Senin, 03 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (333): Pahlawan Indonesia Oevaang Oeray Pemimpin Dayak; Negara Federal dan atau Republik Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sesungguhnya cukup banyak pahlawan Indonesia berasal dari Tanah Dayak (Dajaklanden), Namun baru sebagian yang terinformasikan secara luas. Salah satu pahlawan Indonesia yang berasal dari Tanah Dayak yang sudah dikenal luas adalah Oevaang Oeray. Sebagai pejuang, Oevaang Oeray mencapai karir politik sebagai Gubernur (provinsi) Kalimantan Barat (1960-1966).

Johanes Chrisostomus Oevaang Oeray (18 Agustus 1922-17 Juli 1986) adalah Gubernur Kalimantan Barat yang menjabat pada periode 1960-1966 dan merupakan Gubernur Kalbar pertama dari kalangan Suku Dayak. Oevaang Oeray juga merupakan salah satu pendiri Partai Persatuan Dayak yang pernah mengikuti Pemilu pertama di Indonesia tahun 1955 dan 1958. Dia juga menekankan kedaulatan setiap agama yang dijamin oleh kebebasan beragama sebagai salah satu hak yang paling mendasar, dan menolak pula kontrol atas praktik keagamaan oleh negara dalam bentuk apapun. Johanes Chrisostomus Oevaang Oeray lahir di Kedamin, Kapuas Hulu. Ayah dan ibunya bernama Ledjo dan Hurei yang beragama Katolik. Kedua orangtuanya berasal dari suku Dayak yang bekerja sebagai penoreh karet dan petani ladang berpindah. Pertama-tama sekali ia bekerja adalah menjadi seorang guru. Dan kemudian, pada tahun 1941 para guru sekolah Katolik se-Kalimantan Barat berkumpul di Sanggau mengadakan retret (rekoleksi) tahunan. Saat retret berlangsung, seorang murid seminari di Nyarumkop, Oevaang Oeray, menulis surat terbuka kepada para peserta rekoleksi. Isinya mengajak para guru memikirkan perbaikan nasib masyarakat Dayak yang terus dalam kondisi memprihatinkan. Diantara pemikiran diajukan, antara lain agar perbaikan nasib orang Dayak dilakukan melalui perjuangan organisasi politik. Gagasan yang dikemukakan Oevaang Oeray ini mampu memberikan inspirasi para peserta, pada penutupan rekoleksi yang dipimpin AF Korak, JR Gielling Laut, dan M Th Djaman, melahirkan kebulatan tekad membentuk organisasi yang berfungsi memperjuangkan nasib Dayak di forum politik (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pahlawan Indonesia Oevaang Oeray? Seperti disebut di atas, Oevaan Oeray adalah seorang pejuang di Kalimantan Barat yang berasal dari Tanah Dayak yang mampu mencapau posisi Gubenur Kalimantan Barat. Lalu bagaimana sejarah Oevaang Oeray? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. Foto: Oevaang Oeray (1947).

Pahlawan Indonesia Oevaang Oeray, Pemimpin Dayak; Negara Federal atau Republik Indonesia?

Indonesia menuju kemerdekaan, sudah diperjuangkan di berbagai tempat sejak 1920an terutama di Batavia, Bandoeng, Soerabaja dan Belanda oleh berbagai elemen bangsa Indonesia yang dikelompokkan sebagai revolusioner. Kemerdekaan ini akhirnya dicapai, paling tidak telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang dibacakan oleh Ir Soekarno di Djakarta. Itu sudah cukup, karena semua daerah di Indonesia (eks Hindia Belanda) telah menerima kabar proklamasi tersebut.

Dengan mengesampingkan kehadiran Sekutu/Inggris di wilayah Indonesia dan proses evakuasi militer Jepang dari Indonesia serta para interniran yang ada di Indonesia, sebenarnya proklamasi kemerdekaan Indonesia sudah cukup bagi seluruh pemimpin di Indonesia yang terdapat di berbagai tempat/daerah. Kehadiran Belanda kembali (NICA) tidak akan terbentuk jika tidak ada yang menerima mereka. Mereka akan pulang sendiri ke Belanda dengan membawa para interniran jiga tidak ada yang melayani mereka. Namun, ternyata penduduk bangsa Indonesia tetap terbelah seperti era Hindia Belanda, sebagian yang cooperative pada era Pemerintah Hindia Belanda, kembali menunjukkan sikap cooperative ketika NICA sudah berada di wilayah Indonesia. Golongan cooperative ini, meski dalam beberapa hal dapat dimaklumi, sesungguhnya adalah pangkal perkara timbulnya masalah baru yang memperuncing perselisihan lama antara orang-orang Belanda (NICA) dengan para pejuang Indonesia (Republiken). Para cooperatove ini berdiri (membantu) di belakang Belanda/NICA yang tangah memerangi para pejuang Indonesia. Jika cooperative menjadi semuanya non cooperatibe, seberapapun kekuatan orang-orang Belanda (NICA) akan terkebung/terjepit sendiri di tengah—dan akan mengurungkan niatnya untuk melanjutkan bercokol kembali di Indonesia dan kembali ke Belanda. Namun, seperti disebut di atas, ternyata tidak demikian. Para cooverative mengambil kuntungan dalam kesempatan kedua ini (saat sebagian orang Indonesia berjuang habis-habisan melawan militer Belanda/KNIL). Akibatnya dengan semakin banyak yang cooperative, maka terkesan pula oranhg-orang Belanda/NICA semakin jumawa (seperti kita lihat nanti aksi militer pertama 1947 dan kedua 1948. Dalam hal ini para cooperator ikut bertanggungjawab terhadap banyaknya korban perang yang tiumbul dan dialami oleh kelompok pejuang Indonesia (melawan Belanda/.NICA).

Dalam konteks inilah nama Oevaang Oeray muncul ke permukaan sebagai bagian dari sejarah perjuangan bangsa. Nama Oevaang Oeray muncul sebagai salah satu delegasi dari wilayah Kalimantan Barat pada konferensi Malino yang akan diadakan pada bulan Juli 1946. Dalam hal ini ada tiga wakil Kalimantan Barat ke konferensi, selain Oevaang Oeray juga ada nama Sultan Hamid II. Oevaang Oeray mewakili penduduk Dayak di Kalimantan Barat.

Setelah kehadiran kembali Belanda/NICA yang berada di belakang tentara Sekutu/Inggris (hasil negosisiasi Kerajaan Belanda terjafap Kerajaan Inggris) dalam upaya pelucutan senjata dan evakuasi militer Jepang serta pembebasan interniran Eropa/Belanda, kekuatan Belanda/NICA dari waktu ke waktu terus meningkat. Paralel dengan itu, bujuk rayu para negosiator sipil membuat banyak pemimpin Indonesia bergeser menjadi cooperative. Peluang inilah yang dimanfaatkan pemerintahan NICA mulai mengumpulkan semua yang tergolong cooperative atau yang dapat dianggap sikapnya berubah dalam suatu konferensi yang mana orang-orang Belanda/NICA mengambil inisiatif dengan mebentuk komite pemerintah yang dipimpin oleh HJ van Mook (Letnan Gubernur Jenderal) yang didampingi oleh Dr Hoven, penjabat direktur BB, sebagai Komisaris Pemerintah, H van der Waal sebagai Komisari Pemerintah Reformasi Administratif, Dr O Baron van Boetzelaar sebagai penjabat Sekretaris Pemerintah Pertama. Daftar peserta konfrensi sudah diketahui pada pertengahan bulan Juni 1946 (lihat Nieuwe courant, 25-06-1946). Dua belah pihak inilah yang berkumpul di konferensi Malino, dan pihak Belanda/NICA akan meramu hasil konferensi dan kemudian daripadanya Belanda/NICA membuat langkah-langkah startegis. Baik untuk pembentukan negara-negara federal maupun menekan atau menghancurkan pemerintahan Republik Indonesia yang sudah eksis segera setelah proklamasi kemerdekaan. Dalam hal ini Belanda/NICA menunggangi para cooperative untuk menyerang para republiken. Dari pihak Republik, para cooperative yang akan membentuk negara-negara sendiri dianggap sebagai penghianat bangsa (Indonesia).

Lantas bagaimana sikap Oevaang Oeray di konferensi Malino. Dalam hal ini diantara para delagasi terbilang visi misi Oevaang Oeray (mewakili penduduk Dayak Kalimantan Barat) yang sangat lemah. Hal ini dapat diketahui pernyataan Oevaang Oeray sebelum ke konferensi Malino (yang akan diadakan pertengahan Juli 1946). Oevaang Oeray menyuarakan pendapat tidak soal setuju atau tidak setuju dengan tujuan konferensi, tetapi lebih menyadari bahwa wilayah yang diwakilinya semasa Pemerintah Hindia Belanda adalah penduduk yang disudutkan orang dari wilayah tetangga, dirugikan pemerintah yang menyebabkan kini penduduk Dayak terbelakang dalam semua hal. Dalam hal ini, Oevaang Oeray masih berbicara dan membicarakan masalah mereka sendiri, yang mempertanyakan apakah pemerintah Belanda/NICA akan memperlakukan sama dengan apa yang pernah terjadi pada era Pemerintah Hindia Belanda. Tampaknya kekhawatiran (tidak tercapainya keinginan) Oevaang Oesray bukan kepada pemerintahan Belanda/NICA tetapi pemerintahan lokal yang menjadi tetangganya. Lalu, apakah Oevaang Oeray lebih yakin dengan Pemerintah Republik Indonesia?

Dalam konferensi Malino para peserta yang mewakili penduduk Dayak tidak hanya Oevaang Oeray juga ada yang mewakili daerah lainnya (Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur). Perwakilanan Dayak dari Kalimantan Timur sebagai pembicara keenam dalam konferensi Sampan alias Zainuddin van Longiram, meminta agar kerajaan Kutai diberikan kebebasan penuh. Bersama dengan kerajaan-kerajaan Kalimantan lainnya, kerajaan itu ingin membentuk Republik Kalimantan, yang akan menjadi bagian dari Republik Indonesia. Pembicara ketujuh, AR Afloes dari Kutai, juga perwakilan Kalimantan Timur, di awal pidatonya mengutip pidato penguasa besar Bulongan, Datuk Mohammed, yang mengatakan bahwa penduduk menginginkan persatuan di negara Indonesia. dan berada di belakang Sjahrir. Dia kemudian memberikan pidatonya sendiri, di mana dia berpendapat bahwa dia setuju dengan Sjahrir tentang upaya kemerdekaan Indonesia dengan melakukan negosiasi dengan pemerintah Belanda (lihat Nieuwe courant, 20-07-1946).

Oevaang Oeray yang berbicara dalam konferensi Malino sebagai pembicara kesebelas mengeluhkan perlakuan masa lalu terhadap orang Dayak baik oleh Pemerintah maupun orang Indonesia non-Dayak (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 22-07-1946). Hal itulah disebutkan Ovaang Oeray mengapa orang Dayak selalu tetap miskin dan bodoh. Orang Dayak ingin hidup dalam persahabatan yang baik dengan saudara-saudara mereka di Indonesia tetapi di bawah asuhan Belanda untuk membimbing menuju kebebasan politik yang juga dirindukan oleh orang Dayak. Ovaang Oerau juga mengharapkan pengangkatan orang Dayak ke jabatan publik, peningkatan pendidikan dan pertanian dan pembebasan orang Dayak dari otoritas pemerintahan sendiri. Oevaang Oeray seakan mengatakan orang Dayak di wilayahnya dijajah secara bertingkat (oleh rekan sebangsanya dan oleh orang Belanda)..

Tunggu deskripsi lengkapnya

Oevaang Oeray: Partai Persatuan Dayak hingga Menjadi Gubernur Kalimantan Barat

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar