Sabtu, 12 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (413): Pahlawan Indonesia - Ir Dr Han Tiauw Tjong Doktor Teknik Cumlaude1922;Indische Vereeniging

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Han Tiauw Tjong dapat dikatakan memiliki sejarah yang lengkap. Aktivis organisasi, pendidikan tinggi yang mencapai gelar doktor dan juga politisi di dewan. Han Tiauw Tjong sebagai berpendidikan tinggi juga aktif mengajar. Sejarah yang lengkap seperti Han Tiauw Tjong tidak banyak, ada beberapa antara lain Mr Dr Hoesein Djajadiningrat (gelar doktor 1913) dan Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (gelar doktor 1933).

Han Tiauw Tjong Sia (1894–1940), was a prominent colonial Indonesian politician and engineer. He sat in the Volksraad for two terms (1924–1929, 1938–1939), and was a founding member of the centre-right political party Chung Hwa Hui. Han also served as a Trustee of the THS te Bandoeng from 1924 until 1940. Born in Probolinggo on February 1, 1894, Han came from the Surabaya branch of the Han family of Lasem, one of the oldest Peranakan dynasties of the 'Cabang Atas' gentry of Java (baba bangsawan) with a long tradition of public service. Han was the son of Han Biauw Sing, Luitenant der Chinezen of Kutaraja in Aceh (May 21, 1913, until September 12, 1918), who was in turn a great-grandson of Han Phik Long Sia (1761–1788), one of the sons of Han Bwee Kong, Kapitein der Chinezen of Surabaya (1727–1778), an early comprador and ally of the Dutch East India Company. Han Tiauw Tjong attended the Europeesche Lagere School (ELS) in Kraksaan, Probolinggo and the Hogere Burgerschool (HBS) in Semarang before leaving in 1911 for the Netherlands, where he continued his HBS education and studied at Delft University. He graduated as an engineer in 1921, and received his doctorate in 1922 after submitting his dissertation, published in 1922 by Nijhoff as De industrialisatie van China (the 'industrialisation of China'). While in the Netherlands, Han was active in Chung Hwa Hui Nederland, a Peranakan student association. He occupied several board positions in the group between 1916 and 1922, and served as its president from 1919 until 1920. Klaas Stutje deems Han to be a ‘leading figure’ of the association's ‘China-oriented tendency’, advocating Chinese nationality for Indies Chinese and criticising the colonial Dutch Nationality Law that placed ethnic Chinese legally below Europeans in the Indies. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Han Tiauw Tjong? Seperti disebut di atas, data sejarah Han Tiauw Tjong cukup lengkap tetapi tidak semuanya terinformasikan. Sejauh penggalian data dan data baru, narasi sejarah Han Tiauw Tjong harus lebih dilengkapi. Lalu bagaimana sejarah Han Tiauw Tjong? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan Ir Dr Han Tiauw Tjong Doktor Teknik Cumlaude: Indische Vereeniging

Han Tiauw Tjing lulus ujian propaeduetisch werktuigkindig ingenieur tahun 1917 di Delft (lihat De Maasbode, 05-07-1917). Tidak terinformasikan kapan Han Tiauw Tjong berangkat studi ke Belanda. Juga tidak terinformasikan lulusan sekolah HBS mana Han Tiauw Tjong.  Selama di Beland Han Tiauw Tjing akif dalam organisasi. Pada tahun 1918 diselenggarakan Kongres Federasi Mahasiswa Indonesia (Congres Indonesisch Verbond) di Wageningen (lihat De avondpost, 31-08-1918).  Kongres ini turut dihadiri Han Tiauw Tjong.

 

Kongres ini merupakan gabungan mahasiswa Indo/Belanda, Cina dan pribumi dari berbagai asosiasi. Dalam hal ini asosiasi mahasiswa pribumi Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia) dan asosiasi mahasiswa Cina Churg-Hwa Hui turut serta. Dalam kongres ini sejumlah mahasiswa berbicara diantaranya Thung Tjeng Hiang, Soerjo Poetro, Goenawan Mangoenkoesoemo, Sorip Tagor Harahap, Samsi Sastrawidagda, Oei Lauw Pik, Zainoeddin Rasad, Han Tiouw Tjong, Sin Ki Aij dan Dahlan Abdoellah serta Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia. Jumlah peserta kongres lebih dari 100 mahasiwa. Ketua Kongres adalah JA Jonkman (Kongres Hindia tahun 1917 diketuai oleh HJ van Mook). Federasi mahasiswa Indonesia sendiri memiliki lebih dari 700 anggota yang terdiri dari Hollander, Indonesier dan Chineesen ke dalam sejumlah organisasi. Dalam Kongres ini yang dibicarakan adalah keinginan masyarakat Indonesia (Hindia Belanda) untuk bebas menentukan nasib sendiri yang tidak terikat dengan Kerajaan Belanda. Namun demikian disebutkan bantukan kerajaan Belanda dapat diterima yang sesuai dengan Liga Bangsa-Bangsa. Sorip Tagor di dalam forum disebutkan menyatakan: ‘Sorip Tagor percaya bahwa sejarah menunjukkan bahwa Belanda di Hindia tidak selalu damai. Indonesia seharusnya tidak mencari kerja sama dengan Belanda, tetapi mengharapkan kepemimpinan dari Indonesia sendiri’. Mungkin pernyataan Sorip Tagor yang viral di surat kabar ini juga dibaca oleh Soekarno yang masih duduk di kelas dua di sekolah menengah HBS di Soerabaja dan Mohamad Hatta masih kelas empat HBS sekolah PHS Batavia. Sorip Tagor lahir di Padang Sidempoean, satu kampung dengan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pendiri Inddische Vereeniging di Belanda tahun 1908. Sementara Han Tiouw Tjong menginginkan Peraturan Pemerintah diubah sedemikian rupa sehingga penduduk Hindia akan terbagi menjadi warga negara Belanda, orang asing yang berasimilasi dan orang Indonesia. Peraturan pemerintah saat itu mendefinisikan Orang Timur Asing (seperti Cina dan Arab) yang dalam hal ini dianggap sebagai orang asing (sebagai tamu), sedangkan Han Tiouw Tjong ingin definisinya Orang Timur Asing sebagai orang yang menetap (karena sudah turun temurun). Hal itulah mengapa semua orang Timur Asing di Hindia dibedakan status kewarganegaraanya.

Han Tiauw Tjong di Belanda menjadi ketua Chung Hwa Hui. Sementara itu baru-baru ini disebutkan Soewardi Soerjaningrat telah mendirikan Indonesisch Persburrau dimana akan merencakan untuk menerbitkan sejumlah monograf dimana pada edisi pertama Han Tiauw Tjong turut kontribusi (lihat Het vaderland, 08-11-1918). Penulis lain yang kontribusi adalah Baginda Dahlan Abdoellah, Han Tiauw Tjong, Goenawan Mangoenkoesoemo, RM Noto Soeroto, S Ratu Langie, G Soewarno, RM A Soorjo Poetro. S. Surya Ningrat, WK Tehupeiory, R. Turnbelaka dan Yap Hong Tjoea. Edisi perrama ini berjudul Het Indisch nationaal Streven.

Soewardi Soerjaningrat adalah salah satu pendiri komiter Boemi Poerta di Bandoeng tahun 1913 yang mengusung Indisch Partij. Namun kemudian para pendiri ini ditangkap dan diasingkan ke Belanda. Dr Tjipto Mangoenkoesoemo kembali ke tanah air tahun 1914 karena alasan penyembuhan sakit, sedangkan EF Douwes Dekker tetap di Eropa. Dalam perkembangannya Soewardi mengikuti studi keguruan dan kemudian mendapat akta guru LO. Soewardi sendiri aktif di Indisch Vereeniging yang kemudian aktif dalam organ Indisch Vereining majalah Hindia Poetra hingga kemudian munculnya Indonesisch Persburrau. Namun tidak lama kemudian pada bulan Agustus 1919 kembali ke tanah air (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-08-1919). Di tanah air Soewardi dengan akta guru LO merintis sekolah swasta dengan metode sendiri Sekolah Taman Siswa.‘ Soewardi Soerjaningrat kelak dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara.

Pada tahun 1921 Han Tiauw Tjong diketahui telah lulus ujian di Delft dan mendapat gelar insinyur. Hal ini diketahui pada bulan April 1921 Han Tiauw Tjong mengirim telegram ke Batavia saat mana diadakan pesta peringakatan kelahiran Chung Hwa Hui yang keempat belas pada tanggal 14 April (lihat De nieuwe courant, 19-04-1921). Disebutkan dalam acara peringatan Chung Hwa Hui dibacakan beberapa telegram antara lain telegram dari ketua Chineezen-Vereeniging Chung Hwa Hui di Belada, Ir. Han Tiauw Tjong.

Organisasi Chung Hwa Hui di Belanda didirikan pada tahun 1910. Pendirinya adalah  Be Tiat Tjong yang juga menjadi ketua yang pertama. Pendirian Chung Hwa Hui cabang Belanda ini, dua tahun setelah organisasi pribumi Indische Vereeniging yanmg didirikan pada bulan Oktober 1908 di Leiden. Pendiri Indische Vereeniging yang juga sekaligus ketua pertama adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan. Pada tahun 1921 ini para pengurus Dr Soetomo dkk telah mengubah nama Indische Vereeniging menjadi Indonesiasch Vereeniging. Sebelum Han Tiauw Tjong lulus dengan gelar insinyur teknik mesin, pada bulan Desember 1920 Sorip Tagor lulus ujian akhir (2de helft) di Rijksveeartsenijschool, Utrecht dengan mendapat gelar dokter hewan (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 30-01-1921). Masih pada tahun 1920, sebelumnya RM Soerachman Tjokrodisoerjo lulus ujian di Technische Hoogeschool te Delft gelar insinyur teknik kimia (De Maasbode, 18-06-1920). Ir Soerachman langsung pulang ke tanah air (lihat Het nieuws van den dag, 23-05-1921). Demikian juga dengan Dr Sorip Tagor. Ir Soerachman adalah insinyur pertama Indonesia dan Dr Sorip Tagor adalah dokter hewan pertama Indonesia. Kelak, Ir Soerachman adalah Menteri RI pada kabinet pertama dan juga Rektor Universiteit van Indonesia; Sementara Sorip Tagor Harahap dikenal sebagai kakek dari artis Risty/Inez Tagor; sedangkan Todoeng Harahap Soetan Goenoeng Moelia Menteri Pendidikan RI (kabinet kedua). Ir Soerachman dan Mr Dr Soetan Goenoeng Moelia besanan, putri Soerachman menikah dengan putra Soetan Goenoeng Moelia.

Han Tiauw Tjong setelah mendapat gelar sarjana kemudian melanjutkan studi ke tingkat doktoral, Pada tahun 1922 Han Tiauw Tjong berhasil meraih gelar doktor di Universiteit te Delft (lihat De Maasbode, 14-09-1922). Disebutkan di Universiteit te Delft promosi menjadi doktor di bidang teknik Han Tiauw Tjong pada tanggal 13 di Technische Hoogeschool dengan met lof (pujian atau cumlaude).

Namun demikian, pada tanggal 4 Maret dalam pertemuan Chung Hwa Hui yang diadakan di Den Haag nama Han Tiouw Tjong sudah dicatat dengan gelar doktor (lihat  De Preanger-bode, 11-04-1922). Disebutkan dalam pidato pengunduran dirinya, ketua Chung Hwa Hui yang mengundurkan diri, Dr. Han Tiamd Tjong, menguraikan kebangkitan China…Setelah itu, ketua baru, Be Tiat Tjong, berterus terang. yaitu pidato penerimaannya, dimana ia membahas posisi orang Cina di Hindia.Kami orang Cina, mendukung orang Indonesia sesama orang Asia dan kami sebagai Orang Cina, bukan sebagai orang Indonesia, karena kami memang bukan. Dalam penutupan pertemuan kepada Han Tiouw Tjong diberi anggota kehormatan.

Sejauh yang diketahui, Han Tiauw Tjong dapat dikatakan orang pertama orang Cina asal Hindia yang meraih gelar doktor. Sebelumnya disebutkan Han Tiouw Tjong berhasil mempertahankan desertasi dengan judul  De industrialisatie van China (lihat Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad, 13-09-1922). Disebutkan Han Tiouw Tjong, insinyur mesin lahir di Probolinggo. Dengan topik itu diduga mengapa Han Tiouw Tjong mengambil tema kebangkita China dalam pidato pengunduran diri dalam pertemuan Chung Hwa Hui bulan Maret.

Orang Indonesia yang telah meraih gelar doktor di Belanda hingga 1922 sudah ada beberapa mahasiswa. Yang pertama meraih gelar doktor (Ph.D) adalah Husein Djajadiningrat pada tahun 1913 di Universiteit te Leiden dalam bidang Indologi/sastra dengan predikat pujian. Lalu kemudian disusul Dr. Sarwono (medis, 1919), Mr. Gondokoesoemo (hukum 1922) dan RM Koesoema Atmadja (hukum 1922). Pada tahun 1922 yang menjadi ketua Indische Vereeniging adalag Dr Soetomo yang mengikuti studi kedokteran di Universiteit Amsterdam. Dr Husein Djajadiningrat adalah ketua Indische Vereeniging yang kedua (setelah Soetan Casajangan 1908-1910).

Setelah kelulusan Han Tiauw Tjong bersama istri melakukan resepsi dengan mengundang sejumlah pihak di Restaurant Royal (lihat De Maasbode, 15-09-1922). Resepsi ini juga terkait dengan perpisahan karena keberangkatan mereka ke Cina dalam beberapa hari ke depan. Dalam resepsi ini turut hadir promotor Prof Dr JH Valckenier, Konsuler Tiongkok di Den Haag, Wang Kouang Kij; para anggota Kedutaan Cina, dan beberapa teman Cina dan Belanda dari Han Tiauw Tjong. Tentu saja sebelum keberangkatan ke Cina, Han Tiouw Tjong kembali dulu ke tanah air. Ini dapat dilihat keberangkatan Han dengan kapal ss Prinses Jualiana dari Amsterdam pada tanggal 16 September dengan tujuan akhir Batavia (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 15-09-1922). Dalam manifesr kapal tercatat nama Han Tiouw Tjong dengan istri beserta dua anak.

Setelah kepulangan Han Tiouw Tjong dari Belanda, desertasinya diterbitkan sebuah penerbit Hijman di Arnhem dengan judul yang sama desertasi (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 30-09-1922). Disebutkan harga buku f12. Sebelumnya juga pernah buku Soetan Casajangan (ketua Indische Vereeniging yang pertama) diterbitkan tahun 1913 berjudul Indische Toestanden Gezien Door Een Inlander' (negara bagian di Hindia Belanda dilihat oleh penduduk pribumi) yang diterbitkan di Baarn oleh Percetakan Hollandia-Drukkerij.

Tidak diketahui apakah Dr Han Tiouw Tjong telah ke Cina. Yang jelas pada bulan April diberitakan Dr Han Tiouw Tjong berangkat dengan kapal ss Koningin der Nederlanden ke Sabang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-04-1923). Dalam manifesr kapal tercatat nama Han Tiouw Tjong dengan istri beserta dua anak.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 Ir Dr Han Tiauw Tjong: Volksraad

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar