat, tapi terus berlari. Saya hanya bisa melihat bahwa tidak ada yang tersisa di Tarempa.

 

Kami mendengar dentuman. Jika pesawat datang, kami merangkak. Semuanya harus dilakukan dengan cepat. Kami meninggalkan tempat kejadian dengan menggunakan sampan. Butuh waktu satu jam. Aku sama sekali tidak mabuk laut….. Di Tanjong Pinang akibatnya saya menjadi sangat gugup, apalagi saya punya anak kecil. Dia tidak cukup susu dari saya...Saya mendapat telegram Kamis 14 Desember supaya menuju Tapanoeli...Saya memiliki Kakek dan bibi di sana…Sejauh ini, saya berharap kita bisa bertemu….Selamat bertemu. Ini mengerikan di sini. Semoga saya bisa melihat Anda lagi segera.

Radjamin Nasution pernah kuliah di STOVIA (satu angkatan dengan Dr Soetomo). Namun dalam perkembangannya Radjamin Nasution lebih memilih dan pindah sekolah ke lembaga pendidikan kursus dua tahun bea dan cukai yang kemudian ditempatkan di Batavia dan setelah beberapa kali pindah akhirnya dipindahkan ke bea dan cukai Soerabaja pada tahun 1929. Di kota inilah Radjamin Nasution kembali bersua kawan lama Dr Soetomo yang menjadi direktur rumah sakit kota dan juga pimpinan studiclub Soerabaja. Mereka ini kemudian menginisiasi pembentukan partai politik yang baru pada tahun 1930 yang diberi nama Persatoen Bangsa Indonesia (PBI) dimana organnya adalah surat kabar Soera Oemoem (yang awalnya surat kabar Binrtan Timoer di Batavia edisi Soerabaja pimpinan Parada Harahap). Pafa tahun 1931 Radjamin Nasution terpilih sebagai anggota dewan kota (gemeenteraaf) Soerabaja.

Pada tahun 1935 PBI dan organisasi kebangsaan Boedi Oetomo merger (fusi) dengan membentuk partai baru yang diberi nama Partai Indonesia Raja (Parindra). Sebagai anggota dewan senior (Wethouder) kota Soerabaja, pada tahun 1938 Radjamin Nasution diangkat menjadi anggota dewan pusat Voksraad melalui Parindra dari dapil Soerabaja. Pada tahun ini Dr Soetomo meninggal dunia. Pada saat pemberangkatan ke makam, Radjamin Nasution berpidato mewakili keluarga Dr Soetomo. Pada tahun-tahun terakhir Radjamin Nasution adalah wakil wali kota (Locoburgemeester) Soerabaja yang pada awal pendudukan militer Jepang diangkat menjadi Wali Kota Soerabaja. Pada permulaan Republik Indonesia (beberapa hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 Radjamin Nasution diangkat menjadi Wali Kota RI di Soerabaja.

Pada perang kemerdekaan di Soerabaja, wali kota Soerabaja Radjamin Nasution memimppin pemerintahan berjuang (untuk melawan Sekutu/Inggris yang kemudian disusul dengan kahadiran Belanda/NICA. Dalam perang ini juga Dr Moestopo turut aktif berjuang. Radjamin Nasution adalah wali kota perang yang tetap sebagai Republiken.

Keesings historisch archief: geïllustreerd dagboek van het hedendaagsch wereldgebeuren met voortdurend bijgewerkten alphabetischen index, 28-10-1945: ‘Jenderal Inggris terbunuh, HJ van Mook kecewa. Berita paling penting yang masuk selama seminggu terakhir adalah tentang pembunuhan Brigadir Jenderal AW Mallaby dan tentang pertemuan antara Van Mook dan para pemimpin nasionalis. Pembunuhan Jenderal Mallaby. Setelah pada 25 Oktober, ketika pasukan India/Inggris pertama mendarat di Surabaya tanpa perlawanan, nasmun situasi disana menjadi lebih akut. Kaum Nasionalis menyerang pasukan Sekutu/Inggris dengan tank-tank kecil yang mereka rebut dari Jepang. Pertempuran sengit berkecamuk di sekitar kantor pos selama 24 jam, dengan tentara dari Divisi Infanteri India ke-49 terkepung. Disebutkan bahwa kerusuhan itu disebabkan oleh Moestopo, pemimpin Indonesia di Oost Java. Setelah genjataan senjata, lalu akan dilakukan perundingan dengan para pemimpin nasionalis di Soerabaja. Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 30-10-1945 menyebut Dr. Moestopo, pemimpin nasionalis di Jawa Timur, mengunjungi komandan Inggris, AW Mallaby dan memprotes instruksi dalam pamflet. Setelah terjadi kesepakatan Dr. Moestopo kemudian mengaku akan berusaha membujuk para pengikutnya untuk mengikuti perintah perlucutan senjata pada akhir bulan  Saat-saat inilah Maj Jend Mallaby terbunuh pada tanggal 30 Oktober 1945. Mohamad Hattta menyatakan gangguan itu karena ‘kesalahpahaman’ tentang perjanjian yang dibuat Jenderal Mallaby dengan Moestopo (lihat Het vrije volk: democratisch-socialistisch dagblad, 31-10-1945). Dr Moestopo disebut menghilang yang menyatakan dirinya sebagai Menteri Pertahanan tetapi dianggap para nasionalis terlalu moderat (lihat  Het parool, 01-11-1945). Setelah menghilangnya Dr Moestopo, yang disingkirkan para nasionalis, menjadi terjadi kerusuhan yang menyebabkan Mallaby terbunuh (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia,  01-11-1945). Dalam konteks inilah diduga Mohamad Hatta menyebut kesalahpahaman bahwa tindakan itu berada di luar kendali Republik (pemerintah).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Berkarir Militer, Dokter Gigi Pendiri Universitas Beragama

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar