Jumat, 03 Juni 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (630): Mengapa Orang Cina Harus Warga Negara Hindia Belanda? Orang Tionghoa Jadi Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Setelah VOC dibubarkan 1799 dan Hindi Timur (eks VOC) diakuisisi pemerintah (kerajaan) Belanda lalu di wilayah tersebut dibentuk Pemerintah Hindia Belanda (pemerintah Belanda di Hindia). Oleh karena itu pemeriintah (kerajaan) Belanda atas pengesahan dewan (Tweede Kamer) mulai diatur tata kelola warga Hindia Belanda. Satu yang jelas, jauh sebelumnya di Hindia Timur (Hindia Belanda) telah terdapat orang Eropa/Belanda, orang Timur Asing yang berdampingan dengan penduduk asli (pribumi).

Sejak diketoknya UU Regerings Reglement pada 1854, masyarakat di Hindia Belanda menjadi terbagi antara golongan Eropa dan Jepang, Timur Jauh, dan bumiputra. Penggolongan ini pada dasarnya bertujuan untuk menata penduduk lebih baik, tetapi justru menjadi sistem diskriminasi antar etnis di bawah Pax Neerlandica. Kalangan Timur Jauh, menurut UU tersebut bukanlah etnis asli Nusantara seperti Arab dan Tionghoa. Kedatangan mereka sebenarnya sudah ada sejak periode sebelum penjajahan Eropa untuk berdagang, mencari kehidupan baru, diplomasi politik, dan syiar agama. Di masa kolonialisme, orang Arab mayoritas berasal dari Hadhramaut (kini Yaman) dan Hejaz, sedangkan mayoritas Tionghoa dari Fujian. Di mata pemerintah lewat UU itu, mereka berperan untuk membantu perekonomian, dan mengontrol golongan yang berstrata lebih rendah, bumiputra. Golongan Timur Jauh ini kemudian disekat-sekat oleh pemerintah kolonial agar tak mengacau sistem pemerintahan yang sudah ada. Jika tidak ada sekat, pemerintah Belanda khawatir akan adanya koalisi antar etnis yang menentang mereka. Tak heran bila kemudian muncul tempat khusus, seperti Kampung Arab dan Pecinan. Baca Juga: Pax Nederlandica: Kuasa Politik Apartheid Zaman Hindia Belanda “Untuk keluar dari kawasannya sendiri, mereka harus punya surat jalan resmi,” terang sejarawan Didi Kwartanada dalam Kelas Sejarah dan Budaya Tionghoa, webinar dari Merdeka Belajar. (https://nationalgeographic).

Lantas bagaimana sejarah mengapa orang Cina harus warga negara Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, soal pengaturan warga di Hindia Belanda kerap mengacu pada Regerings Reglement pada 1854. Apa hanya itu saja yang menjadi landasan hukum? Lalu bagaimana sejarah mengapa orang Cina harus warga negara Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Mengapa Orang Cina Harus Warga Negara Hindia Belanda? Orang Tionghoa Menjadi Indonesia

Tidak seperti di wilayah yang dikuasai (wilayah yurisdiksi) Inggris, di wilayah yurisdiksi (kerajaan) Belanda (Hindia Belanda) orang asing, terutama orang Cina pada akhirnya diarahkan harus menjadi warga negara Hindia Belanda. Mengapa? Hal itulah mengapa kemudian orang-orang Cina yang telah dikenal sebagai orang Tionghoa lebih adaptif menjadi Orang Indonesia. Pertanyaan inti dalam hal ini bagaimana orang Cina juga disebut agen pemersatu bahasa Indonesia?

Tidak pernah diketahui sejak kapan terbentuk bahasa Melayu. Dari berbagai prasasti yang ditemukan di berbagai tempat di Indonesia, ada yang mengindikasikan (mirip) bahasa Melayu. Prasasti itu ada di Jawa, Sumatra. Oleh karena itu bahasa Melayu sudah eksis sejak lama. Dalam konteks inilah bahasa Melayu menjadi salah satu bahasa perdagangan di pantai timur Tiongkok tempo doeloe dan menjadi bahasa yang digunakan orang-orang Tiongkok dalam navigasi pelayaran perdagangan ke Hindia Timur (baca: kepulauan Indonesia).

Sebelum kita membicarakan orang Cina juga bagian dari pemersatu bahasa Indonesia, ketika awal kehadiran orang Eropa/Portugis di Hindia Timur, mereka telah mengenal bahasa Melayu. Para penulis-penulis Portugis pada era itu kerap ditemukan kutipan dalam bahasa Melayu di dalam laporan dan buku-buku mereka.

Sebelum pelaut-pelaut Portugis mencapai Hindia Timur, tepatnya di kota Malaka pada tahun 1509, mereka belajar bahasa Melayu dari orang-orang Moor beragama Islam. Orang Moor dalam hal ini adalah orang yang pernah dan sebagian masih tinggal di wilayah selatan Eropa terutama di Spanyol. Orang Moor adalah orang Afrika utara (laurt Mediterania) yang telah bergama Islam dan berabad-abad telah membangunan peradaban tinggi di Spanyol seperti di Cordoba. Perang Salib (tahun 1000 M) telah menhancurkan perabaan Islam di Eropa/Spanyol yang dalam hal orang-orang Moor. Sejak itu orang Moor menyebar ke berbagai tempat termasuk yang telah mencapai Hindia Timur. Selain orang-orang Timur Tengah (Arab dan Persia), oranfg Moor juga telah menyebarkan agama Islam di Hindia Timur. Pelaut-pelaut Portugis sangat mengandalkan navigator orang-orang Moor dalam pelayaran mereka ke Hindia Timur.

Mungkin banyak yang tidak menyadari, bahwa kosa kata bahasa Melayu juga ada yang terserap ke dalam bahasa Portugis. Selama ini pandangan yang ada adalah kosaa kata Portugis terserap ke dalam bahasa Melayu. Salah satu contoh kosa kata bahasa Melayu yang menjadi terserap ke dalam bahasa Portugis adalah kosa kata perniagaan.

Sejak penaklukan dan pendudukan kota Malaka 1511, pedagang-pedagang Portugis segera menemukan dan memperluas pos perdagangan di Jawa, Maluku dan pantai timur Tiongkok. Pada tahun 1516 pelaut-pelaut Portugis berselisih dekat pelabuhan Canton. Pada tahun 1519 orang Portugis di Canton terusir. Sejak itu, pedagang-pedagangan Portugis membuka hubungan dagang dengan Brunai pada tahun 1524. Namun seperti kita lihat, nanti terhubung kembali pedagang-pedagang Portugis dengan pantai timur Tiongkok dengan membuka dan membangun pos perdagangan di Makao.

Hubungan yang intens antara pedagang-pedagang Portugis dengan pedagang-pedagang Tiongkok di pantai timur Tiongkok menjadi tonggak, semakin intensnya bahasa Melayu digunakan di kota-kota pelabuhan di pantai timur Tiongkok. Lalu ketika pedagang-pedagang Tiongkok semakiu intens melakukan navigasi pelayaran perdagangan di Hindia Timur, pedagang-pedagang Tiongkok pada dasarnya tidak buta tentang bahasa Melayu sebagai lingua franca. Orang-orang Tiongkok yang berdagang ke Hindia Timur, semakin banyak orang-orang Tiongkok yang menetap di perbagai kota pelabuhan di Hindia Timur sebagai baian hub perdagangan internasional orang-orang Tiongkok.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pengaturan Khusus Orang Cina: Orang Tionghoa Menjadi Orang Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar