Jumat, 30 September 2022

Sejarah Bangka Belitung (19): Lenggang di Belitung Timur - Basuki Tjahaja Purnama; Kampong Ahok Kini Menjadi Kampong Fifi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Apa pentingnya desa Lenggang, di pulau Belitung (kini masuk kecamatan Gantung, kabupaten Belitung Timur)? Tentu sulit dipahami dalam peta sejarah hingga muncul nama terkenal Basuki Tjahaja Purnama (pernah menjabat sebagai Guburnur DKI Jakarta). Karena itu didesa ini kemudian muncul kampong yang disebut Kampong Ahok, tetapi kini lebih popular dengan nama Kampong Fifi. Apakah ada narasi sejarah yang penting antara nama penting Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan wilayah di Belitung Timur, terutama di wilayah Gantung dimana terdapat kampong Lenggang?


Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.  Jumlah Kelurahan & Desa = 39. Jumlah Penduduk = 119.807. Jumlah Pulau bernama = 141. Dasar Hukum = Undang-Undang RI No. 5 Tahun 2003, Tgl. 25-02-2003. Terduru dari kecamatan: Simpang Pesak, Simpang Renggiang, Damar, Kelapa Kampit, Dendang dan Gantung. Untuk kecamatan Manggar: Lalang Jaya, Kurnia Jaya, Padang, Kelubi, Lalang, Baru, Buku Limau (Pulau Buku Limau), Mekar Jaya, Bentaian Jaya. Kecamatan Gantung: Gantung, Selingsing, Jangkar Asam, Lilangan, Lenggang; Kecamatan Kelapa Kampit: Mayang, Buding, Cendil, Senyubuk, Mentawak. Kecamatan Dendang: Balok, Nyuruk. Jangkang, Dendang. Kecamatan Gantung: Limbongan, Batu Penyu, Lenggang, Lilangan, Jangkar Asam, Selingsing. Gantung. Kecamatan Manggar: Bentaian Jaya, Mekar Jaya, Buku Limau (Pulau Buku Limau), Baru, Lalang, Kelubi, Padang, Kurnia Jaya dan Lalang Jaya.

Lantas bagaimana sejarah Desa Lenggang, Belitung Timur dan Basuki Tjahaja Purnama; Kampong Ahok menjadi Kampong Fifi? Seperti disebut di atas, desa Lenggang adalah kampong halaman mantan Gubernur DKI Jakarta. Lalu bagaimana sejarah Desa Lenggang, Belitung Timur dan Basuki Tjahaja Purnama, Kampong Ahok menjadi Kampong Fifi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Desa Lenggang, Belitung Timur dan Basuki Tjahaja Purnama; Kampong Ahok Menjadi Kampong Fifi

Pulau Belitung dengan nama awal Billiton sudah lama dikenal dan di pulau ini juga sudah sejak 1821 dibentuk cabang pemerintahan Hindia Belanda. Seorang pejabat setingkat asisten residen ditempatkan di Tandjoeng Pandang (residen Bangka en Onderh. Ditempatkan di Moentok). Sabagaimana halnya, (pulau) Bangka, pulau Billiton juga menjadi sentra produksi (tambang) timah. Kota Tandjoeng Pandang berada di suatu teluk kecil dimana sungai Tjeroetjoep bermuara.  Area wilayah (kota) Tanjoeng Pandan ini di sisi barat merupakan tanjong. Sedangkan pusat kota bermula di arah timur sisi utara sunga Tjeroetjoep (di dekat benteng).


Pada permulaan cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda di (pulau) Belitung yang menjadi satu afdeeling (Billiton) terdiri dari empat onderafdeeling: Tandjoeng Pandan (bagian barat), Manggar (timur), Dendang (selatan) dan Boeding (utara). Ibu kota Onderaf. Manggar di Manggar di sungai Manggar (tidak jauh dari pantai do timur dan muara sungai di timur laut). Salah satu kampong terdekat dari (kota) Manggar adalah kampong Gontoeng di arah barat daya (di pedalaman) di daerah aliran sungai Linggang. Ada jalan rintisan dari Manggar ke Gantoeng (Peta 1878). Dimana kampong Lenggang, kampongnya Ahok?

Pada masa ini kampong halaman Ahok disebut berada di desa Lenggang (kecamatan Gantung, kabupaten Belitung Timur). Nama (kampong) Lenggang diduga adalah nama kampong kuno. Sebab nama sungai yang melalui (kampong) Gantoeng adalah sungai Linggang, suatu sungai dimana juga kampong Linggang berada (yang mengambil nama sungai, atau sebaliknya). Nama Linggang tempo doeloe, diduga kini menjadi nama desa Lenggang.


Nama Linggang sendiri diduga alah nama kuno, yang berasal dari era Hindoe/Boedha. Nama Linggang diduga merujuk pada nama Lingga, nama-nama yang ditemukan di berbagai tempat di wilayah Nusantara, seperti pulau Lingga (Riau), Luboek Linggau (Sumatra Selatan), Langga Pajoeng (Padang Lawas) dan Lingga Bajoe (Mandailing) serta Lingga (Simaloengoen) di Sumatra Utara. Nama Gantoeng dan nama Manggar juga diduga nama-nama kuno. Nama Gantoeng dalam hal ini bukan dalam pengertian masa kini (gantung), tetapi nama kuno seperti nama Gintung (Lawang Gintung di Bogor dan Pasir Gintung di Tangerang) serta nama pulau Gontong (Riau) atau (Bukit) Sigontang di Palembang. Demikian juga nama Manggar seperti halnya nama kuno Manggarai (sungai Manggar) dan nama Manggar (di Palembang).

Nama Gantoeng (baca: Gintoeng/Gantang/Gontong) dan nama Lenggang (baca: Lingga/Langga) diduga kuat di masa lampau berada di wilayah yang sama. Nama awal diduga Lingga/Lenggang, kemudian nama kampong Gantoeng menjadi lebih popular pada era Pemerintah Hindia Belanda. Kedua kampong ini (Lenggang dan Gantung) sama-sama berada di daerah aliran sungai Linggang (sungai yang bermuara ke tenggara di Tanjdoeng Linggang). Dalam hal ini nama kampong Ahok, bukanlah nama kampong baru, tetapi diduga kuat nama kampong lama, nama kampong tua yang bahkan berasal dari zaman kuno.


Nama pulau Bangka dan nama pulau Belitung juga diduga berasal dari zaman kuno. Nama Bangka juga ditemukan di Jambi (Bangko) dan di Tapanuli bagian selatan (Bangka/Bangkalis), mungkin juga asal usul Bangkalan (Madura). Pada era Portugis di timur pulau Bangka diidentifikasi nama pulau Billiton, diduga berasal dari nama asli Blitong (kini Belitung). Secara geomorfologis, berdasdarkan Peta 1740 kampong Lenggang didiuga masih berada di pesisir/pantai.Kampong ini berada di muara sungai Lenggang. Di perairan di depan muara sungai Lenggang didientifikasi gosong yang sangat luas yang membentuk pulau-pulau kecil dan pulau besar. Dalam perkembangannya diduga Kawasan gosong (daratan pasir) tersebut telah terbentuk daratan yang menyatu dengan daratan pulau Billiton. Besar dugaan kampong Gantoeng adalah kampong yang terletak di pulau lain sebelum sungai Lenggang terbentuk ke hilir/pantai.

Posisi GPS kampong Lenggang/Linggang di masa lampau berada di antara sungai Linggang dan sungai Morang di suatu teleuk kecil di lereng bukit Siloemar dan bukit Silinsing. Oleh karena nama sungai adalah Linggang/Lenggang maka diduga kuat nama yang kali pertama muncul sebelum terbentuknya nama kampong Gantoeng/Gintoeng di hilir (sungai Linggang). Nama Linggang, Morang dan Loemar adalah nama-nama kuno. Nama Morang ditemukan di Padang Lawas (suatu nama tempat yang juga ditemukan di India). Bagaimana nama-nama tempat di Bangka dan Belitung terhubung dengan Padang Lawas (Tapanoeli) dapat memperhatiakn isi teks prasasti Kedoekan Boekit (682 M) dan prasasti Kota Kapur (686 M).


Tempo doeloe, sungai Morang berhulu di lereng gunung (Loeboe Raja) di wilayah distrik Angkola (kini kota Padang Sidempoean) dan sungai Baroemoen berhulu di lereng gunung Malea (merujuk pada nama Himalaya) di distrik Mandailing. Dua sungai ini bertemu di suatu teluk zaman kuno dimana terdapat kota Binanga (lihat prasasti Kedoekan Boekit 682 M) yang bermuara ke pantai timur Sumatra. Dari Binanga kemudian sungai-sungai yang menyatu tersebut dinamai dengan tunggal sungai Baroemoen. Kota Binanga ini (Namanya Ilanga-Songan, kini Binanga dan Sunggam) termasuk kota yang diserang Chola pada abad ke-11 (lihat prasasti Tanjore 1030 M). di Wilayah Binanga dan Sunggam ini di Padang Lawas kini ditemukan candi-candi yang berasal dari abad ke-11 hingga abad ke-14) di daerah aliran sungai B-aroe-moen (aroe dalam bahasa India adalah sungai). Candi tertua di wilayah Padang Lawas ini berada di lereng sebelah barat gunung Malea (candi yang lebih tua dari candi Boroboedoer di Jawa).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kampong Ahok Menjadi Kampong Fifi: Billiton dan Batavia; Belitung dan Jakarta

Jauh sebelum nama Gantoeng menjadi popular, nama Linggang sudah dikenal sejak lama pada era Hindia Belanda. Namun nama yang diberitakan pada tahun 1844 adalah nama sungai Linggang, di mana di arah hulu terdapat nama kampong Gantoeng dan nama kampong Linggang. Seperti disebut di atas, nama Gantoeng dan nama Linggang saling dipertukarkan di dalam peta oleh para ahli kartografi.


Javasche courant, 11-03-1846: ‘Pada malam antara tanggal 16 dan 17 Februari tahun 1844, seorang nakhoda kapal Siam bernama Kim Soen Gek dihempaskan badai di tebing dekat Poeloe Sambong atau Poeloe Toean, masuk Billiton. Orang-orang di kapal, 34 orang, telah meninggalkan kapal, yang dalam keadaan putus asa, dan menuju ke pulau terdekat bernama Sumpirak dengan sampan yang mereka miliki. Pada tanggal 22 berikutnya, kapal yang terdampar ditemukan oleh beberapa nelayan dari Karimatla, yang sedang mencari ikan di sekitar sungai Linggang (Billiton). Mereka segera memberitahukan penemuan mereka kepada penduduk asli lainnya, seperti Karimata dan Billion, yang juga sedang memancing di sungai yang sama, dan semua bergegas berlayar dengan sampan mereka ke kapal yang karam, yang mana diantaranya juga ditemani ke sana oleh panglima Dapan dari Linggang dan seorang Arab bernama Said Abas, yang ada disana pada waktu itu untuk barter’.

Setelah sekian decade cabang pemerintahan di Bangka dan Belitung dibentuk dengan Residen berkedudukan di Moentok dan asisten residen di Tandjoeng Pandan, lalu pada tahun 1856 wilayab (afdeeeling) Billiton dibagi ke dalam enam distrik, yakni: Tandjong Pandan, Blantoe, Badoe, Sidjoek, Boeding, dan Linggang, masing-masing diperintah oleh seorang kepala suku dengan gaji 25 dan pemberian dua pikol beras sebulan (lihat Nederlandsch Indie, 29-07-1859).


Nama distrik mengikuti nama sungai (Linggang), nama sungai yang sudah lama dikenal. Nama sungai ini diduga mendapat nama dari nama kampong awal yakni kampong Linggang. Suatu distrik saat itu dipimpin oleh seorang kepala distrik (demang) yang membantu Asisten Residen yang berkedudukan di Tandjong Pandan. Ini mengindikasikan bahwa pada awalnya nama Linggang sebagai nama wilayah (tetapi) kini yang menjadi nama wilayah (ekcamatan) Gantung yang diantaranya desa Lenggang. Kampongh Ahok, di Lenggang pada masa dulu era Hindia Belanda adalah ibu kota distrik.

Beberapa tahun kemudian setelah dibentuk pemerintahan local di Linggang, pada tahun 1864, wilayah Linggang kemudian dibuka pertambangan timah (lihat Javasche courant, 22-04-1864). Wilayah distrik Linggang dengan cepat tumbuh dan berkembang.


Javasche courant, 22-04-1864: ‘Banka (Maret). Keadaan kesehatan secara umum meninggalkan sedikit yang diinginkan. Cuaca hujan di distrik Merawang, Pangkal Pinang, Sungeislan, dan Koba; sedangkan di distrik lain ditandai dengan hembusan angin kencang dan kekeringan berkepanjangan. Oleh karena itu, pekerjaan pertambangan tidak dapat dilanjutkan dengan kekuatan yang sama di semua distrik. Di tambang di distrik Djeboes, Blinjoe dan Sungeiliat, pekerjaan harus dihentikan sama sekali, karena kekurangan air. Pekerjaan dilanjutkan dengan giat di distrik-distrik lain. Selama bulan Maret 110,25 pikol timah dikirim ke gudang sehingga seluruh pengiriman sejak 1 Januari lalu berjumlah 3.092,88 pikol. Stok bijih yang dicuci di tambang diperkirakan 110 nachten; sedangkan 1.028 kapal masih siap diangkut ke depo. Panen padi terus berlanjut, yang secara umum cukup memenuhi harapan. Penambang Cina berada dalam kondisi kesehatan yang baik. Tambang dapat terus bekerja dengan penuh semangat. Prospek produksi timah tahun ini cukup besar. Selama setahun terakhir, 13 tambang baru telah dibuka di distrik Buroeng-Mandi dan Linggang; sementara 4 atau 6 tambang lagi akan segera dibuka. Produksi timah selama tiga tahun terakhir mencapai 22.972 pikol atau lebih dari 3.000 pikol dibandingkan yang diperoleh selama periode 1853 hingga 1860. Perdagangan sangat cepat. Dua puluh enam kapal pribumi besar berlabuh di sungai, seperti: 3 sekunar, 8 wangkang, dan 15 kapal pribumi lainnya. Barang-barang impor utama adalah beras dan barang-barang Cina; sedangkan ekspor terdiri dari tripang, karet, agar-agar, damar, gaharoe, wax dan 1123 timah pikol untuk ukuran f50/m’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar