Selasa, 04 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (335): Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan A Cyrillus di Kota Waringin; Tokoh Groot Dajak di Borneo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada era perang kemerdekaan Indonesia, nama Atak Cyrillus (A Cyrillus) cukup penting di Borneo sebagai tokoh yang mewakili wilayah Dayak Besar. Namun sejarahnya kurang terinformasikan. Sejarah tetaplah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Siapa sebenarnya A Cyrillus? Artikel ini berupaya melacak sejarahnya..

Groote Dajak atau Dayak Besar adalah sebuah distrik di dalam wilayah Zuid en Ooster Afdeeling van Borneo. Perkembangan selanjutnya Distrik ini ditingkatkan menjadi Afdeeling pada tahun 1869, Distrik Dayak Besar menjadi Afdeeling Groote Dajak atau Afdeeling Dayak Besar yang beribu kota di Penglok. Pada tahun 1898, Afdeeling Dayak Kecil dan Afdeeling Dayak Besar kemudian digabung membentuk Afdeeling Dajaklanden (Tanah Dayak) yang beribu kota di Kwala Kapoeas (Kuala Kapuas) menurut Staatsblad tahun 1898 No178. Kontrak Perjanjian Karang Intan I tanggal 1 Januari 1817 (Besluit tanggal 29 April 1818, No. 4). Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indie tahun 1849, wilayah de groot en kleine Daijak-rivier (sungai Dayak Besar dan sungai Dayak Kecil) ini menjadi bagian dari Zuid Oooster Afdeeling van Borneo berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, Tahun 1849 Tanah Dayak (Dayak Besar-Kecil) dibagi 3 wilayah kepala suku: Pulau Petak Ulu; Pulau Petak Ilir Kahayan (Dayak Besar). Tahun 1861 Afdeeling Groot en Kleine Daijak (Dayak Besar-Kecil) dibagi beberapa wilayah (Pulau Petak dan Pulau Telo; Kahayan Hili; Kahayan Tengah; Kahayan Hulu;  Daijak-Roengan; Kapuas Tengah; Kahayan). Tahun 1869 Afdeeling Dayak Besar dibagi 7 wilayah (Kahayan Hilir. Kahayan Hulu, Lanschap Manuhing, Kahayan Tengah, Rungan, Miri Hulum Miri Hilir).

Lantas bagaimana sejarah A Cyrillus? Seperti disebut di atas, A Cyrillus sebagai seorang tokoh dikaitkan dengan wilayah Dayak Besar. Lalu bagaimana sejarah Atak Cyrillus? Seperti kata ahli sejarah doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. Foto (kiri kanan) Goesti Abdoel Hamidhan (Kota Waringin), Mohamad Hanafiah (Bandjar),  Achmad Roeslan (Bandjar), Cyrilus (Dajak Besar), 1948

Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan A Cyrillus di Kota Waringin

A Cyrillus adalah kepala daerah di Pangkalan Boen. A Cyrillus menjadi satu diantara perwakilan wilayah Zuid Borneo ke konferensi Malino di Makassar tahun 1946 (lihat Nieuwe courant, 25-06-1946). Sebagai salah satu wakil dari Kalimantan Selatan, tentulah nama A Cyrillus penting dan wilayah yang diwakilinya juga penting. Sementara salah satu dari tiga wakil dari West Borneo adalah Oevaang Oeray. Sedangkan salah satu dari tiga perwakilan dari Oost Borneo adalah Sampan Zainoeddin. Ketiganya adalah perwakilan orang Dajak.

Pangkalan Boen adalah ibu kota wilayah Kota Waringin. Kota Waringin sendiri adalah nama kota kuno (sejak era Hindoe Boedha). Sehubungan dengan terbentuknya kota Pangkalan Boen di hilir dan dari waktu ke waktu semakin berkembanmg, maka ibu kota wilayah menjadi Pangkalan Boen, sedangkan nama Kota Waringi dijadikan sebagai nama wilayah. Dalam hal ini kota Pangkalan Boen adalah ibu kota wilayah Kota Waringin. Wilayah Kota Waringin adalah wilayah paling barat di selatan Borneo (yang berbatasan dengan West Borneo). Berdasarkan Regering Almanak 1942 Residentie Zuid en Oosterafdeeling van Borneo beribukota di Bandjarmasin terdiri dari beberapa afdeeling. Afdeeling Kapoeas-Barito (juga ibu kota di Bandjarmasin terrdiri dari enam onderafdeeling. Onderfadeeling Beneden Dajak (ibu kota di Koeala Kapoeas); Onderafdeeling Boven Dajak (juga di Koeala Kapoeas) Onderafdeeling Sampit (Sampit); Onderafdeeling Kota Waringin (Pangkalan Boen); Onderafdeeling Moeara Teweh (Moara Teweh); Onderafdeeling Poeroek Tjahoe (Poeroek Tjahoe).

Dalam konferensi Malino, A Cyrillus sebagai pembicara keduabelas (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 22-07-1946). A Cfyrillus, kepala daerah (bupati) di Pangkalan Boen (Kalimantan Selatan). A Cyrillus menjelaskan posisi orang Dayak dengan membacakan sejumlah tujuan, mosi dan keputusan kelompok penduduk di wilayahnya, yang menunjukkan komitmen yang ditujukan pada pemerintahan yang otonom, mandiri dan demokratis dengan kesediaan untuk bekerja sama dengan kelompok penduduk lainnya. A Cyrillus mengatakan bahwa orang Dayak akan menerima proposal pemerintah mulai 10 Februari. A Cyrillus mengharapkan segera dibentuk badan yang mewakili kepentingan orang Dayak, setelah itu A Cyrillus membacakan penjelasan tentang pemerintahan sendiri Kota Waringin yang menyatakan mendukung posisi orang Dayak.

Sebelum A Cyrillu, pembicara kesebelas adalah JCh Oevaang Oeray, perwakilan Dayak Kalimantan Barat, mengeluhkan perlakuan masa lalu terhadap orang Dayak baik oleh Pemerintah maupun orang Indonesia non-Dayak. Demikianlah orang Dayak selalu tetap miskin dan bodoh. Orang Dayak ingin hidup dalam persahabatan yang baik dengan saudara-saudara mereka di Indonesia, tetapi di bawah arahan Belanda untuk bimbingan menuju kebebasan politik yang juga dirindukan oleh orang Dayak.Oevaang Oeray juga mengharapkan pengangkatan orang Dayak ke jabatan publik, peningkatan pendidikan dan pertanian dan pembebasan orang Dayak dari otoritas pemerintahan sendiri. Perwakilan orang Dayak dari Oost Borneo sebagai pembicara keenam Sampan alias Zainoeddin van Longiram, meminta agar kerajaan Koetai diberikan kebebasan penuh. Bersama dengan kerajaan-kerajaan Kalimantan lainnya, kerajaan itu ingin membentuk Republik Kalimantan, yang akan menjadi bagian dari Republik Indonesia.

Dari tiga perwakilan Dayak di konferensi Malino terkesan memiliki pandangan yang sedikit berbeda satu sama lain, boleh jadi karena orang Dayak yang masing-masing mereka wakili di tiga daerah berbeda (barat, selatan dan timur) memiliki pengalaman sejarah yang berbeda. Namun ketiganya memiliki harapan yang besar terhadap Republik Indonesia tetapi juga menyadari fakta yang ada bahwa cooperative dengan Belanda/NICA juga menjadi pilihan yang masuk akal. Dengan kata lain, orang Dayak belum bisa berbicara soal menentukan sikap secara tegas (mendukung Belanda/NICA atau Republik Indonesia).

Orang Dayak dari West Borneo dan Oost Borneo memiliki pengalaman sejarah yang berbeda dan kontras. Orang Dayak di West Borneo sangat mengeluh perlakuan dari rekan tetangganya (Kerajaan Pontianak?) sedangkan orang Dayak di Oost Borneo memiliki hubungan yang terbilang harmonis. Hal itulah mengapa Sampan Zainoeddin mendukung Kerajaan Koetai untuk bergabung dengan RI sementara Oevaang Oeray masih memperjuangkan hak dan eksistensi mereka di West Borneo. Bagaimana dengan di Zuid Borneo? Antara orang Bandjar dan orang Dayak lebih bersifat dialektis, dalam arti saling mendukung. Hal itulah mengapa A Cyrillus sebagai pemimpin Dayak berada bersama dengan kumunitas orang-orang Melayu (termasuk Bandjar) wilayah pantai selatan Borneo terutama di Kota Waringin (Pangkalan Boen).

Tunggu deskripsi lengkapnya

A Cyrillus: Tokoh Groot Dajak di Borneo

Tunggu deskripsi lengkapnya

Negara Kalimantan, Republik Indonesia Serikat dan NKRI: A Cyrillus

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar