Kamis, 17 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (422): Pahlawan Indonesia-Soemarno Sosroatmojo Gubernur Jakarta; Slank di Potlot Dekat TMP Kalibata

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pagi ini terbit satu artikel di laman Yahoo.com berjudul: ‘Terungkap Silsilah Keluarga Bimbim Slank, Kakeknya Ternyata Tokoh Penting di Jakarta’. Kita para Slanker tentu agak kaget. O, iya? Dan di laman Wikipedia, memang ada nama Soemarno Sosroatmodjo. Okelah, tetapi mengapa baru sekarang diketahui. Bimbim, Bimbim. Iya, seharusnya sejarah keluarga tidak perlu digembar-gemborkan, biarlah itu urusan para ahli sejarah. Sebagai Slanker dan peminat sejarah, mari kita sebarluaskan apa pun yang menjadi pengetahuan.

Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Dr H Soemarno Sosroatmodjo (24 April 1911 – 9 Januari 1991) adalah tentara, dokter dan politisi. Dia adalah salah satu mantan Gubernur DKI Jakarta yang pernah menjabat dalam dua periode yaitu periode 1960–1964 dan periode 1965–1966. Selain berasal dari militer ia juga adalah seorang dokter. Pada masa kepemimpinannya, selain dibangun Monas, Patung Selamat Datang, dan Patung Pahlawan di Menteng, juga dibangun rumah minimum. Konsep rumah minimum ini adalah rumah dengan luas 90 meter persegi, dibangun di atas tanah 100 meter persegi, dengan proyek pertama di Jalan Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung Priok, dan Bandengan Selatan. Setelah selesai masa baktinya, Soemarno menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan jabatan Gubernur DKI Jakarta dilanjutkan oleh Henk Ngantung. Ia pernah menjadi direktur Rumah Sakit Hanggulan Sinta yang berlokasi di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah pada tahun 1939. Rumah Sakit tersebut kini dengan nama RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo. Soemarno tutup usia di kediamannya, Jalan Pasir Putih IV/5, Ancol, Jakarta Utara pada tanggal 9 Januari 1991 pada usia 79 tahun. Almarhum meninggalkan seorang istri, tujuh anak, 22 cucu, dan 3 cicit. Dia dimakamkan di TPU Karet, Jakarta Pusat. Salah satu menantu sekaligus cucunya adalah Bunda Iffet dan Bimo Setiawan Almachzumi (Bim Bim).

Lantas bagaimana sejarah Soemarno Sosroatmodjo? Seperti disebut di atas, Soemarno Sosroatmodjo adalah mertua dari Bunda Iffet dan kakek Bimo Setiawan Almachzumi (Bim Bim). Surprise, bukan? Lalu bagaimana sejarah Soemarno Sosroatmodjo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan Soemarno Sosroatmodjo: Gubernur Jakarta

Setelah lulus sekolah menengah pertama (MULO), Soemarno melanjutkan studi ke sekolah kedokteran NIAS di Soerabaya. Pada tahun 1930 Soemarno lulus ujian transisi di NIAS dari kelas satu naik ke kelas dua (lihat De Indische courant, 28-05-1930). Satu kelas dengan Soemarno antara lain Abdoel Soekoer, P Dalimunthe, Djafar Siregar, Han Gwan Ing, JP Mangindaan, Mohamad Nawir, Ph Napitoepoeloe dan R Soetopo. Di atas mereka satu tahun Willer Hoetagaloeng, Nona JA Gerungan, Ida Bagoes Rai, Soediro dan HA Rotinsulu. Di atasnya lagi satu tahun Amir Hoesin Siagian, Nona Siti Kamsiah. Di atasnya lagi yang naik ke kelas lima antara lain Han Soen Ie, AG Kandow, Koempoelan Pane, R Sarbini. Yang naik kelas enam antara lain Kwik Tji Tiok dan R Sabirin. Pada kelas tertinggu naik ke kela tujuh antara lain R Ismangoen dan Lammerts van Bueren.

Sekolah kedokteran di Soerabaja NIAS (Nederlandsche Indie Artsen School) dibukan tahun 1913 (sebagai sekolah kedokteran kedua setelah STOVIA). Siswa yang diterima di NIAS adalah lulusan sekolah menengah pertama MULO. Lama studi adalah tujuh tahun untuk tingkat teori dan dua tahun untuk tingkat medik. Sementara itu siswa yang diterima di STOVIA adalah lulusan sekolah dasar berbahasa Belanda ELS atau HIS. Lama studi tingkat persiapan tiga tahun dan enam tahun untuk tingkat medik. Gelar yang diberikan di STOVIA adalah Inlandsch Arts (kemudian Indisch Arts); sedangkan gelar yang diberikan di NIAS adalah Indisch Arts. Sejak 1927 dibuka fakultas kedokteran GHS (GeneeskundeHoogeschool). Siswa yang diterima lulusan sekolah menengah atas HBS atau AMS. Lama studi sekitar tujuh tahun dengan gelar Arts (setara Eropa). Catatan: Mohamad Nawir [Harahap?] kelak dikenal sebagai kapten tim sepakbola Indonesia ke Puala Dunia di Prancis tahun 1938; Siti Kamsiah kelak dikenal sebagai mertua dari Bob Tutupoli; Amir Hoesin Siagian menjadi menantu Wali Kota pertama Soerabaja, Radjamin Nasoetion (sejak era Jepang hingga RI pada masa perang kemerdekan); Letnan Kolonel Dr Willer Hoetagaloeng sebagai dokter pribadi Jenderal Soedirman selama bergerilya era perang kemerdekaan.

Pada tahun 1933 Soemarno dkk lulus ujian naik dari kelas empat ke kelas lima (lihat  De Indische courant, 22-05-1933). Di bawah mereka satu tahun (dari kelas tiga ke kelas empat) antara lain Djamaan Biran, RVF Kaunang dan Lie Seng Tong, Di bawahnya lagi satu tahun (dari dua ke kelas tiga) antara lain Hadrianus Sinaga, P Hoetagaleong, Sorikandar Nainggolan, Ibnoe Soetowo dan Soekidjan dan Liem Djoe Siong.

Tahun 1934 Soemarno lulus ujian transisi dari kelas lima ke kelas enam (lihat De Indische courant, 09-06-1934). Pada tahun 1935 Soemarno naik dari kelas enam ke kelas tujuh (teori). Yang lulus ujian dari kelas tujuh teori ke kelas tujuh praktek adalah Willer Hoetagaloeng dan JA Gerungan. Catatan: Hadrianus Sinaga kemudian menjadi Menteri Kesehatan RI dan Letnan Kolonel Ibnoe Soetowo kepala djawatan perminyakan RI semasa perang kemerdekaan (kini Pertamina).  

Soemarno pada tahun 1936 lulus ujian dari kelas tujuh teori ke kelas tujuh praktek (lihat  Soerabaijasch handelsblad, 16-06-1936). Teman-temannya sejak kelas satu, Djafar Siregar dan Ph Napitoepoeloe baru naik dari kelas enam ke kelas tujuh teori (boleh jadi tertinggal satu tahun karena tinggal kelas atau menunda satu tahun). Sejauh ini Soemarno. Willer Hoetagaloeng dan JA Gerungan masih lancar dalam studi. Pada tahun 1937 Soemarno lulus ujian dokter (praktek) pertama (lihat  De Indische courant, 28-01-1937).

Yang bersaman lulus ujian dengan Soemarno adalah Tio Liep An. Catatan: Willer Hoetagaloeng sudah lulus tahun 1937. Tio Liep An sebelumnya sekelas dengan Willer Hoetagaloeng. Soemarno tinggal satu langkah lagi untuk meraih gelar dokter (Indisch Arts). Seperti Willer Hoetagaloeng dan JA Gerungan, Soemarno juga tetap lancar studi.   

Kapan Soemarno lulus ujian akhir dan mendapat gelar dokter tidak terinformasikan. Yang jelas pada awal tahun 1938 sudah diketahui lulus menjadi dokter (lihat  De locomotief, 05-05-1938). Disebutkan ditugaskan sementara dengan posisi dokter pemerintah Indisch Arts Soemarno Sosroatmodjo di Dienst der Volksgezondheid-DVG (Departemen Kesehatan Masyarakat) ditugaskan kepada Dokter Pemerintah yang membidangi pengendalian malaria di Nederlansche Indie Artsen Schoool (NIAS) yang sekarang tengah bertugas di Malang,

Dari keterangan tersebut, setelah Soemarno Sosroatmodjo lulus di sekolah kedokteran NIAS ditempatkan pertama di Malang. Lalu kemudian Dr Soemarno Sosroatmodjo ditugaskan di NIAS untuk ikut membantu penanganan program penyakit malaria.

Dalam perkembangannya Dr Soemarno Sosroatmodjo dari Soerabaja ditugaskan sebagai dokter pemerintah di Koeala-Kapoeas (Zuider en Ooster Afdeeeling van Borneo). Pada bulan Mei 1939 keluar keputusan bahwa Dr Soemarno Sosroatmodjo sebagai dokter pemerintah DVG dimana sekarang bekerja di Koeala Kapoeas (lihat De locomotief, 31-05-1939). Dr Soemarno Sosroatmodjo cukup lama di Koeala Kapoeas hingga direncanakan kepindahannya ke Kandangan (lihat Soerabaijasch handelsblad, 16-06-1941).

Disebutkan terhitung sejak hari ia menerima posisinya, dimana ia akan dipekerjakan oleh dewan masyarakat di Kandangan, Bandjar, dokter Gouvernements Indisch di Dienst der Volksgezondheid (DVG) Soemarno Sosroatmodjo, yang saat ini ditempatkan di Koeala Kapoeas dengan perintah untuk mengikuti tujuannya setelah kedatangan penggantinya di Koeala Kapoeas.

Kota Koeala Kapoeas dan kota Kandangan adalah kota-kota yang cukup jauh dari Kota Bandjarmasin. Untuk menuju dua tempat ini dilalui dengan pelayaran sungai. Dua kota ini adalah tempat bersejarah. Kota Koeala Kapoeas berada di muara sungai Kapoeas yang bermuara ke sungai Barito. Daroi Koeala Kapoeas dirintis pemerintah hingga ke pedalaman.  Demikian juga dengan Kandangan di sungai Nagara yang bermuara ke sungai Barito. Nagara (tidak jauh dari Kandangan) adalah kota kuno sejak era Majapahit.

Setelah reorgansisasi pemerintahan di Zuider en Oster Afdeeeling van Borneo di wilayah selatan yang sebelumnya terdirri sembilan afdeeling direduksi menjadi enam afdeeling, yakni: Bandjarmasin, Oeloe Soengai, Doesoenlanden, Koeala Kapoeas, Zuid Oostkust van Borneo dan Samarinda. Afdeeling Oeloe Soengai beribukota di Kandangan, tempat dimana Asisten Residen. Sejak penetapan Kandangan sebagai ibu kota baru, mulai diilakukan berbagai pembangunan dilaksanakan seperti pengadilan (landraad), pengembangan kesehatan masyarakat, pengembangan pendidikan penduduk tiba gilirannya untuk pengembangan pertanian dan peternakan. Sehubungan dengan bidang pengembangan yang terakhir, pada tahun 1924 seorang dokter hewan ditempatkan di Afdeeling Oeloe Soengai di Kandangan sebagai kepala dinas peternakan dan kesehatan ternak Dr Tarip Siregar. Dr Tarip Siregar adalah lulusan sekolah kedokteran hewan (Veeartsenschool) di Buitenzorg (kini Bogor) pada tahun 1914 (lihat De Preanger-bode. 08-08-1914). Setelah berpindah-pindah Dr Tarip dari Afdeeling Padang Sidempoean (Tapanoeli) Dr Tarip diperbantukan ke Kandangan sebagai kepala dinas yang pertama (dinas peternakan dan kesehatan ternak yang baru). Atas prestasi Dr Tarip selama ini, termasuk mendesain program kerja dinas di Kandangan dan penanganan wabah di Medan Dr Tarip mendapat apresisasi dari pemerintah. Dr Tarip diberikan beasiswa untuk melanjutkan studi ke Belanda (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-07-1927). Disebutkan Dr Tarip untuk mengikuti pendidik di Rijks Universiteit te Utrecht paling tidak sudah harus berangkat pada bulan September 1927. Dr Tarip Siregar adalah ipar dari Sanoesi Pane dan Armijn Pane dan Lafran Pane yang dalam hal ini kakek dari Prof Dr Sangkot Marzoeki (direktur Lembaga Eijkman, Jakarta). Dr Tarip Siregar adalah peneliti (golongan pribumi) terbaik pada era Hindia Belanda.

Sejak dari Koeala Kapoeas ke Kandangan, Dr Soemarno Sosroatmodjo tidak terinformasikan. Hal ini boleh jadi karena sudah muncul ketegangan diantara orang-orang Belanda, karena serangan Jepang sudah mencapai Tarempa (Natoena), Pontianak dan Tarakan serta Tondano. Kabar dahsyatnya serangan Jepang ini di Tarempa dilaporkan istri Dr Amir Hoesinh Siagian yang tengah bertugas di Tarempa. Surat itu dikirim ke Soerabaja yang ditujukan kepada ayahnya (Radjamin Nasution) yang kemudian dimuat pada surat kabar  Soeara Oemoem yang terbit di Surabaya yang lalu dikutip oleh koran berbahasa Belanda De Indische Courant tanggal 08-01-1942. Berikut isi surat tersebut.

Tandjong Pinang, 22-12-194l.

Dear all. Sama seperti Anda telah mendengar di radio, Tarempa dibom. Kami masih hidup dan untuk ini kita harus berterima kasih kepada Tuhan. Anda tidak menyadari apa yang telah kami alami. Ini mengerikan, enam hari kami tinggal di dalam lubang. Kami tidak lagi tinggal di Tarempa tapi di gunung. Dan apa yang harus kami makan kadang-kadang hanya ubi. Tewas dan terluka tidak terhitung. Rumah kami dibom dua kali dan rusak parah. Apa yang bisa kami amankan, telah kami bawa ke gunung. Ini hanya beberapa pakaian. Apa yang telah kami menabung berjuang dalam waktu empat tahun, dalam waktu setengah jam hilang. Tapi aku tidak berduka, ketika kami menyadari masih hidup.

Hari Kamis, tempat kami dievakuasi….cepat-cepat aku mengepak koper dengan beberapa pakaian. Kami tidak diperbolehkan untuk mengambil banyak. Perjalanan menyusuri harus dilakukan dengan cepat. Kami hanya diberi waktu lima menit, takut Jepang datang kembali. Mereka datang setiap hari. Pukul 4 sore kami berlari ke pit controller, karena pesawat Jepang bisa kembali setiap saat. Aku tidak melihat, tapi terus berlari. Saya hanya bisa melihat bahwa tidak ada yang tersisa di Tarempa.

Kami mendengar dentuman. Jika pesawat datang, kami merangkak. Semuanya harus dilakukan dengan cepat. Kami meninggalkan tempat kejadian dengan menggunakan sampan. Butuh waktu satu jam. Aku sama sekali tidak mabuk laut….. Di Tanjong Pinang akibatnya saya menjadi sangat gugup, apalagi saya punya anak kecil. Dia tidak cukup susu dari saya...Saya mendapat telegram Kamis 14 Desember supaya menuju Tapanoeli...Saya memiliki Kakek dan bibi di sana…Sejauh ini, saya berharap kita bisa bertemu….Selamat bertemu. Ini mengerikan di sini. Semoga saya bisa melihat Anda lagi segera.

Penyerangan oleh Jepang dimulai dengan pengeboman di Filipina dan Malaya/Singapura. Pemboman oleh Jepang di Tarempa merupakan bagian dari pengeboman yang dilakukan di wilayah Singapura. Tarempa berada di kepulauan Natuna, Riau yang beribukota Tandjoeng Pinang, pulau Bintan (dekat dari Singapura).

Pada era pendudukan militer Jepang sulit menemukan data. Dimana Dr Soemarno Sosroatmodjo berada tidak terinformasikan. Apakah masih di Kandangan atau sudah kembali ke Jawa? Seperti disebut di atas Dr Amir Hoesin Siagian adalah kakak kelas Dr Soemarno Sosroatmodjo di NIAS (di atas Willer Hoetagaloeng dan JA Gerungan). Pada masa pendudukan Jepang, Radjamin Nasoetion menjadi Wali Kota Soerabaja.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Dr Soemarno Sosroatmodjo: Grup Slank di Potlot Dekat TMP Kalibata

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar