Kamis, 09 Juni 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (641): Federasi Kerajaan di Sumatra dari Masa ke Masa; Persekutuan Kerajaan hingga Negara Serikat

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Semua wilayah di muka bumi, yang kemudian memiliki penduduk telah terbagi habis dalam wilayah-wilayah kerajaan yang awalnya lalu menjadi negara-negara. Dalam hal ini semua kerajaan menjadi suatu negara atau bagian dari suatu negara (yang kini tergabung dalam wadah PBB). Bagaimana tempo doeloe? Umumnya yang ada adalah mornarki dan oligarki. Apakah kerajaan-kerajaan ada yang membentuk federasi? Dalam hal ini secara khusus bagaimana dengan di wilayah Nusantara?

Federasi atau negara berserikat, dari bahasa Belanda, federatie dan berasal dari bahasa Latin; foeduratio yang artinya "perjanjian". Federasi pertama dari arti ini adalah "perjanjian" daripada Kerajaan Romawi dengan suku bangsa Jerman yang lalu menetap di provinsi Belgia, kira-kira pada abad ke 4 Masehi. Kala itu, mereka berjanji untuk tidak memerangi sesama, tetapi untuk bekerja sama saja. Di Malaysia, bentuk pemerintahan ini dikenal dengan istilah Persekutuan. Pada saat ini, sebuah federasi dikatakan sebagai sebuah bentuk pemerintahan yang beberapa negara bagian bekerja sama dan membentuk kesatuan yang disebut negara federal. Masing-masing negara bagian memiliki beberapa otonomi khusus dan pemerintahan pusat mengatur beberapa urusan yang dianggap nasional. Dalam sebuah federasi setiap negara bagian biasanya memiliki otonomi yang tinggi dan bisa mengatur pemerintahan dengan cukup bebas. Ini berbeda dengan sebuah negara kesatuan, yang biasanya hanya ada provinsi saja. Kelebihan sebuah negara kesatuan, ialah adanya keseragaman antar semua provinsi. Federasi mungkin multi-etnik, atau melingkup wilayah yang luas dari sebuah wilayah, meskipun keduanya bukan suatu keharusan. Federasi biasanya ditemukan dalam sebuah persetujuan awal antara beberapa negara bagian "berdaulat". (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bentuk federasi kerajaan di Sumatra tempo doeloe? Seperti disebut di atas, pada masa kini ada kerajaan-kerajaan yang membentuk federasi dan juga ada negara-negara yang membentuk federasi. Lalu bagaimana sejarah bentuk federasi kerajaan di Sumatra tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bentuk Federasi Kerajaan di Sumatra Tempo Doeloe: Monarki dan Oligarki

Pada artikel sebelumnya, pada masa lampau ada indikasi ada perbedaan bentuk (sistem) pemerintahan di Jawa dan Sumatra. Dalam teks prasasti Sojomerto, bentuk pemerintahan bersifat monarki (absolut) dimana raja (Kerajaan Mataram Kuno) yang berkuasa adalah Dapunta Seilendra. Sedangkan di Sumatra Kerajaan Sriwijaya bersifat federatif, paling tidak ada dua nama raja disebut dalam menjalankan pemerintahan yakni Dapunta Hyang Naik (prasasti Kedoekan Boekit 682 M) dan Dapuntra Hyang Srijayanaga (prasasti Talang Tuwo 684 M). Wilayah yurisdiksi (kerajaan) Sriwijaya saat itu begitu luas (pantai timut Sumatra bagian utara di Binanga dan pantai timur Sumatra bagian selatan di Palembang).

Bentuk pemerintahan di Jawa, pasca Dinasti (wangsa) Seilendra di pedalaman Jawa bagian tengah (Mataram Kuno) telah berhasil membangun candi besar (candi Boronudur). Bentuk pemerintahan yang kurang lebih sama juga muncul pada kerajaan-kerajaan (suksesi) nerikut seperti kerajaan-kerajaan di Jawa bagian timir seperti Kerajaan Kediri, Kerajaan Singhasari (salah satu raja terkenalnya Kertanegara) dan Kerajaan Madjapahit (salah satu rajanya yang terkenal Hayam Wuruk). .  

Bentuk pemerintahan (kerajaan) Sriwijaya masih bersifat federatif hingga riga abad kemudian. Hal ini terindikasika dalam teks prasasti Tanjore (1030 M). Dalam prasasti ini wilayah (kerajaan) Sriwijaya diantaranya masih meliputi pantai timur Sumatra bagian utara (Binanga dan sekitar) dan pantai timur Sumatra bagian selatan (Palembang atau Djambi) dan pantai barat Semenanjung Malaya (Kadaram dan sekitar). Dalam prasasti ini disebutkan Kerajaan Chola (India selatan) menaklukkan Kerajaan Sriwijaya (Sumatra).

Pada era Kerajaan Singhasari di Jawa, di Sumatra federasi kerajaan (Sriwijaya) tampaknya telah pecah yang mana Sriwijaya di Sumatra bagian selatan berdiri sendiri (sementara Sriwijaya Sumatra bagian utara dan Semenanjung Malaya bagian barat masih bersatu). Pada saat Kertanegara berkuasa, Kerajaan Singhasari menyerang Sumatra bagian selatan (Palembang) dan membentuk pusat kerajaan di Djambi (Darmasraja). Kerajaan Sriwijaya Palembang tamat dan kerajaan Darmasraja eksis. Dalam hubungan ini Kerajaan Singhasari menjalin kerjasama yang erat dengan kerajaan di Sumatra bagian utara. Menurut Schnitger (1936) ada satu candi di Singhasari mirip dengan candi-candi di Padang Lawas (Sumatra bagian utara). Tidak hanya dari bentuk candi, Schnitger juga menyimpulkan Kertanegara juga telah mendukung (agama) Budha Batak (Bhirawa) dimana pada saat itu di Jawa pengaruh Hindoe begitu kuat (Kediri). Boleh jadi karena perbedaan agama ini yang menyebabkan Singhasari runtuh (Kertanegara tewas) dengan timbulnya (kerajaan) Madjapahit yang Hindoe.

Pasca penaklukan/pendudukan Chola (hampir satu abad) kerajaan-kerajaan di Sumatra bangkit kembali. Saat kembangkitan inilah federasi kerajaan di pantai timur Sumatra dan pantai barat Semenanjung, kerajaan-kerajaan (federasi) di Sumatra bagian selatan dihukum Singhasari yang telah bekerjasama dengan kerajaan-kerajaan federasi di Sumatra bagian utara (Padang Lawas). Pada fase ini kerajaan di daerah aliran sungai Musi mati suri, sementara muncul kekuatan baru di daerah aliran sungai Batanghari dan kerajaan di daerah aliran sungai Baroemoen (Padang Lawas) tetap eksis.

Runtuhnya Kerajaan Singhasari di Jawa yang digantikan Kerajaan Madjapahit, maka tidak hanya Singhasari yang ditaklukkan, juga Madjapahit berambisi mengambil alih eks Singhasari di Palembang dan menghukum Batanghari dan Barioemoen yang dipimpin oleh patihnya yang terkenal Gajah Mada pada era raja Hayam Wuruk. Ekspedisi Madjapahit ke Sumatra diduga yang menjebabkan pusat kerajaan di daerah Batanghari bergeser ke pedalaman (terbentuk Pagaroejoeng) dan kerajaan di daerah aliran sungai Baroemoen bergeser ke utara (Simalungun atau Gayo). Madjapahit berkuasa penuh di Semenanjung dengan kedudukan di pulau Tumasek (kini pulau Singapoera)..

Pada era Singhasati dan Madjapahit kerajaan-kerajaan di Sumatra bagian utara masih mengindikasikan pemerintahan yang bersifat federatif (sementara di daerah aliran sungai Batanghari) sudah bersifat mornarki (absolut) seperti di Jawa dengan rajanya yang terkenal Adityawarman. Kerajaan yang terbnetuk di Semenanjung juga sudah berbentuk monarki. Tampaknya bentuk federatif yang bertahan hanya di Sumatra bagian utara.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bentuk Federasi Modern: Persekutuan Kerajaan hingga Negara Serikat

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar