Kamis, 02 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (269): Pahlawan Indonesia Abdoel Hakim Harahap; Wakil Perdana Menteri RI di Jogjakarta, 1950

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Abdoel Hakim Harahap adalah salah satu Pahlawan Indonesia yang Republiken sejati. Loh, memang ada yang bukan republiken sejati? Tentu saja banyak. Buktinya banyak wilayah Indonesia yang memisahkan diri dari (NK)RI dan lebih memilih bekerjasama dengan Belanda (negara-negaras federal). Para pendukung negara federalis ini jelas bukan Republiken sejati. Bahkan hingga ini hari masih banyak orang Indonesia yang mendukung negara federalis (mengingkari NKRI).

Abdul Hakim Harahap (15 Juli 1905 – 7 Oktober 1961) adalah seorang pegawai negeri dan politikus Batak. Lahir di Sarolangun dari ayah dan ibu Batak, Abdul Hakim Harahap bekerja di kantor bea dan cukai setelah menyelesaikan studinya di Prins Hendrikschool. Setelah Indonesia merdeka, ia diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sumatra Utara. Harahap lahir pada tanggal 15 Juli 1905 di Sarolangun, Jambi. Ia lahir sebagai putra Mangaradja Gading, seorang pegawai negeri Batak. Dia adalah anak kedua dari enam bersaudara yang dimiliki orang tuanya. Setelah Harahap lahir, Mangaradja Gading pindah ke kota Jambi. Di kota itu, Mangaradja Gading mendaftarkan Harahap ke Europeesche Lagere School (ELS, Sekolah Dasar Eropa) pada tahun 1914, untuk mengikuti kakaknya yang sudah pernah belajar di sana. Ia hanya belajar selama dua tahun disana, karena ayahnya dipindahkan ke kota Sibolga pada tahun 1916. Di Sibolga, Mangaradja Gading masih berstatus pegawai negeri, namun dengan pangkat yang lebih tinggi. Abdul Hakim melanjutkan ELS-nya di Sibolga. Ia lulus dari sekolah tersebut pada tahun 1920, dan melanjutkan belajar di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Ia lulus dari sekolah tersebut pada tahun 1924, dan bersekolah di Prins Hendrikschool (Sekolah Pangeran Hendrik, sekolah menengah ekonomi) sampai tahun 1926. Selama ini, ia terlibat dalam gerakan-gerakan nasionalis di Hindia Belanda, seperti Jong Islamieten Bond, Jong Batak dan Jong Sumatranen Bond  (Wikipedia).:

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Abdoel Hakim Harahap? Seperti disebut di atas, Abdoel Hakim Harahap kelahiran Sarolangun, Jambi dan kemudian menlanjutkan pendidikan di Batavia. Seperti kita lihat nanti Abdoel Hakim Harahap adalah Residen Perang di Tapanoeli yang kemudian menjadi Wakil Perdana Menteri di Jogjakarta hingga menjadi Gubernur Sumatera Utara yang pertama (pasca pengakuan kedaulatan Indonesia). Abdoel Hakim Harahap adalah salah satu Republiken sejati. Bagimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Abdoel Hakim Harahap; Wakil Perdana Menteri RI di Jogjakarta, 1950

Di kota Padang pada tahun 1924 ada dua nama Abdoel Hakim. Yang pertama Dr Abdoel Hakim Nasution yang menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Padang yang juga menjadi ketua cabang NIP di pantai barat Sumatra. Yang kedua adalah siswa yang baru lulus ujian sekolah menengah pertama MULO (lihat Sumatra-bode, 15-05-1924). Disebutkan di MULO Padang lulus ujian akhir antara lain Abdoel Hakim Harahap, Mariana [Lubis] (nona), [Abdoel] Abbas [Siregar], Nazir, Hazairin [Harahap] dan Aboe Bakar [Harahap]. Pada tahun ini Dr Abdoel Hakim terpilih lagi menjadi anggota dewan kota untuk periode 1924-1927 (lihat  Sumatra-bode, 17-11-1924).

Pada tahun 1924 ini seorang pribumi diterimaka di sekolah yang berada di Belanda bernama Egon Onggara Hakim (lihat De Gooi- en Eemlander : nieuws- en advertentieblad, 05-07-1924). Disebutkan ujian masuk di Gymnasium yang lulus dan diterima di kelas satu antara lain Egon Onggara Hakim. Dari 17 siswa yang diterima hanya Egon yang bernama pribumi (Hindia). Gymnasium adalah sekolah berasrama setingkat MULO di Belanda. Egon Hakim adalah anak Dr Abdoel Hakim Nasution di Padang. Satu siswa pribumi yang lebih dulu sekolah di Gymnasium di Belanda adalah Amir Sjarifoeddin Harahap. Saat itu di Belanda sudah banyak mahasiswa pribumi. Namun sangat jarang pribumi melanjutkan studi ke Belanda pada level MULO atau HBS. Sebagaimana diketahui pada tahun 1924 organisasi mahasiswa pribumi di Belanda Indische Vereeniging yang diketuai oleh Mohamad Hatta telah diubah namanya menjadi Perhimpoenan Indonesia. Catatan: Indische Vereeniging didirikan oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pada tahun 1908. Sebagaiman kita lihat nanti, pada tahun 1942 Mr Egon Hakim yang menculik Ir Soekarno yang akan dievakuasi ke Australia dan diamankan di rumahnya di Padang; Mr Amir Sjariefoeddin Harahap adalah yang membantu keluarga HJ van Mook evakuasi ke Australia untuk menghindari kejaran militer Jepang melalui Soekaboemi dan Pelabiehan Ratoe. Apakah dalam hal ini dua ahli hukum ini telah bertukar informasi saat-saat proses evakuasi tersebut (menghindari kejaran militer Jepang?).

Abdoel Hakim setelah lulus MULO di Padang melanjutkan studi sekolah menengah atas (HBS) di Batavia, yakni sekolah elit Prins Hendrik School (PHS). Sebelumnya, Mohamad Hatta lulusan MULO pada tahun 1919 melanjutkan studi ke PHS (lulus 1922) dan kemudian melanjutkan studi ke Belanda (di Rotterdam). Seperti halnya Mohamad Hatta, Abdoel Hakim juga memilih Handel School. Abdoel Hakim lulus ujian dari kelas satu naik kelas dua di Handel School PHS tahun 1925 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-05-1925). Abdoel Hakim lulus ujian akhir Handel School program cursus dua tahun (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-05-1926).

Mohamad Hatta yang lulus tahun 1922 di PHS adalah jurusan (afdeeeling) A (sosial/ekonomi). Sedangkan yang lulus tahun 1922 di PHS di jurusan (afdeeling) B (ipa) adalah Ida Loemongga Nasution yang juga kemudian melanjutkan pendidikan ke Belanda di fakultas kedokteran. Ida Lomongga lulus dokter tahun 1927 di Universiteit Utrech dan meraih gelar doktor (Ph.D) di Univesiteit Amsterdam tahun 1930. Dr Ida Lomoengga Nasution, Ph.D adalah perempuan pertama pribumi yang meraih gelar doktor (Ph.D). Egon Hakim adalah saudara sepupu Ida Loemongga (ayahnya Dr Haroen Al Rasjid Nasution). Kelak tahun 1934 di sekolah PHS ini diterima Anwar Makarim (kakek Nadiem Makarim) dan tahun 1935 diterima Soemitto Djojohadiedkoesomo (ayah Prabowo Subianto). Sedangkan Abdoel Hakim dan Anwar Makarim di PHS program yang diikuti adalah progran Handel School cursus dua tahun (semacam sekolah kejuruan, SMK pada masa ini, yang langsung bekerja), sedangkan Mohamad Hatta dan Soemitro di afdeeling-A dan Ida Loemongga di Afdeeling B adalah program akademik (HBS lima tahun) yang dapat melanjutkan pendidikan ke fakultas (universiteit).

Abdoel Hakim setelah lulus di PHS untuk program Handel School program dua tahun pada tahun 1926 langsung ditempatkan Douane atau bea dan cukai (lihat De locomotief, 07-06-1926). Disebutkan Departmen bant Landbouw, Nirverjhei en Handel di Douane mengangkat sebagai aspirant (Ambtenaar) verificateur kelas 4 Abdoel Hakim dan Iskandar ditempatkan di Batavia.

Abdoel Hakim sendiri adalah anggota Jong Islamieten Bond yang juga turut berpartisipasi dalam Kongres Pemuda pertama tahun 1926 di Batavia. Tentu saja Abdoel Hakim hadir dalam kongres yang diketuai oleh Mohamad Tbarani tersebut. Abdoel Hakim dalam hal ini tidak melanjutkan studi ke Belanda, tetapi mengikuti program kursus dua tahun yang kemudian ditempatkan di bidang bea dan cukai di Batavia.

Beberapa bulan kemudian Abdoel Hakim telah mengalami kenaikan pangkat menjadi kelas-3 di kantor pusat dan mendapat kesempatan untuk mengikuti kursus dari seluruh Hindia Belanda yang diadakan di Batavia (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 22-12-1926). Tampaknya karir Abdoel Hakim cepat meningkat. Abdoel Hakim kemudian dipindahkan ke Medan. Abdoel Hakim di Medan juga mendapat kenaikan pangkat/jabatan.

Abdoel Hakim berangkat ke Medan pada bulan Juli dengan menumpang kapal van Van Riebeck tanggal 7 Juli dari Batavia ke Medan melalui Singapoera (lihat De Sumatra post, 13-07-1927). Tidak lama setelah Abdoel Hakim di Medan, disebutkan ada pembentukan personel di departemen akuntansi (lihat . Deli courant, 31-10-1927). Formasi kepegawaian diselenggarakan departemen akuntansi kantor wilayah di Medan telah diperluas dengan dua komisaris dan adj komisi redaksi pengurangan dengan seorang wakil komisaris dan sekarang ditetapkan sebagai berikut: a.sekretaris di Bendahara Umum, kepala divisi; b. dua komisaris utama, yang salah satunya ditugasi sebagai sub-kepala departemen; c. tujuh komisaris, dimana paling sedikit dua komisaris pertama; d. satu wakil pemimpin redaksi; e. lima wakil komisaris; f. sepuluh juru tulis dan juru tulis, yang paling banyak terdiri dari tiga orang pertama klerk dan tiga orang juru tulis. g. dua petugas kantor. Di departemen akuntansi kanwil Medan yang direorganisasi, bertugas mengawasi jabatan komisaris pertama, komisaris dan wakil pemimpin redaksi, T de Roode, CH Kerlen dan Abdoel Hakim. Dua yang pertama adalah commiies di Weltevreden, yang ketiga adalah wakil komisaris di departemen akuntansi kantor regional disini. Abdoel Hakim terus mendapat promosi (lihat Deli courant, 08-02-1929). Disebutkan keputusan dan jandi (SK). Penanggung jawab jabatan Pemimpin Redaksi pada Departemen Akuntansi Kantor Gubernur Sunatra’s Ooskust Abdoel Hakim, saat ini dibebani dengan jabatan Wakil Redaktur Departemen. Dalam hal ini jabatan pemimpin redaksi adalah berada di bawah komisaris (eselon satu di kantor cabang). Kantor cabang Medan adalah kantor cabang utama (sejak 1915 kota Medan menjadi ibu kota provinsi sehubungan dengan peningkatan status Sumatra’s Ooskust dari Residentie menjadi Province).

Pada posisi pangkat/jabatan yang terbilang tinggi di pemerintahan bagi golongan pribumi di Medan, Abdoel Hakim cepat menjadi terkenal. Pada tahun 1930 Abdoel Hakim dicalonkan untuk anggota dewan kota (gemeenteraad) Medan (lihat Deli courant, 05-06-1930). Disebutkan anggota dewan kota berikut saat ini menjabat: Arsjad (Minangkabauer); Nurngali (Jawa), Pirngadi (Jawa). Mohamad Arif (Tapanoelian), Abdullah Loebis (Tapanoelian). Kelompok pemerintah (Partai Hadjerat) bermaksud untuk mengalokasikan lima kursi yang tersedia dengan cara sebagai berikut: Satu untuk orang Jawa, yang calonnya bernama Karto Oetoyo seorang krani dari Kamerling Onnes, yang baru saja menjadi anggota Landraad, Satu untuk penduduk asli Kristen, kandidat untuk kursi ini adalah Waldemar Hutasoit, Satu untuk Tapanulian, kandidat Abdoe1 Hakim,  Ini mengindikasikan terbuka bagi Abdoel Hakim tidak hanya jabatan di pemerintahan tetapi juga jabatan politis (anggota dewan). Lalu bagaimana hasilnya?

Sebagaimana diketahui selama studi di Batavia aktif di organisasi (Jong Islamieten Bond) yang ikut berpartisipasi dalam Kongres Pemuda yang pertama tahun 1926 di Batavia. Boleh jadi pengalamannya berorganisasi di Batavia (Jong Islamieten Bond) menjadi faktor penting Abdoel Hakim masuk ke dunia politik (dewan) di Medan. Besarc dugaan selama sekolah MULO di Padang, Abdoel Hakim sudah menjadi anggota Jong Sumatranen Bond. Sebagaimana diketahui pada Kongres Sumatranen Bond tahun 1919 di Padang, Mohamad Hatta adalah sekretaris Jong Sumatranen Bond Padang. Pada Kongres Sumatranen Bond di Padang tahun 1921 Mohamad Hatta yang sudah sekolah di PHS turut hadir. Pada dua kongres itu Parada Harahap pemimpin redaksi surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean adalah pimpinan delegasi.  Pembina dua kongres ini di Padang adalah Dr Abdoel Hakim Nasution (anggota dewan kota yang juga ketua cabang NIP Pantai Barat Sumatra). Sementara itu di Padang, Dr Abdoel Hakim telah terpilih lagi menjadi anggota dewan kota pada tahuhn 1927 (lihat Sumatra-bode, 01-02-1928). Pada pemilihan tahun 1930 di kota Padang Dr Abdoel Hakim dicalonkan kembali (lihat  Sumatra-bode, 11-06-1930). Lalu bagaimana hasilnya?

Kini, ada dua nama Abdoel Hakim yang tengah bersaing untuk mendapatkan kursi di dewan kota: Dr Abdoel Hakim Nasution (senior) di Padang dan Abdoel Hakim Harahap (junior) di Medan. Abdoel Hakim di Padang adalah untuk periode yang keempat, sedangkan Abdoel Hakim Medan justru masih debut.

Dalam pemilihan putaran pertama di Medan untuk memperebutkan lima kursi hanya dua yang lolos (lihat Deli courant, 27-06-1930). Abdoel Hakim hanya mendapat 108 suara. Di kota Padang, Dr Abdoel Hakim langsung lolos di putara pertama dengan suara terbanyak 131 suara (lihat Sumatra-bode, 02-07-1930). Pada putaran kedua, di Medan Abdoel Hakim tidak menyerah dan maju. Abdoel Hakim si pendatang baru akhirnya menang (lihat Deli courant, 18-08-1930). Disebutkan lima anggota pribumi terpilih adalah Arsjad, T Dzulkarnain, HF Sitompoel, Baginda Soedjoeangon dan Abdoel Hakim. Untuk kelompok Tapanuli (Angkola Mandailing) masih tetap dua jatah yankni menggantikan Mohamad Arif dan Abdoellah Lubis (yang sudah menjadi anggota dewan sejak 1922). Untuk golongan Cina terpilih dua orang.Untuk golongan Eropa/Belanda sebanyak 10 orang. Total 17 orang anggota dewan. Kecuali di Bindjai, anggota dewan berasal dari Angkola Mandailing cukup signifikan di Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Tandjoeng Balai. Di Padang, Dr Abdoel Hakim sudah menjadi anggota dewan senior (Wethouder). Sementara berita lain di Soerabaja juga terpilih Radjamin Nasution sebagai pendatang baru. Radjamin bertugas di bea dan cukai kota Soerabaja. Catatan: kelak Dr Abdoel Hakim di Padang dan Radjamin Nasution menjadi wali kota pertama (RI) di Padang dan Soerabaja).  

Saat Abdoel Hakim terpilih menjadi anggota dewan kota, usianya masih tergolong muda yakni 25 tahun. Kini, Abdoel Hakim tidak hanya memegang posisi strategis di pemerintahan (eselon satu di kantor keuangan cabang Medan) juga sudah menduduki jabatan politis. Ini seakan menunjukkan lulus PHS Batavia memang berprestasi. Kelak, Abdoel Hakim Harahap yang memulai debut sebagai anggota dewan kota di Medan akan menjadi Gubernur Sumatra Utara yang pertama (1951).  

Tunggu deskripsi lengkapnya

Republiken Sejati dan NKRI: Abdoel Hakim Harahap

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar