Senin, 01 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (748): Pulau Hainan, Pulau Formosa dan Geomorfologi; Nama Kuno China Berasal Bahasa Batak?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini Hainan adalah salah satu provinsi negara China. Negara Taiwan di pulau Formasa diklaim negara China sebagai wilayahnya. Boleh jadi itu dipicu karena sejarah awal dimana pendatang Tiongkok dari daratan bermigrasi ke kedua pulau tersebut. Namun dalam sejarahnya, dua pulau itu justru awalnya dihuni oleh penduduk asli dan penduduk pendatang dari selatan (nusantara). Bagaimana bisa?


Hainan adalah sebuah provinsi yang terkecil dan terselatan dari Republik Rakyat Tiongkok. Disingkat sebagai Qiong. Beribu kota di Haikou. Pada tahun 2002, luasnya adalah 33.920 km². Penduduknya berjumlah 8.030.000 jiwa (kepadatan: 237/km²). Secara kebudayaan, Hainan berbeda dengan Republik Rakyat Tiongkok dari segi budaya dan bahasa. Ada kelompok etnis Melayu juga yang mendiami pulau Hainan dengan populasinya yang banyak juga. (Wikipedia). Formosa adalah pulau yang kini menjadi negara Taiwan. Pulau Formosa di utara pulau Luzon Filipina yang disebut Namanya berasal dari bahasa Portugis (cantik). Di wilayah Formosa pernah berada Belanda (VOC) tetapi diserang armada Tiongkok di bawah pimpinan Cheng Cheng Kung pada bulan Mei 1661 yang kemudian Belanda (VOC) menyerah pada bulan Februari tahun 1662. Belanda membuat koloni di Formosa pada tahun 1642, tidak lama setelah Portugis diusir VOC dari Kamboja. (Sumber lain di internet)

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi pulau Hainan dan pulau Formosa? Seperti disebut di atas, dua pulau ini berada di pantai timur Tiongkok. Bagaimana sejarah awal dua pulau ini hingga kehadiran orang Eropa menarik diperhatikan secara geomorfologi. Lalu bagaimana sejarah geomorfologi pulau Hainan dan pulau Formosa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Geomorfologi Pulau Hainan dan Pulau Formosa; Bagaimana Sejarah Zaman Kuno Hainan dan Formosa?

Satu yang penting dari sejarah kuno, awal terbentuknya pulau Hainan masa ini adalah bahwa pulau Hainan zaman kuno sngat kecil dibandingkan dengan masa kini. Pulau Hainan kecil di perairan laut Cina ini terbilang sangat jauh dari pantai daratan Tiongkok. Sebab sebelumnya semenanjung Hainan belum ada. Semenanjung itu (kini Semenanjung Leizhou). terbentuk bersamaan dengan semakin meluasnya pulau Hainan ke arah barat (saling mendekati dengan semenanjung). Terbentuknya semenanjung dan meluasnya pulau Hainan karena proses sedimentasi jangka panjang.


Sungai-sungai yang membentuk Semenanjung Leizhou diduga antara lain dua sungai besar sungai Nanliu Jiang di sebelah barat daya dan sungai Jian Jiang di sebelah timur laut. Dua sungai ini berhulu jauh di pedalaman di pegunungan. Aktivitas manusia yang intens di pegunungan/pedalaman menyebabkan massa padat terbawa oleh arus sungai ke pantai/laut yang kemudian terjadi pengendapan dan proses sedimentasi jangka panjang. Semenanjung ini bermula dari terbentuk dua pulau yang semakin membesar menjadi menyatu dengan daratan. Dua pulau awal ini adalah pulau-pulau kecil yang satu jalur ke arah pulau yang lebih besar (pulau Hainan). Dengan kata lain semenanjung Leizhou di masa lampau tidak berlangsung sekaligus, tetapi awalnya terbentuk dua pulau atau lebih. Arah pembentukan pulau Hainan berada di selatan (lihat dua sungai besar di selatan pulau pada Peta 1718)

Pada masa ini pulau Hainan dihuni oleh berbagai populasi dari berbagai etnik dari pedalaman/daratan Tiongkok dan dari wilayah selatan (nusantara). Populasi yang datang dari selatan (terutama Indochina) memiliki bahasa yang berbeda dengan populasi yang datang dari daratan. Mereka yang dari selatan ini mirip bahasa Melayu. Ada yang menyebut mereka datang dari Champa populasi beragama Islam (kini Vietnam).


Bagaimana sejarah zaman kuno di (pulau) Hainan tampaknya kurang lebih sama dengan di pulau Formosa (kini negara Taiwan). Populasi di pulau Formosa selain datang dari daratan Tiongkok juga ada yang datang dari selatan dari pulau-pulau Filipina seperti pulau Luzon. Bahasa etnik yang berasal dari selatan ini mirip dengan bahasa Tagalog/Melayu. Secara geomorfologi pulau Formosa telah meluas ke arah barat mendekati daratan pantai timur Tiongkok. Tida ada perubahan radikal secara geomorfologis di pantai timur Tiongkok yang berseberangan dengan pulau Formosa jika dibandingkan dengan pembentukan wilayah semenanjung Leizhou dan pulau Hainan. Pulau Formosa juga memiliki gugus pulau ke timur laut di Jepang. Ini mengindikasikan bahwa pulau Formosa di zaman purba proses pembentukannya sama dengan pulau-pulau di Filipina dan pulau-pulau di Jepang. Lalu bagaimana dengan peroses pembentukan awal pulau Hainan? Tampanya terbentuk baru dari suatu pulau karang. Hal itu karena Kawasan di teluk Tonkin, hanya pulau Hainan saja yang ada. Besar dugaan terbentuknya pulau karang karena arah arus laut yang sesuai pembentukan pulau karang. Gambaran ini sesuai dengan proses pembentukan pulau-pulau di laut China (selatan) yang banyak pulau-pulau karang seperti di kepulauan Spratly.

Pulau Hainan dan pulau Formosa yang berada di perairan/laut, jauh terpisah dari daratan Tiongkok pada awalnya penduduk asli kedua pulau bukanlah berasal dari daratan Tiongkok tetapi justru datang dari selatan (laut China Selatan). Hal itu karena menurut sejarah zaman kuno orang Tiongkok bukanlah pelaut, tetapi yang menjadi pelaut adalah orang-orang dari pulau-pulau selatan (Nusantara). Daratan luas (Tiongkok) tidak memerlukan kemampuan maritim, tetapi sebaliknya populasi di pulau-pulau dari kepulauan yang mengembangkan teknologi maritim (teknologi perrahu/kapal dan pengetahuan astronomi/navigasi).


Indikasi adanya orang dari pulau-pulau di selatan (Nusantara) bermigrasi ke utara (pantai timur Tiongkok dan pulau Formosa) berasal dari catatan Tiongkok pada dinasti Han abad ke-2. Disebutkan utusan Raja Yehtiao telah dating menghadap Kaisar Tiongkok dalam hubungan membuka pos perdagangan. Sejumlah peneliti pada era Hindia Belanda menginterpretasi Yehtiao itu adalah raja dari Sumatra (bagian utara). Dari catatan geografi Eropa pada abad yang sama era Ptolomeus telah memetakan semenanjung Aurea Chersoneus (pulau Sumatra dan semenanjung Malaya) dan pulau Taprobana (pulau Kalimantan). Dua informasi penting dari catatan geografis Ptolomeus ini adalah bahwa kamper (benzoin) sentra produksinya di Sumatra bagian utara dan juga disebut Catigara adalah nama yang pernah dikunjungi seorang petualang Eropa sebagai tempat terjauh di timur. Pada era Hindia Belanda sejumlah peneliti mengidentifikasi Catigara itu adalah kota Kamboja atau kota Phnon Phen yang sekarang. Prasasti Vo Chan abad ke-5 mengindikasikan bahwa ada hubungan dengan kerajaan di pantai timur Sumatra. Kota Vo Chan ini diduga kota yang tidak jauh dimana kemudian terbentuk kota Champa. Catatan Tiongkok pada abad ke-7 disebut para pedagang Arab telah membenyuk koloni di Canton (masih masa kenabian). Dalam hal ini secara historis orang Tiongkok bukan pelaut, justru sebaliknya ketika perdagangan di pantai timur Tiongkok (yang dikembangkan oleh pelaut-pelaut dari selatan) semakin ramai, baru orang Tiongkok dari pedalaman migrasi ke pantai timur Tiongkok. Teori lain yang mengindikasikan bahwa orang Tiongkok baru menjadi pelaut setelah era I Tsing (abad ke-7) dimana I Tsing datang ke pantai timur Sumatra justru menggunakan kapal dagang orang asing. Pada masa ini, ada kerajaan kuat di Sumatra bagian utara yang memiliki pelabuhan besar bernama Minanga (lihat prasasti Kedoekan Boekit 682 M). Minanga ini menurut ahli pada era Hindia Belanda adalah Binanga di wilayah Padang Lawas di Tanah Batak (Tapanoeli).

Bukti lain bahwa Hainan dan pantai timur Indochina tumbuh dan berkembang karena migrasi dari selatan, didukung teori lainnya di daratan Indochina bahwa etnik Laos, Vietnam dan Siam baru muncul kemudian (abad ke-13) yang datang migrasi dari utara. Mereka ini antara lain mendesak orang Khmer dan juga menyusutkan wilayah orang-orang Champa dan Kamboja. Sebagaimana disebut di atas, di Kambodja sejak abad ke-2 sudah dikenal nama kota Catigara (kota yang namanyta merujuk pada nama India pada era Hindoe/Boedha). Catatan:Kota Canigara pada era itu masih berada di pantai (namun kini kota Kamboja seakan berada jauh di pedalaman).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Nama Awal China Berasal dari Bahasa Batak? Bagaimana Kehadiran Pendatang Sejak Zaman Kuno hingga Era Eropa?

Nama Cina (China) tidak dikenal di Tiongkok sejak zaman kuno. Nama China kali pertama diidentifikasi oleh pelaut-pelaut Portugis dalam peta-peta mereka yang kemudian ditulis dalam laporan-laporan mereka. Boleh jadi karena pelaut Eropa yang mencapai pantai timur Tiongkok adalah orang-orang Portugis (1516-1519). Pelaut-pelaut Portugis menulis nama China dalam peta mereka Kina. Orang-orang Inggris kemudian melafalkan Kina (Portugis) menjadi China.


Hampir semua orang, bahkan pada masa ini, bahasa Melayu/Bahasa Indonesia banyak menyerap bahasa dari bahasa asing termasuk bahasa-bahasa Eropa seperti Portugis, Belanda dan Inggris. Hanya sedikit orang yang mengetahui bahwa bahasa Melayu ‘niaga’ diserap ke dalam bahasa Portugis menjadi ‘veniaga’ (perdagangan). Jauh di zaman kuno, bahkan bahasa Batak diserap ke dalam kitab suci Al-Quran dan bahasa Latin. Benzoin dalam bahasa Batak adalah ‘hapur’. Kata ‘hapur’ ini diserap ke dalam bahasa Sanskerta menja ‘kapur’ yang di satu sisi menjadi bahasa Melayu. Kata ‘hapur’ ini juga diserap ke dalam bahasa Persia yang kemudian masuk kedalam bahasa Arab sebagai ‘kafura’ (sebagaijama dicatat dalam Al Quran). Orang-orang Eropa dari bahasa Arab  ‘kafura’ dilapfalkan menjadi ‘champer’ dan kemudian orang Portugis mengejanya menjadi ‘kamper’. Kata ‘gapur’ yang menjadi ‘kamper’ adalah produk kuno yang hanya ditemukan di Tanah Batak yang lebih dikenal ‘kapur barus’ (kapur yang diekspor dari pelabuhan Tanah Batak di Baroes).

Bagaimana orang (pelaut/pedagang) Portugis menyebut daratan luas di belakang pantai timur Tiongkok sebagai Cina atau Kina? Sebelum kehadiran Eropa/Portugis pantai timur Tiongkok adalah ruter navigasi pelayaran perdagangan Kerajaan Aru Batak Kingdom di pantai timur Sumatra (lihat Mendes Pinto, 1537). Tidak hanya ke Tiongkok juga ke Brunai, Luzon bahkan Sulawesi dan Maluku (semuanya di utara khtatulistiwa; sebab di selatan khatulistiwa adalah Madjapahit).


Mendes Pinto yang pernah mengunjungi Kerajaan Aru tahun 1537 menyatakan kekuatan militer Kerajaan Aru sebanyak 15.000 pasukan yang mana delapan ribu orang Batak dan sisanya didatangkan dari Minangkabau, Jambi, Indragiri, Brunai dan Luzon. Kerajaan Aru di daerah aliran Baroemoen (Padang Lawas) dengan ibu kota Binanga (Minanga dalam prasasti Kedoekan Boekir 682 M) diduga adalah suksesi Kerajaan Panai pada era Hindoe/Boenda. Di wilayajh Padang Lawas pada masa ini ditemukan puluhan candi-candi Hindoe/Boedha. Kerajaan Panai pernah ditaklukkan oleh Kerajaan Chola di India (lihat prasasti Tanjore 1030 M). Sebelum kehadiran Portugis, menurut Mendes Pinto Kerajaan Aru pernah menyerang Kerajaan Malaka (dan selalu Malaka takut kepada Aru). Portugis sendiri menaklukkan Malaka pada tahun 1511.

Palaut-pelaut Portugis dalam pemetaan sudah barang tentu mengumpulkan dari pedagang local dalam navigasi pelayaran perdagangan. Dalam pemetaan inilah orang Portugis mengidentifikasi nama Kina dari pelaut local dengan nama Kina. Dalam hal ini mengapa wilayah daratan luas itu disebut pelaut lokal Kina?


Kosa-kata elementer ‘ina’=ibu dan ‘ama’=ayah adalah sama untuk bahasa-bahasa etnik di kawasan Laut Cina adalah etnik Melanau di pantai utara Borneo, ttnik Tidoeng di pantai timur Borneo, etnik Tausuq di Kepulauan Sulu, etnik Batac di pulau Palawan, etnik Tagalog di Luzon dan etnik-etnik di pulau Formosa. Kosa kata elementer di Sumatra hanya ditemukan dalam bahasa Batak. Secara khusus di pulau Palawan ‘ina’ dilafalkaan sebagai ‘qina/kina’. Hal inilah mengapa gunung tertinggi di Borneo disebut Kinabalu dan sungai terpanjang sungai Kinabatangan. Dalam bahasa setempat ‘batang’ adalah sungai, tetapi kata ‘balu’ tidak ditemukan. Kata ‘balu’justru ditemukan di Tapanoeli sebagai ‘gunung’ (Kinabalu=gunung Kina=gunung Ibu). Jadi besar dugaan bahwa Kina untuk menyebut daratan luas di utara awalnya disebut oleh pelaut-pelaut local dari berbagai etnik di kawasan Laut Cina, yang boleh jadi daratan dari mana para istri mereka dating/didatangkan yang kemudian menjadi ibu dari anak-anak mereka (kampong asal ibu). Sebagaimana Kawasan ini merupakan wilayah navigasi pelayaran perdagangan Kerajaan Panai/Kerajaan Aru dari pantai timur Sumatra sejak zaman kuno (lihat prasasti Laguna. Luzon 900 M) dan prasasti Vo Chan Vietnam (abad ke-5).

Nama ‘ina’ atau ‘kina’ tidak hanya digunakan untuk mengidentifikasi daratan luas di utara Laut Cina yakni Kina, Cina dan China, tetapi juga untuk identifikasi pulau di teluk Tonkin yakni pulai Hainan (Ha-ina-n). Untuk pulau di utara Luzon orang Portugis menyebutnya pulau Formosa (bahasa Portugis menjadi ‘formosa’=cantik). Orang-orang Inggris dan Belanda yang belakangan dating menyebut Kina dengan China. Nama China inilah yang kemudian menjadi lebih popular dalam dunia ilmu pengatahuan. Dalam Bahasa Indonesia China atau Chinee dilafalkan menjadi Tjina atau Cina. Dalam hal ini besar dugaan bahasa nama China berasal dari bahasa Batak sebagaimana ‘champer’ atau kamper yang juga berasal dari bahasa Batak. Nama pulau Taiwan juga diduga berasal dari bahasa Batak.


Dalam sejarahnya pulau Formosa yang sebelumnya disebut pulau Taiwan (Ta-iwan), sebenarnya adalah Tainan (Ta-inan). Suatu kota palingawal di pulau Formosa di selatan pulau. Taipei di pantai utara adalah kota baru. Pada awalnya pulau ini adalah gugus pegununungan yang sungai-sungai bermuara ke pantai barat dan pantai timur. Sungai-sungai yang mengalir ke pantai barat membentuk daratan baru melalui proses sedimentasi jangka Panjang. Sementara di panati timur di sisi timur pulau Formosa terdapat tiga pulau kecil yang menempel ke pulau. Jika di sebelah barat proses sedimentasi semakin menjauh dari pulau utama (meluas) sementara di pantai timur proses sedimentasi berada di antara pulau utama dengan tiga pulau kecil pendamping. Tidak adanya proses sadimentasi di pnatai timur diduga karena pengaruh gelombang yang sangat besar (dan akumulasi massa padat menumpuk diantara pulau). Satu yang perlu dicatat di bagian daratan Tiongkok terdapat nama pulau kecil yang disebut pulau Kelang (suatu nama pulau di pantai barat Semenanjung Malaya).

Seperti halnya nama Hainan dan Kina (China), nama pulau Formosa yang awalnya bernama Taiwan diduga merujuk pada nama tempat di pulau Tainan. Sejak kehadiran Portugis di pulau para pedagang Portugis membangun benteng/kota di pantai utara dengan nama Formosa. Sejak itu nama pulau Tainan/Taiwan digantikan dengan nama Portugis menjadi Formosa. Di benteng/kota Formosa inilah kemudian berkembang kota besar yang kini disebut Kota Taipei. Dalam hal ini ada hubungan penambahan fonetik dari bahasa Tiongkok ke dalam nama Ha-inan dan Ta-inan serta Ta-ipe. Besar dugaan kosa kata ‘inan’ mengalami proses linguistic dari kosa kata elementer di Tanah Batak ‘ina’ atau ‘inang’=ibu.


Kosa kata elementer ‘ina’ atau ‘inang’ ini dari Tanah Batak menyebar ke berbagai tempat di dalam jalur navigasi pelayaran prdagangan kuno seperti yang ditemukan dalam bahasa etnik Melanau dan Tidoeng (Borneo Utara), Tausug (Sulu), Batac (Palawan), Tagalog (Luzon) dan bahasa etnik terawal di Taiwan. Kosa kata elementer ‘ina’ sangat unik yang hanya ditemukan dalam bahas-bahasa etnik tersebut, yang berbeda dengan bahasa Melayu maupun bahasa Tiongkok (Mandarin). Pada masa ini di Vietnam (di wilayah pegunungan) afda etnik minoritas yang memiliki kebudayaan yang mirip dengan orang Batak di Tapanuli, Sumatra bagian utara.

Pada era Portugis, sejatinya pelaut-pelaut Portugis mencapai pantai timur Tiongkok, pulai Hainan dan pulau Tainan/Taiwan justru dipandu oleh para pelaut-pelaut dari selatan. Ini bermula Ketika pelaut Portugis meanklukkan Malaka pada tahun 1511. Lima tahun kemudian pada tahun 1516 pelaut Portugis membuka pos perdagangan di suatu pulau di muara sungai Canton. Namun dalam perkembangannya pelaut Portugis berselisih dengan orang Tiongkok di Canton. Akhirnya orang Portugis terusir dari Kawasan. Pada tahun 1524 orang Portugis di Malaka membuka pos perdagangan baru di Brunai, yang kemudian pedagang Portugis menemukan jalan perdagangan ke Manilia di pulau Luzon.


Pada tahun 1537 seorang penulis Portugis Mendes Pinto mengunjungi Kerajaan Aru Batak Kingdom di pantai timur Sumatra. Dalam laporan Mendes Pinto disebutkan sebelum kehadiran Portugis di Malakan, Kerajaan Aru pernah menyerang kerajaan Malaka dan orang-orang di Malaka selalu takut kerpada kerajaan Aru. Mendes Pinto juga mencatat bahasa kekuatan Kerajaan Aru sebanyak 15.000 pasukan, dimana sebanyal 8 ribu berasal dari orang Batak, sisanya didatangkan dari Minangkabau, Jambi, Indragiri, Brunai dan Luzon. Ini mengindikasikan bahwa orang-orang dari pantai timur Sumatra (orang Batak) masih terhubung dengan laut China selatan sejak era Yehtiao abad ke-2 hingga era Portugis (suatu kurun waktu yang lama).

Dalam hal ini sejarah hubungan antara pantai timur Sumatra (Tanah Batak) dengan wilayah laut China di Brunai, Palawan (Batac), Luzon (Bataan dan Batanes), Champa/Vietnam, pantai timur Tiongkok, pulau Hainan dan pulau Tainan/Taiwan sudah berlangsung lama, bahkan sejak zaman kuno pada era Ptolomeus, Oleh karenanya nama Hainan (Ha-ina-n) dan nama Taiwan (Ta-ina-n) ada kemungkinan merujuk pada bahasa Batak, yakni ‘ina’=ibu.


Nama kampong pertama di pulau Hainan dan pulau Tainan (Formosa) sama-sama berada di selatan pulau. Kampong Hainan berada di selatan pulau Hainan pada sisi timur muara sungai (lihat Peta 1718). Kampong Tainan/Taiwan juga berada di selatan pulau Formosa di suatu muara sungai. Ini mengindikasikan bahwa peradaban awal di pulau Hainan dan pulau Formosa bermula di selatan pulau, Dengan kata lain peradaban awal di dua pulau berasal (dari) arah laut selatan. Pada masa ini kemajuan di kedua pulau berada di sebelah barat dan utara pulau (lebih dekat ke daratan Tiongkok). Dalam hal ini zaman peradaban awal di dua pulau Hainan dan Taiwan bermula di selatan. Ini dapay dikatakan tidak ada bukti peradaban awal di dua pulau berasal dari daratan Tiongkok atau dari utara (Jepang).

Penjelasan bahwa peradaban di pulau Hainan dan pulau Tainan/Taiwan bermula di selatan pulau memiliki banyak implikasi. Pertama, adanya pendapat bahwa orang Taiwan kuno dan bahasa kuno yang menjadi cikal bakal bahasa Melayu berasal (bermula) dari Taiwan tidak berdasar, justru sebaliknya datang dari selatan. Kedua, navigasi pelayaran perdagangan di selatan (Luat Cina Selatan) tidak diinisiasi oleh orang Tiongkok dari daratan tetapi justru orang dari pulau-pulau selatan (Nusantara) bahkan sejak zaman kuno.


Pada abad ke-2 menurut sumber Eropa (catatan geografi Ptolomeus) bahwa produk kamper (benzoin) sentra produksi di Sumatra bagian utara. Juga pada abad ke-2 sumber Tiongkok menyebutkan utusan Radja Yahtiao menghadap Kaiser Tiongkok di Peking untuk meminta izin membuka pos perdagangan. Ada yang berpendapat pos perdagangan itu berada di kota Hue (Vietnam) yang sekarang (jauh sebelum terbentuk Champa). Sumber Eropa pada abad ke-5 menyebut kamper diekspor dari Pelabuhan yang disebut Barouse (menurut para ahli adalah kota Barus di Tapanoeli yang sekarang). Pada abad ke-7 Radja Dapunta Hyang Nayik dengan pasukan berlayar dari Minanga (kota yang menurut para ahli masa kini adalah kota Binanga di daerah aliran sungai Barumun di Padang Lawas (Tepanoeli). Saat itu secara geomorfologis Minanga masih berada di pantai. Pada abad ke-10 pada prasasti Laguna. Pulau Luzon disebut Radja Binwangan (yang diduga merujuk pada raja mashur di Binanga). Sebelum kehadiran orang Eropa/Portugis ke nusantara, menurut Mendes Pinto kerajaan kuat di pantai timur Sumatra adalah Kerajaan Aru Batak Kingsom (di daerah aliran sungai Barumun). Menurut Pinto Kerajaan Aru pernah menyerang Kerajaan Malaka. Kekuatan Kerajaan Aru sebanyak 15.000 pasukan dimana delapan ribu orang Batak dan sisanyanya didatangkan dari Minangkabau, Jambi. Indragiri, Brunai dan Luzon. Sebelum kehadiranm Spanyol di Manila, raja yang ada berasal dari Sumatra yang beragama Islam.

Bagaimana orang-orang dari laut selatan mencapai utara di pantai Tiongkok (termasuk Hainan dan Taiwan) dari Sumatra (bagian utara di pantai timur) haruslah dilihat dari kurun sejarah sejak zaman kuno era Ptolomeus dan Dinasti Han, kemudian era Sriwijaya hingga era Kerajaan Aru dan Portugis melalui semenanjung ke pantai timur Indochina (Kamboja) hingga Hainan dan melalui pantai utara Borneo ke pulau-pulau di Filipina (terutama Luzon) hingga mencapai Taiwan. Dalam konteks inilah sebutan ‘ina’=ibu begitu penting.


Kata ‘ina’=ibu adalah kata elementer bahasa Batak Kuno yang diduga kuat telah menyebar dan menjadi bagian elementer dari berbagai bahasa di Nusantara. Dalam bahasa zaman kuno ‘ibu’ adalah nama yang diasosiasikan dengan ‘tanah’ atau ‘bumi’. Dalam kepercayaan sejak zaman kuno (era Hindoe) kata ‘pertiwi’ (prthvi) dihubungakan dengan ‘bumi’, ‘dunia’ atau ‘benua’. Oleh karenanya pada masa ini dikenal terminology ‘ibu pertiwi’ yang maksudnya adalah tanah air. Hal itulah mengapa nama ‘ina’ itu terdapat di pantai utara Borneo dengan nama gunung Kinabalu dan nama sungai Kinabatangan; di teluk Tonkin (pulau Hainan), di pantai timur Tiongkok (pulau Tainan); dan daratan luas: Kina=Cina=China. Semua menngindikasikan bumi dan tanah air ‘ina’ atau ‘ibu pertiwi’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar