Rabu, 22 Juni 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (668): Pejuang Bahasa di Malaysia, Pejuang Kemerdekaan di Indonesia; Lain Lubuk Berbeda Belalang

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pejuang bahasa Melayu kini tengah mendapat tempat untuk berjuang di Malaysia. Ini sehubungan dengan reaksi cepat para pejuang bahasa di Malaysia ketika Perdana Menteri Malaysia mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN di Malaysia. Sementara di Indonesia tidak lagi heroik dalam memperjuangkan Bahasa Indonesia, sebab sudah berjalan dengan baik dan benar yang akan menunggu Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa di PBB. Para pejuang Indonesia yang heroik itu sudah lama menunaikan tugasnya sejak era kolonial Hindia Belanda ketika memperjuangkan Bahasa Indonesia dan juga memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Komite Pengembangan Bahasa Melayu ASEAN bakal dibentuk di Malaysia. Kuala Lumpur (ANTARA): Kementerian Pendidikan Tinggi Malaysia telah mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk Komite Pengembangan Bahasa Melayu Lembaga Pendidikan Tinggi (IPT) ASEAN sejalan dengan aspirasi Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob agar bahasa Melayu bermartabat di tingkat internasional. “Komite ini antara lain berperan merencanakan pemetaan program kerja sama dalam berbagai kegiatan seperti penelitian, pengembangan bahasa Melayu di Perguruan Tinggi di negara-negara ASEAN serta program penerjemahan dan adaptasi karya ilmiah,” ujar Menteri Pendidikan Tinggi Malaysia, Dr Noraini Ahmad di Kuala Lumpur, Senin. Kementerian Pendidikan Tinggi juga mengidentifikasi 19 universitas di Brunei Darussalam, Indonesia, Singapura, Thailand, dan Filipina yang berpotensi mengadakan program kerja sama dengan universitas lokal. Berkaitan dengan hal tersebut, ujar dia, Kementerian Pendidikan Tinggi telah menunjuk Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) melalui Institute of Malay Nature and Civilization (ATMA) sebagai sekretariat untuk menginisiasi kerja sama strategis untuk mengembangkan aspek-aspek penting peradaban Melayu ke tingkat internasional. “Dengan total sekitar 300 juta penutur bahasa Melayu di negara induk bahasa Melayu dan di negara-negara ASEAN lainnya yang memiliki komunitas berbahasa Melayu, program pengembangan bahasa Melayu di Perguruan Tinggi di negara-negara ASEAN tersebut dapat meningkatkan status dan peran bahasa Melayu lingua franca tetapi juga sebagai bahasa pengetahuan dan bahasa nilai ekonomi di wilayah tersebut,” katanya.

Lantas bagaimana sejarah pejuang bahasa di Malaysia? Seperti disebut di atas, di Indonesia yang terkenal adalah Pejuang Kemerdekaan Indonesia. Para pejuang bahasa Bahasa Indonesia sudah lama berlalu pada era kolonial Hindia Belanda. Lain lubuk lain pula belalangnya setiap era. Lalu bagaimana sejarah pejuang bahasa di Malaysia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pejuang Bahasa di Malaysia, Pejuang Kemerdekaan di Indonesia: Lain Lubuk Lain Belalang

Pada tahun 1938 diadakan Kongres Bahasa Indonesia di Solo. Ketua panitia adalah Dr Poerbatjarakan, seorang ahli yang mendapat gelar doktor dalam bidang bahasa dan budaya di Leiden, Belanda 1922. Sementara yang menjadi pengarah, salah satu diantaranya Sanoesi Pane, yang pernah studi sastra dan kebudayaan ke India pada tahun 1928. Para panelis yang tampil dalam kongres empat hari itu antara lain Amir Sjarifoeddin Harahap, Mohamad Jamin dan Mohamad Thabrani.

Presentasi materi diadakan pada hari kedua. Yang pertama menyampaikan materi adalah Sanoesi Pane dengan makalah berjudul ‘Sejarah Bahasa Indonesia’; Yang menyampaikan makalah lainnya antara lain Mohamad Jamin dengan makalah berjudul ‘Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Kesatuan dan Bahasa Budaya Indonesia’; Amir Sjarifoeddin Harahap makalah berjudul ‘Bahasa Indonesia versus Bahasa Asing’; Mohamad Thabrani dengan makalah berjudul ‘Sosialisasi Bahasa Indonesia Secara Cepat’ dan Soetan Takdir Alisjahbana dengan makalah berjudul ‘Pembaruan Bahasa dan desain’ serta Sanoesi Pane (makalah kedua) berjudul ‘Lembaga Bahasa Indonesia’. Pemakalah lainnya adalah Ki Hadjar Dewantara, Ketua Pengurus Perdi (Persatoean Djoernalis Indonesia); Soekardjo Wirjopranoto dan Soetan Pamoentjak. Yang juga turut dalam kongres sebagai pembahasa antara lain Adinegoro (redaktur surat kabar Pewarta Deli di Medan) dan Panangian Harahap (redaktur surat kabar Tjaja Timoer di Batavia).  

Pemakalah dalam Kongres Bahasa Indonesia di Solo tersebut adalah para pejuang-pejuang revolusioner di jamannya. Amir Sjarifoeddin Harahap adalah bendahara Panitia Kongres Pemoeda tahun 1928; Mohamad Jamin adalah sekretaris Panitia Kongres Pemoeda tahun 1928 dan Mohamad Thabrani adalah ketua Panitia Kongres Pemoeda tahun 1926. Mohamad Jamin dan Amir Sjarifoeddin Harahap yang sama-sama kuliah di fakultas hukum (rechthoogeschool) kala itu, selain pelopor dalam gerakan kepemudaan juga sebagai pengurus partai politik (Partai Nasional Indonesia-PNI) serta Sanoesi Pane, seorang guru lulusan sekolah keguruan (Kweekschool) Batavia yang turut aktif dalam Kongres Pemuda 1926 dan 1928. .

Mohamad Thabrani saat menjadi ketua Panitia Kongres Bahasa Indonesia 1926 adalah seorang jurnalis yang menjadi redaktur surat kabar berbahasa Melayu Hindia Baroe. Ki Hadjar Dewantara pada tahun 1913 menjadi panitia rapat umum di Bandoeng yang kemudian selepas rapat umum bersama Dr Tjipto Mangoekoesoemo dan Dr Douwes Dekker diasingkan ke Belanda. Pada tahun 1938 ini Ki Hadja Dewantara adalah salah tokoh pendidikan sebagai pendiri Sekolah Taman Siswa. Soetan Pamoentjak pernah menjadi ketua Perhimpoenan Mahasiswa Indonesia di Belanda. Sedangkan Soekardjo Wirjopranoto adalah seorang yang pernah menjadi pegawai pemerintah lokal yang hingga 1938 masih menjabat sebagai anggota dewan pusat (Volksraad). Panangian Harahap adalah salah satu dari tujuh revolusioner yang berangkat ke Jepang tahun 1933 yang dipimpin Parada Harahap (pemimpin surat kabar Bintang Timoer di Batavia). Mohamad Hatta yang belum lama lulus studi di Belanda turut dalam rombongan tujuh revolusioner ke Jepang.

Amir Sjarifoeddin Harahap, Sanoesi Pane dan Mohamad Jamin cukup dekat dengan Ir Soekarno (yang tahun 1938 pengasingannya dipindahkan dari Flores ke Bengkoeloe). Setelah PNI dibubarkan 1930 dibentuk Partai Indonesia (Partindo) yang mana Ir Soekarno sebagai pembina, sementara Amir Sjarifoeddin Harahap sebagai ketua Partindo cabang Batavia; sedangkan Mohamad Jamin sebagai ketua Partindo cabang Soerabaja. Meski Sanoesi Pane non-partai, tetapi memiliki pergaulan yang luas diantara partai-partai yang ada. Pada saat Ir Soekarno dipenjara di penjara Soekamiskin Bandoeng tahun 1933, hanya Sanoesi Pane yang diizinkan Ir Soekarno untuk membezuknya. Sanoesi Pane adalah penasehat kebudayaan Ir Soekarno.

Pada tahun 1938, Ir Soakrno dipindahkan pengasingan dari Ender, Flores ke Bengkoeloe. Sedangkan Mohamad Hatta berada di pengasingan di Bandanaira, yang mana sebelumnya diasingkan di Boven Digoel, Papoea. Pada tahun 1938 dua junior mereka masing-masing mendirikan partai baru (setelah Partindo dibubarkan). Amir Sjarifoeddin Harahap sebagai ketua partai Gerakan Indonesia (Geindo) dan Mohama Jamin ketua partai Persatoean Indonesia. Sanoesi Pane tetap non partai tetap menjadi guru dan penulis (sastrawan). Semua partai politik Indonesia memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Singkat kata, pada era pendudukan Jepang semua tahanan politik di era Pemerintah Hindia belanda dibebaskan. Namun pada era pendudukan Jepang, Amir Sjarifoeddin Harahap salah satu anti Jepang dijebloskan ke penjara terketa Jepang di Malang. Saat mana Kerajaan Jepang menyerah kepada Sekutu yang dipimpin Amerika Serikat, segera kemerdekaaan Indonesia diproklamasikan yang dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi Mohamad Hatta. Lalu keesokan harinya Ir Soekarno diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia dan Mohamad Hatta sebagai wakil presiden. Untuk posisi Menteri Penerangan di kabinet dijabat oleh Amir Sjarifoeddin Harahap (yang dijemput ke penjara Malang). Amir Sjarifoeddin Harahap juga merangkap sebagai Menteri Pertahanan (Keamanan Ralyat). Sedangkan untuk posisi Menteri Pendidikan adalah Ki Hadjar Dewantara.

Pada awal pemerintahan Republik Indonesia (RI) ini tidak lama kemudian pasukan Inggris diizinkan pemerintah RI untuk mengevakuasi militer Jepang keluar dari Indonesia. Namun menjadi masalah ketika Belanda/NICA berada di belakang Inggris yang akan mengambilalih Indonesia. Perang tidak terhindarkan. Para pejuang bangun dari tidur kembali dan kemudian melakukan perlawanan kepada Belanda juga kepada Inggris yang masih membeckup Belanda. Dalam situasi perang ini pemerintah RI pindah dari Djakarta ke Djogjakarta bulan Januri 1946. Sementara itu di Singapoera, Penang dan Semenanjung Malaya pasukan Inggris disambiu gembira oleh pemimpin dan penduduk. Perang terus berlangsung mengusir semua penjajah (Inggris dan Belanda) di seluruh Indonesia, sementara di Semenanjung Malaya aman-aman saja karena para pemimpin Melayu (Sultan) bekerjasama berangkulan dengan penjajah Inggris. Penduduk Semenanjung Malaya bersenang-senang dan para sultanya bersukaria. Itulah yang terjadi di Semenanjung Malaya.

Namun akhirnya perjuangan para pejuang Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia tercapai, dimana pada tanggal 27 Desember 1949 Kerajaan Belanda mengakuan kedaulatan (bangsa) Indonesia. Namun bentuk pemerintah yang ada dalam bentuk sarikat (RIS) dimana pengaruh Belanda masih ada. Akan tetapi dalam setahun gerakan mengentaskan penjajah dan Presiden RI Ir Soekarno membubarkan RIS dan kembali ke bentuk negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1950. Habis sudah pengaruh Belanda di Indonesia. Para pemimpin Indonesia mulai dengan nyaman menata pembangunan dan pengembangan di seluruh asepek kehidupan bangsa Indonesia. Satu yang penting dalam hal ini diadakannya Kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 yang diadakan di Medan.  

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pejuang Kemerdekaan di Indonesia: Bahasa Indonesia Mempersatukan Bangsa Indonesia

Pada tahun 1954 Inggris akan memberikan kemerdekaan kepada Semenanjung Malaya. Hal itu setelah tekanan internasional (PBB) untuk mengentaskan penjajahan di muka bumi. Panitia Kongres Bahasa Indonesia di Medan 1954 Madong Loebis tidak lupa mengirim juga undangan kepada para pegiat bahasa di Semenanjung (termasuk Penang dan Singapoera). Che’ Zaba seorang terkemuka bahasa Melayu di Singapoera, sebelum undang diterima menyatakan tidak bisa hadir karena alasan tertentu yang tidak bisa ditingglkan. Sementara para penulis dan sastrawan muda Melayu di Semenajung langsung menyatakan kesediaan hadir dalam Kongres Bahasa Indonesia di Medan. Mereka akan hadir tidak secara aktif hanya sebatas peninjau (karena mereka tidak memiliki otoritas jika ada keputusan yang harus dijalankan dari keputusan kongres, sementara otoritas pemerintahan masih di tangan orang-orang Inggris). Tentulah para pemuda Melayu yang hadir telah dibekali oleh Che’ Zaba (yang saat itu belum lama menjadi dosen di Universitas Malaya di Singapoera).

Golongan muda Melayu dari Semenanjung Malaya ini cukup antusias datang, meski sebagai peninjau, tetapi sikap positif itu harus dianggap sebagai bagian dari perjuangan muda untuk mencapai kemrdekaan melalui bidang bahasa. Mereka yang masih muda ini dapat dikatakan layaknya para pemuda di Indonesia pada tahun 1928 ketika menginisiasi dan melaksanakan Kongres Pemuda yang menghasilkan tiga keputusan pebnting, yakni satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa: Indonesia. Dalam Kongres Bahasa Indonesia di Medan akan turut dihadiri oleh Mohamad Jamin yang telah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagaimana disebut di atas, Mohamad Jamin adalah sekretaris pantitia Kongres Pemuda 1928 dan salah satu pembicara dalam Kongres Bahasa Indonesia di Solo tahun 1938,

Golongan muda Melayu dari Semenanjung Malaya yang turut hadir dalam Kongres Bahasa Indonesdia di Medan 1954 haruslah kini dipandang sebagai pejuang bahasa Melayu terawal di (negara) Malaysia. Sedangkan tokoh senior bahasa Melayu saat itu (mungkin hanya satu-satunya) Che’ Zaba harus pula kini dianggap sebagai pejuang bahasa di Malaysia.

Dalam Simposium bahasa Melayu yang diselenggarakan di Malaysia baru-baru ini, suatu simposium yang diselenggarakan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Malaysia mereaksi usulan PM Malaysia untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa di tingkat ASEAN, Para pejuang bahasa Melayu di Malaysia hadir. Dari semua pembicara tak satu pun menyebut nama Che’ Zaba dan juga tidak menyinggung peran pemuda Melayu yang turut hadir dalam Kongres Bahasa Indonesia di Medan 1954. Semua pembicara, dan juga para moderator bersemangat dalam bersimposium dengan ego masing-masing. Nama Che’ Zaba tak diingatpun pula. Padahal Che’ Zaba adalah pejuang bahasa pertama Malaysia.

Pada tahun 1954 dapat dikatakan awal kesadaran bahasa Melayu di Semenanjung Malaya (kini Malaysia). Sebagai awal, tentu saja harus dapat dikatakan para pejuangnya belum matang, boleh jadi hanya satu-satunya Che’ Zaba. Namun yang sering dilupakan saat ini, pada masa itu tahun 1954 menjelang kemerdekaan Federasi Malaya, posisi bahasa Melayu yang akan dengan sendirinya menjadi bahasa resmi, tampaknya tidak siap, tidak cukup orangnya dan juga tidak cukup dalam soal linguistiknya (bandingkan di Indonesia jauh sebelum merdeka tahun 1945, dalam Kongres Bahasa Indonesia tahun 1938, Bahasa Indonesia sudah sangat siap menjadi bahasa resmi). Hal itulah mengapa Che’ Zaba datang ke Indonesia untuk mencari guru-guru Bahasa Indonesia untuk ditempatkan di sekolah-sekolah di Federasi Malaya.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar