Minggu, 13 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (414): Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Sim Ki Ay Seorang Republikan;Dokter-Dokter Lulusan Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa Sin Ki Ay? Tidak terinformasikan dengan lengkap. Namun paling tidak masih ada yang dapat dibaca secara singkat di laman Wikipedia. Dalam narasi disebutkan Sim Ki Aya seorang dokter yang pro Indonesia (Republiken). Okelah. Sejarah tetaplah sejarah. Setiap tokoh ,memiliki sejarah perjalanan masing-masing.

Siem Ki Ay adalah seorang dokter Indonesia yang melayani rakyat jelata sampai Panglima Besar Sudirman dan Sultan Hamengku Buwono IX. Sim Kie Ay menempuh pendidikan di ELS-Temanggung dan HBS-Surabaya-Semarang sebelum berangkat ke Belanda untuk kuliah kedokteran di Universiteit van Amsterdam. Dia juga aktif dalam Chung Hua Hui di Belanda. Tahun 1917 Sim Kie Ay menyelesaikan studinya di Belanda dan kembali ke Indonesia. Bersama alumnus-alumnus Belanda, Sim Kie Ay mendirikan Chung Hua Hui di Hindia Belanda (Indonesia). Chung Hua Hui adalah kelompok elite Tionghoa pro-Belanda di masa kolonial. Akan tetapi pada zaman revolusi, ia bersimpati pada perjuangan Republik. Dr Sim Kie Ay diikut-sertakan oleh bung Hatta untuk menjadi anggota delegasi Republik Indonesia yang ikut ke Konferensi Meja Bundar di Den Haag-Belanda sebagai penasehat. untuk menjadi salah seorang penasehat delegasi Republik Indonesia dalam Konperensi Meja Bun­dar (KMB) di Den Haag (Wikipedia).  

Lantas bagaimana sejarah Sim Ki Ay? Seperti disebut di tas, Sim Ki Ay adalah seorang tokoh sejarah yang perlu narasi sejarahnya lebih dilengkapi. Lalu bagaimana sejarah Sim Ki Ay? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Sim Ki Ay: Dokter-Dokter Lulusan Belanda

Sim Kie Aij melanjutkan studi. Pada tahun 1910 Sik Kie Aij lulus ujian masuk di sekolah menengah HBS di Semarang (luhat De locomotief, 13-05-1910). Yang sama-sama masukumumnya Eropa/Belanda kecuali antara lain nona Rd Siti Achadiah, Rd Mas Milono, R Moekantoen, Lie Tjoen Liong, T Soebroto, Tee Siok Hian dan Tan Ping Ho. Sim Kie Aij sendiri lulus sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS) di Temanggoeng (lihat De Preanger-bode, 23-05-1910),

Lama studi di sekolah HBS adalah lima tahun. Siswa yang diterima adalah lulusa sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS). Lulusan sekolah HBS dapat melanjutkan ke fakultas/universitas. Di Indonesia (baca: Hindia Beland) belum ada fakultas, oleh karenanya lulusan HBS harus melanjutkan studi ke Belanda. Lulusan HBS Semarang sudah banyak yang studi ke Belanda seperti Raden Sumitro dan Be Tiat Tjong pada tahun 1908 (lihat (lihat De locomotief, 22-05-1908). Yang pertama dapat dikatakan Raden Kartono (abang dari RA Kartini) tahun 1896. Raden Soemitro berpartisipasi dalam pendirian organisasi mahasiswa pribumi Indische Vereeniging di Belanda tahun 1908. Be Tiat Tjong berpartisipasi dalam pendirian organisasi mahasiswa Cina di Belanda tahun 1910.

Sim Kie Aij melanjutkan studi kedokteran di Belanda. Sim Kie Aij aktif dalam organisasi mhasiswa Cina di Belanda Chung Hwa Hui. Dalam kongres mahasiswa Indonesia tahun 1918 di Wageningen, Sim Kie Aij turut hadir (lihat De avondpost, 31-08-1918).

Kongres Mahasiswa Indonesia merupakan gabungan mahasiswa Indo/Belanda, Cina dan pribumi dari berbagai asosiasi. Dalam hal ini asosiasi mahasiswa pribumi Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia) dan asosiasi mahasiswa Cina Churg-Hwa Hui turut serta. Dalam kongres ini sejumlah mahasiswa berbicara diantaranya Thung Tjeng Hiang, Soerjo Poetro, Goenawan Mangoenkoesoemo, Sorip Tagor Harahap, Samsi Sastrawidagda, Oei Lauw Pik, Zainoeddin Rasad, Han Tiouw Tjong, Sin Ki Aij dan Dahlan Abdoellah serta Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia. Jumlah peserta kongres lebih dari 100 mahasiwa. Ketua Kongres adalah JA Jonkman (Kongres sebelumnya belum disebut nama Indonesia tahun 1917 diketuai oleh HJ van Mook). Federasi mahasiswa Indonesia sendiri memiliki lebih dari 700 anggota yang terdiri dari Hollander, Indonesier dan Chineesen ke dalam sejumlah organisasi. Dalam Kongres ini yang dibicarakan adalah keinginan masyarakat Indonesia (Hindia Belanda) untuk bebas menentukan nasib sendiri yang tidak terikat dengan Kerajaan Belanda. Namun demikian disebutkan bantukan kerajaan Belanda dapat diterima yang sesuai dengan Liga Bangsa-Bangsa. Sorip Tagor di dalam forum disebutkan menyatakan: ‘Sorip Tagor percaya bahwa sejarah menunjukkan bahwa Belanda di Hindia tidak selalu damai. Indonesia seharusnya tidak mencari kerja sama dengan Belanda, tetapi mengharapkan kepemimpinan dari Indonesia sendiri’. Mungkin pernyataan Sorip Tagor yang viral di surat kabar ini juga dibaca oleh Soekarno yang masih duduk di kelas dua di sekolah menengah HBS di Soerabaja dan Mohamad Hatta masih kelas empat HBS sekolah PHS Batavia. Sorip Tagor lahir di Padang Sidempoean, satu kampung dengan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pendiri Inddische Vereeniging di Belanda tahun 1908. Sementara Han Tiouw Tjong menginginkan Peraturan Pemerintah diubah sedemikian rupa sehingga penduduk Hindia akan terbagi menjadi warga negara Belanda, orang asing yang berasimilasi dan orang Indonesia. Peraturan pemerintah saat itu mendefinisikan Orang Timur Asing (seperti Cina dan Arab) yang dalam hal ini dianggap sebagai orang asing (sebagai tamu), sedangkan Han Tiouw Tjong ingin definisinya Orang Timur Asing sebagai orang yang menetap (karena sudah turun temurun). Hal itulah mengapa semua orang Timur Asing di Hindia dibedakan status kewarganegaraanya. Sim Kie Aij berpendapat bahwa Hindia-Chiueesseni dapat tetap terhubung secara budaya dengan Cina dan masih berkontribusi pada keselamatan Hindia.

Pada periode 1918/1919 Sim Kie Aij adalah ketua Chung Hwa Hui di Belanda. Pada kongres Indonesia kedua yang diadakan awal tahun 1919 Sim Kie Aij kembali turut serta. Dalam kongres yang diadakan dua hari 31 Januari dan 1 Februari para pembicara terdiri H. Kraemer, M. Goenawan Mangoenkoesoemo dan Oei Kiauw Pik pada hari pertama. Pada hari kedua, akan disampaikan oleh Loekman Djajadiningrat, Be Kiat Tjong dan PM Adriaanse (lihat Belanda (Het vaderland, 31-12-1918), Namun yang berbicara menggantikan Be Kiat Tjong adalah Sim Kie Aij (lihat De Maasbode, 01-02-1919).

Pada hari kedua dengan topik "Apakah pendidikan tinggi diinginkan dan mungkin di Indonesia sekarang" mewakili Chung Hwa Hui disampaikan oleh Sim Kie Aij. Pada intinya Sim Kie Aij dalam menjawab pertanyaan itu dengan setuju, tetapi menginginkan sebuah sekolah menengah, yang untuk sementara waktu akan mencukupi dengan fakultas-fakultas dalam ilmu-ilmu hukum, kedokteran, teknik dan pertanian, sebagai lanjutan dari sekolah menengah Hinid, yang akan beroperasi pada tahun 1920. Hoogesehool tidak boleh didirikan lebih awal, karena sulit untuk menghubungkan pendidikan dengan HBS. Guru untuk sekolah menengah Hindia untuk sementara waktu dan dapat dari Belanda, yang harus dilihat dari sudut pandang bahwa kepentingan Hindia adalah juga kepentingan Belanda. Keberatan teknis yang diajukan terhadap Hoogesehool Hindia, menurut saya, bermuara pada pertimbangan keuangan yang menurut pendapat saya diperebutkan dengan perbandingan dengan Filipina. Sim Kie Aij juga menunjukkan bahaya mengikat orang pribumi di luar tanah air mereka harus mengarah pada nasionalisme, yang pasti merugikan otoritas Belanda. Sebuah sekolah menengah lebih lanjut akan menghasilkan kekuatan yang diperlukan untuk kehilangan kekayaan tak ternilai dari tanah Hindia. Hoogesehool akan menjadi kredit tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk Belanda. Dalam kesempatan ini Sorip Tahor Harahap menanggapi pembicaea Adriaanse yang pada inttinya bertanya mengapa selalu ada referensi ke India (Inggris) dan Jepang, Nona Ong Kie Hong bertanya pada Adriaanse apa alasan semua seni dan teknik dari Barat, kami ingin Timur, Dari Barat hanya diambil yang diperlukan saja. Todoeng Harahap gelar Soeran Goenoeng Moelia tidak berharap pemimpin Eropa menunda sekolah menengah di Indonesia, tetapi lebih baik membangun segera.

Pada bulan April kepengurusan baru Chung Hwa Hui dipimpin oleh Dr Oei Kiauw Pik (1919/1920). Pada periode 1920/1921 kepengurusan Chung Hwa Hui dipimpin oleh Sim Kie Aij (lihat De nieuwe courant, 26-02-1920).  Pada tahun ini akan diadakan kongres Indonesia yang diadakan empat hari (lihat De Nederlander, 17-08-1920). Disebutkan dari pihak Indiscjhe Vereeniging akan berbicara Soerjo Poetro dan dari Chung Hwa Hui yang berbicara Sim Kie Aij. Pada kongres Indonesia 1920 pada hari ketiga menghadirkan G Gonggrijp, Dosen di Nederlandsche Handels Hoogeschool di Rotterdam, menyampaikan pidato di hadapan kongres berjudul: "Inferioritas ekonomi”. Sejumlah peserta menanggapi termasuk Sim Kie Aij (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 05-10-1920).

Raden MA Soerjo Poetro percaya bahwa orang Indonesia akan selalu berpegang teguh pada cita-cita kemewahan. Selain itu, bagaimanapun, Soerjo akan menolak untuk berkeliling dengan mangkuk pengemis. Sementara Sim Ki Aij ingin mengaitkan kurangnya 'hemat' dengan penindasan selama berabad-abad, yang telah membunuh individualitas. Sedangkan Datuk Pamontjak mengaitkan kurangnya penghematan dengan pengaruh merusak dari sistem budaya, yang telah sangat campur tangan dalam kehidupan jiwa.

Sim Kie Aij sebelumnya beralamar di Den Haag. Namun pada bulan Februari 1920 tampaknya Sim Kie Aij telah pindah ke kota lain. Hal ini pada Februari 1921 ada surat kepada Sim Kie Aij beralamat di Den Haag tidak sampai kepada orang yang dituju (lihat Delftsche courant, 21-02-1921). Boleh jadi karena Sim Kie Aij telah pindah ke Amsterdam (lihat De nieuwe courant, 26-02-1920). Pada tahun 1921 ini kepengurusan Sim Kie Aij berakhir di Chung Hwa Hui.

Sim Kie Aij kembalo fokus pada studi. Pengurus Chung Hwa Hui di Belanda pada periode 1921/1922 dipimpin oleh Han Tiouw Tjong. Tentu saja Han Tiouw Tjong akan meneruskan program-program yang dirintis oleh pengurus-pengurus sebelumnya. Pada tahun 1921 Han Tiauw Tjong diketahui telah lulus ujian di Delft dan mendapat gelar insinyur. Pada tanggal 4 Maret dalam pertemuan Chung Hwa Hui yang diadakan di Den Haag Ir Tiouw Tjong berakhir masa kepengerusan (lihat  De Preanger-bode, 11-04-1922).  Pada tahun 1922 ini Han Tiauw Tjong berhasil meraih gelar doktor di Universiteit te Delft (lihat De Maasbode, 14-09-1922). Disebutkan di Universiteit te Delft promosi menjadi doktor di bidang teknik Han Tiauw Tjong pada tanggal 13 di Technische Hoogeschool dengan met lof (pujian atau cumlaude). Sebagai ketua baru di Chung Hwa Hui adalah Be Tiat Tjong.

Lantas kapan Sim Kie Aij lulus ujian di fakultas kedokteran. Pada tahun 1923 Sim Kie Aij disebutkan telah menjadi dokter di bidang kedokteran (lihat Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad, 07-08-1923). Disebutkan Sim Kie Aij dokter di Amsterdam pada tahun 1922 ikut dalam kompetisi ilmiah yang diselenggarakan Rektor dan Senat Universitas Groningen.

Kapan Sim Kie Ay kembali ke tanah air? Yang jelas hingga tahun 1926 Dr Sim Kie Aij masih berada di Belanda. Pada acara perayaan lustrum ketiga Chung Hwa Hui di Belanda yang menjadi ketua panitia adalah Dr Sim Kia Aij (lihat  De avondpost, 20-04-1926). Dalam acara ini juga turut dihadiri perwakilan dari Perhimpoenan Indonesia (sebelumnya bernama Indische Vereeniging). Ketua pengurus Chung Hwa Hui sendiri adalah Ir. Tan Sin Hok Peringatan lustrum ketiga beerati sudah bersusia tiga kali lima tahun (didirikan tahun 1911). Disebutkan Dr Sim Kia Aij tinggal di Leiden. Dr Sim Kie Aij belum pulang ke tanah air, masih sibuk dengan penelitian di Univesiteir te Leiden.

Pada tahun 1927 Dr Sim Kii Aij dipromasikan menjadi doktor dalam bidang kedokteran di Universiteir te Leiden (lihat  De Maasbode, 01-07-1927). Disebutkan Dr Sim Kie Aij lahir di Poerbalingga lulus dengan desertasi berjudul Activeering van vetten en lipoiden door ultraviolette stralen in verband met de rachitis. Ini berarti Dr Sim Kie Aij telah menyamai pencapain Dr  Oei Kiauw Pik yang meraih gelar doktor dalam bidang kedokteran di Wina tahun 1923. Dengan demikian semakin banyak jumlah doktor asal Indonesia (Hindia) dari golongan orang Cina. Selain Dr Oei Kiauw Pik sebelumnya sudah ada Ir Dr Han Tiauw Tjong yang meraih gelar doktor di Delft.

Doktor-doktor asal Indonesia dari golongan pribumi hingga tahun 1927 terdapat sejumlah orang dari berbagai bidang. Orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D) adalah Husein Djajadiningrat pada tahun 1913 di Universiteit te Leiden. (2) Dr. Sarwono (medis, 1919); (3) Mr. Gondokoesoemo (hukum 1922); (4) RM Koesoema Atmadja (hukum 1922); (5) Dr. Sardjito (medis, 1923); (6) Dr. Mohamad Sjaaf (medis, 1923); (7) JA Latumeten (medis, 1924); (8) Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi (hukum, 1925); (9) R. Soesilo (medis, 1925); (10) HJD Apituley (medis, 1925); (11) R Soebroto (hukum, 1925); (12) Samsi Sastrawidagda (ekonomi, 1925); (13) Poerbatjaraka (sastra, 1926); (14) Achmad Mochtar (medis, 1927) dan (15) Soepomo (hukum, 1927).   

Tunggu deskripsi lengkapnya

Dr Sim Ki Ay: Seorang Republikan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar