Senin, 14 November 2022

Sejarah Bengkulu (14): Pertambangan di Wilayah Bengkulu; Era Zaman Kuno hingga Maskapai Era Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini  

Asam di gunung, garam di pantai, emas di pegunungan, batubara di pesisir.  Jika Jambi dan Palembang terkenal dengan pertambangan emas dan pertambangan batubara, apakah di wilayah Bengkulu terdapat pertambangan batu bara? Yang jelas di wilayah Bengkulu sejak dahulu sudah eksis pertambangan emas di wilayah pegunungan di kabupaten Lebong yang sekarang. Apakah ada tambang lain, selain emas di wilayah Bengkulu? Tentu saja kita tidak berbicara tentang tambang galian-C.


KOMPAS.com. Selain rempah-rempah, orang Eropa juga mencari emas. Jauh sebelum itu pada abad 13, perburuan emas telah dilakukan oleh para raja di sepanjang pulau Sumatera. Setelah di Kerinci, perburuan urat emas pun dilakukan kerajaan Pagaruyung dilanjutkan ke daerah lain, hingga mencapai Lebong, Bengkulu. Perusahaan tambang Belanda, mulai melakukan kegiatan penambangan di Bengkulu setelah ditemukannya formasi Lebong pada tahun 1890. Penambangan emas tertua di antaranya dilakukan oleh perusahaan Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong dan Mijnbouw Maatschappij Simau yang berada di Lebong. Kedua perusahaan itu merupakan penyumbang terbesar ekspor emas perak Hindia Belanda. Misalnya, pada tahun 1919 perusahaan Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong menghasilkan 659 Kg emas dan 3.859 Kg perak, dan perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau menghasilkan 1.111 Kg emas dan 8.836 Kg perak. Dua perusahaan ini berhasil meraup 130 Ton emas selama berproduksi kurang dari setengah abad (1896-1941). Jejak-jejak sisa penambangan yang dilakukan Belanda di Bengkulu masih dapat ditemui di Ulu Ketenong, Tambang Sawah, Lebong Donok, Lebong Simpang, Lebong Tandai, Kabupaten Lebong. Dalam beberapa literature, ternyata tidak saja Belanda yang ikut menikmati manisnya emas di daerah ini. Inggris, Spanyol, China, dan Arab ditengarai memiliki andil dalam proses eksploitasi tersebut (https://regional.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah pertambangan di wilayah Bengkulu? Seperti disebut di atas, bermula dari pertambangan emas di Lebong yang diduga sejak zaman kuno dan menjadi pentinhg pada era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah pertambangan di wilayah Bengkulu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sejarah Pertambangan di Wilayah Bengkulu: Zaman Kuno hingga Era Pemerintah Hindia Belanda

Sehubungan dengan penemuan potensi pertambangan di Bengkulu pada era Inggris, perhatian era Pemerintah Hindia Belanda pada dasarnya tidak berkurang untuk pengembangan pertanian. Hanya saja ekspektasi nilai pertambangan di Bengkulu membenamkan isu program pertanian. Nilai ekspektasi pertambangan Bengkulu jauh lebih tinggi relative terhadap pertanian.


Ada banyak faktor mengapa perkembangan pertanian di Bengkoeloe tidak seheboh di wilayah lain seperti di Minangkabau dan Tapanoeli. Wilayah Bengkoeoloe yang sempit, wilayah pesisir yang datar kurang mendukung dalam pengembangan pertanian, sementarasi wilayah pedalaman yang bergunung-gunung juga upaya ekstensifikasi tidak memungkinkan. Wilayah Bengkulu tetap menjadi deficit dalam memenuhi kebutuhan pangan teruma beras (yang harus tergantung impor). Sementara itu, tujuan Pemerintah Hindia Belanda untuk keuntungan, yang harus dimotori komoditi ekspor, perhatian terhadap pertambangan menjadi solusi, menjadi program yang diprioritaskan. Bagi pemerintah sendiri, ketergantungan impor pangan tidak menyebabkan deficit yang akut, karena cukai impor seperti beras dan garam masih dapat menambah pendapatan pemerintah.

Dugaan adanya potensi pertambangan (emas) di Bengkulu sejak era Inggris, Pemerintah Hindia Belanda di Bengkulu mulai menawarkan konsesi pertambangan kepada swasta untuk melakukan eksplorasi yang kemudian ke tahap eksploitasi. Seperti di wilayah lain Sumatra, para ahli geologi juga telah dikirim ke Bengkoeloe untuk melakukan pemetaan. Laporan pertama peta potensi tambang di Sumatra ditebitkan di Belanda pada tahun 1873 termasuk di Bengkoeloe (lihat Algemeen Handelsblad, 12-08-1876). Potensi pertambangan di Bengkoeloe disebutkan dilakukan oleh Ir P van Dijk dengan disertai peta-peta.


Dalam Peta 1880 potensi tambang diidentifikasi di belakang pantai Bengkoeloe di pedalaman di pegunungan (bukit Soenoer, bukit Kandis) dan di arah utara di wilayah perbatasan Redjang di belakang pantai Lais di peugunungan dan juga di bukit Boengkoek. Potensi tambang yang belum diusahakan penduduk juga diidentifikasi di wilayah pegunungan Lebong sebelah timur di perbatasam antara residentie Bengkoeloe dan residentie Palembang.

Dalam menggalakkan program pertambangan di Hindia Belanda, diterbitkan Peraturan Pertambangan (Stbls. Tahun 1878 No. 287). Dalam peraturan ini termasuk dalam pengaturan konsesi kepada pihak umum (swasta), lamanya konsesi dan kewajiban-kewajibannya. Sehubungan dengan pengaturan tentang penggunaan tenaga kerja dari daerah lain, pada tahun 1891 ordonasi (peraturan pemerintah) ordonansi tanggal 13 Juli 1889 (Stbls. No. 138) mengatur tentang hak dan kewajiban bersama antara pengusaha dan pekerja dari tempat lain pada perusahaan pertanian atau pertambangan di Residentie Oost Sumatra, sebagaimana diubah dengan ordonansi 11 Maret 1891 (Staatsblad No. 72), berlaku mengenai hak dan kewajiban timbal balik antara pengusaha dan pekerja dari tempat lain di perusahaan pertanian atau pertambangan di Resudebnti Benkoelen, distrik Lampong dan Residentie Afdeeling Selatan dan Timur Borneo.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Pertambangan di Wilayah Bengkulu: Dulu Emas, Kini?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar