Minggu, 01 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (563): Pahlawan Indonesia dan Guru Kahar Masjhoer Studi di Belanda 1912;Guru Soetan Casajangan 1911

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa guru Kahar Masjhoer? Tampaknya tidak ada yang pernah menulisnya. Kahar Masjhoer adalah lulusan sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock. Pada tahun 1910 Kahar Masjhoer melanjutkan studi ke Belanda dan lulus tahun 1912. Meski bukan guru lulusan Fort de Kock studi ke Belanda, tetapi Kahar Masjhoer adalah yang pertama lulus dengan akta guru. Sebelum Kahar Masjhoer lulus akta guru, Soetan Casajangan tahun 1911 lulus ujian akta guru kepala.

Sekolah guru (kweekschool) Fort de Kock pada tahun 1878 di gedung baru (yang kini menjadi SMU 2 Bukittinggi). Pada tahun 1879 sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean dibuka (sebagai pengganti sekolah guru di Tanobato, yang telah didirikan sejak tahun 1862). Saat pembukaan sekolah guru Padang Sidempoean yang menjadi direktur adalah Harmsen yang dipindahkan dari sekolah guru Fort de Kock. Hal ini terjadi karena Willem Iskander, pendiri sekolah guru Tanobato yang berangkat kembali ke Belanda untuk studi akta guru kepala dikabarkan meninggal di Belanda tahun 1876. Pada tahun 1881 seorang guru baru yang belum lama diangkat di sekolah guru Probolinggo, Charles Adrian van Ophuijsen dipindahkan ke sekolah guru Padang Sidempoean. Selama delapan tahun di Padang Sidempoean, lima tahun terakhir sebagai direktur. Charles Adrian van Ophuijsen, direktur sekolah guru Padang Sidempoean diangkat sebagai Inspektur Pendidikan Pribumi di Pantai Barat Sumatra di Padang. Saat menjadi Inspektur Pendidikan, Charles Adrian van Ophuijsen diangkat menjadi guru besar di Universitas Leiden dalam bidang pengajaran bahasa Melayu.

Lantas bagaimana sejarah Kahar Masjhoer? Seperti disebut di atas, Kahar Masjhoer adalah lulusan sekolah guru Fort de Kock yang berhasil meraih akta guru di Belanda. Apakah Kahar Masjhoer terhubung dengan Charles Adrian van Ophuijsen dan Soetan Casajangan? Lalu bagaimana sejarah Kahar Masjhoer? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan Guru Kahar Masjhoer Studi di Belanda 1912;  Guru Soetan Casajangan 1911

Setelah menyelesaikan sekolah dasar, Kahar Masjhoer melanjutkan studi ke sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock. Lama studi di sekolah guru adalah tiga tahun, Tidak terinformasikan kapan diterima di sekolah guru Fort de Kock. Pada tahun 1910 Kahar Masjhoer, sebagai guru muda melanjutkan studi keguruan ke Belanda.

De locomotief, 01-07-1910: ‘Ke Belanda, Pada tanggal 25 Juni, dua orang Melayu lulusan sekolah guru, Roestam dan Kahar Mashhoer, berangkat dari Padang, yang baru saja lulus sekolah guru di Fort de Koek. Mereka diharapkan akan mendapatkan akata guru hoofdacte di Belanda dan kemudian diproyeksikan sebagai guru di sekolah Eropa di Kota Gadang. Studi mereka dibiayai oleh 'studiefond' dari asosiasi Malayu di Kota Gadang. Mereka melakukan perjalanan di bawah bimbingan Asisten Residen Westenenk, yang telah diberikan cuti enam bulan ke Eropa’.

Di Belanda sudah ada beberapa guru asal Hindia, yakni Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, Djamaloedin dan Amaroellah. Soetan Casajangan dan Djamaloedin berangkat ke Belanda tahun 1903 dalam rangka membantu Dr AA Fokker dalam menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu Bintang Hindia di Amsterdam. Mereka berdua dibawa oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda, pemimpin surat kabar berbahasa Melayu di Padang Pertja Barat yang akan bekerjasama dengan AA Fokker.

Soetan Casajangan adalah guru dan lulusan sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean (adik kelas Dja Endar Moeda). Djamaloedin adalah lulusan Kweekschool Fort de Kork yang membantu Dja Endar Moeda (sebagai asisten editor) dalam majalah berbahasa Melayu di Padang, Insulinde. Namun dalam perkembangannya Soetan Casajangan melanjutkan studi keguruan di Belanda dan disusul Djamaloeddin melanjutkan di sekolah pertanian Landbouwschool di Wageningen. Sedangkan Amaroellah juga adalah lulusan Kweekschool Fort de Kock yang menjadi guru di Idie (Atjeh) yang direkrut pemimpin Bintang Hindia di Amsterdam untuk membantu sebagai korektor. Amaroellah tiba di Belanda tahun 1907. Dari tiga guru terawal di Belanda ini hanya Soetan Casajangan yang tetap di bidang (studi) keguruan. Pada tahun 1908 Soetan Casajanngan menginisiasi pembentuk organisasi orang pribumi yang studi di Belanda yang diberi nama Indische Vereeniging yang sekaligus menjadi ketuanya yang dibantu sekretaris Raden Soemitro. Pada tahun 1909 Soetan Casajangan lulus ujian guru LO.

Saat kedatangan Kahar Masjhoer (dan Roestam) di Belanda, Soetan Casajangan, ketua Indische Vereeniging telah kuliah (melanjutkan studi) untuk mendapatkan akta guru kepala (MO). Tentu saja di Belanda, Kahar Masjhoer dan Roestam dengan sendirinya dibimbing oleh Soetan Casajangan.

Pada tahun 1911 Soetan Casajangan lulus ujian guru dan mendapat akta guru kepala (MO) di Leiden. Setelah lulus MO, Soetan Casajangan mengikuti kursus pendidikan bahasa Melayu dan etnologi di Universitas Leiden. Dalam hal ini, Soetan Casajangan adalah pribumi pertama di Belanda yang meraih akta guru MO (sarjana pendidikan, setara lulusan IKIP masa ini). Pribumi pertama yang berhasil meraih akta guru :LO di Belanda adalah JH Wattimena pada tahun 1884. Sedangkan pribumi pertama yang meraih akta guru di Belanda adalah Sati Nasoetion alias Willem Iskander tahun 1860. Pada tahun 1862 Willem Iskander, dengan akta guru bantu mendirikan sekolah guru ketiga di Tanobato (afdeeling Angkola Mandailing, Residentie Tapanoeli). Sekolah guru yang sudah ada adalah di Soeracarta dibuka 1851 dan di Fort de Kock dibuka tahun 1856. Suksesi Kweekschool Tanobato adalah Kweekschool Padang Sidempoean yang dibukan tahun 1879 (dan kemudian ditutup tahun 1892).

Pada awalnya Kahar Masjhoer dan Roestam lancar dalam studi. Akan tetapi menjelang ujian Roestam mengalami sakit sehingga tidak berhasil untuk mengikuti ujian akta guru LO. Sementara Kahar Masjhoer berhasil lulus ujian akta LO pada tahun 1912 (lihat  Provinciale Overijsselsche en Zwolsche courant, 21-05-1912). Disebutkan, di Zwolle 21 Mei dilakukan ujian delapan kandidat dimana empat lulus diantaranya Kahar Masjhoer. Mereka berdua Kahar Masjhoer dan Roestam kembali ke tanah air pada bulan Juli (1912).

Sumatra-bode, 25-05-1912: ‘Pendidikan pribumi di Belanda. Pada bulan Juni 1910, dua pemuda pribumi yang berbakat, Kahar Mashhoer dan Roestam, dari Kota Gedang dekat Fort de Koek, berangkat bersama Westenenk dari sini ke Nedeiland. Sebuah pesan telegraf sekarang telah diterima bahwa yang pertama telah lulus ujian untuk pendidikan dasar (LO). Sayangnya, Roestam jatuh sakit parah, sehingga tidak bisa mengikuti ujian. Keduanya kembali pada bulan Juli. kembali kesini. Kedua anak muda itu mendapat sambutan hangat di Belanda di (kota) Deventer yang dititipkan pada keluarga Schuilling, semoga warga Kota-Gedang berterima kasih kepada pasangan bangsawan ini atas banyak dan perhatian baik yang diberikan kepada mereka berdua disana’.

Sementara itu, Soetan Casajangan sudah lulus guru di Belanda tidak segera kembali ke tanah air. Soetan Casajangan mengajar di Amsterdam di sekolah perdagangan. Sejak 1911 Soetan Casajangan tidak lagi sebagai ketua Indische Vereeniging, digantikan oleh RM Noto Soeroto, yang membuat Soetan Casajangan lebih bebas, Meski demikian, Soetan Casajangan yang dibantu oleh Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon berinisiatif mendirikan studiefond di Belanda untuk membantu pribumi yang studi maupun yang akan datang ke Belanda karena kesulitan keuangan.

Provinciale Geldersche en Nijmeegsche courant, 09-10-1912: ‘Guru pribumi dengan akta Belanda, Kahar, Mashhoér, yang berangkat ke Belanda pada bulan Juni 1910 atas nama dana studi studiefond "Kota Gedang", telah memperoleh akta Belanda LO. dan baru saja kembali ke Hindia Belanda De Batakker Rajioen Soetan Casajangan, termasuk guru lulus di Belanda, ia datang ke Belanda selama sekitar delapan tahun lalu, ia memperoleh akta guru utama MO, pada tahun 1911 sementara ia juga telah memperoleh sertifikat bahasa Melayu dan etnologi di Leiden, dan dalam beberapa tahun terakhir ia bekerja sebagai guru untuk bahasa Melayu di sekolah-sekolah perdagangan di Rotterdam dan Haarlem’.

Setelah kembali di tanah air, Kahar Masjhoer tidak menjadi guru di sekolah guru Fort de Kock tetapi, seperti misi awal, menjadi pengajar di sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS) di Fort de Kock. Soetan Casajangan kemudian harus kembali ke tanah air karena Menteri Koloni telah mengangkatnya untuk menjadi direktur Kweekschool Fort de Kock. Soetan Casajangan pada bulan Juli 1913 berangkat ke tanah air.

Penempatan Soetan Casajangan di sekolah guru di Fort de Kock akan memungkinkan Soetan Casajangan akan bertemu kembali dengan Kahar Masjhoer. Sementara itu Soetan Casjangan akan kembali bertemu dengan kawan lama Djamaloeddin yang setelah menyelesaikan studi pertanian di Wageningen telah lebih dahulu kembali ke tanah air dan membuka usaha pertanian dan usaha perdagangan di Pantai Barat Sumatra.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Guru Kahar Masjhoer Studi di Belanda 1912: Lulusan Sekolah Guru Fort de Kock Pertama Lulus di Belanda

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar