Sabtu, 20 Mei 2023

Sejarah Pendidikan (4): Awal Sekolah Dasar Berbahasa Belanda bagi Anak-Anak Eropa; Sekolah Pribumi Layu sebelum Berkembang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Pada masa pendudukan Inggris, tidak ada sekolah pemerintah. Artinya, pemerintah tidak secara langsung terlibat dalam pengembangan penmdidikan di Hindia, namun secara tidak lansung memberi keleluasan dan pemberian izin. Pemerintah di Hindia, baru terlibat langsung dalam pengembangan pendidikan, pasca pendudukan Inggris (setelah Pemerintah Hindia Belanda dipulihan). Pemerintah tidak hanya Pendidikan bagi orang Eropa/Belanda juga untuk kaum pribumi.


Sistem Pendidikan di Era Belanda Kompas.com. 18/08/2021. Kompas.com. Pada abad ke-16, Portugis mendirikan sekolah bertujuan untuk memberikan pendidikan baca, tulis, dan hitung. Ketika Belanda masuk, kegiatan mengajar yang dilakukan Portugis mulai berhenti digantikan dengan sekolah yang didirikan Belanda. Tahun 1627, Belanda memperluas pendidikan di Pulau Jawa dengan mendirikan sekolah.  Abad ke-19, Belanda sudah mendirikan sebanyak 20 sekolah untuk pribumi. Tahun 1899, Gubernur Jenderal Hindia Belanda van Deventer menerapkan Politik Etis. Salah satu kebijakan adalah edukasi dan pendidikan. Belanda kemudian mendirikan beberapa sekolah untuk kalangan pribumi, baik kelas bawah, menengah, maupun tingkat tinggi. Perkembangan pendidikan mulai lebih progresif setelah tahun 1900. Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa Belanda, bahasa daerah, dan sekolah peralihan pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum dan kejuruan. Akan tetapi, meskipun kalangan pribumi diperbolehkan untuk bersekolah, perbedaan perilaku terhadap rakyat bumiputra masih ketara.  Untuk memasuki sekolah tertentu, rakyat masih dipersulit berbagai aturan. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, mulai memperkenalkan sistem pendidikan formal pada rakyat. Europeesche Lagere School (ELS) atau sekolah dasar bagi orang Eropa. ELS adalah sekolah dasar diperuntukkan bagi keturunan Belanda. Sekolah ini pertama kali didirikan pada 1817. (https://www.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah perkembangan sekolah dasar berbahasa Belanda anak-anak Eropa? Seperti disebut di atas dalam permulaan keterlibatan pemerintah dalam pendidikan pada dasarnya tidak hanya sekolah Eropa/Belanda juga sekolah untuk pribumi. Namun sekolah pribumi layu sebelum berkembang. Lalu bagaimana sejarah perkembangan sekolah dasar berbahasa Belanda anak-anak Eropa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Perkembangan Sekolah Dasar Berbahasa Belanda Anak-Anak Eropa; Sekolah Pribumi Layu Sebelum Berkembang

Pada masa pendudukan Inggris sudah ada sejumlah sekolah diselenggarakan di beberapa kota terutama di Batavia dan Semarang. Semuanya diadakan oleh partikelir. Pemerintah belum terlibat dalam penyelenggaraan sekolah umum. Namun demikian sudah ada sekolah kejuruan yang diselenggarakan pemerintah di Semarang yakni Mariene School (lihat Bataviasche courant, 05-10-1816).


Pendudukan Inggris terjadi sejak 1811. Setelah proses politik di Eropa, pemerintah kerajaan Inggris tahun 1816 mengembalikan kembali wilayah Hindia Belanda kepada kerajaan Belanda (kecuali Bencoolen). Dengan dengan demikian Pemerintah Hindia Belanda yang dimulai tahun 1800, dipulihkan kembali pada tahun 1816. Salah satu wujud pemulihan itu adalah berakhir surat kabar berbahasa Inggris, Java Government Gazette, yang kemudian digantikan surat kabar berbahasa Belanda, Bataviasche courant. Catatan: surat kabar Bataviasche courant edisi 05-10-1816 di atas, adalah edisi nomor 8 (yang terbit sekali siminggu, tiap hari Sabtu).

Sementara masih masa konsolidasi dalam pemulihan Pemerintah Hindia Belanda, seperti pada masa pendudukan Inggris sekolah baru tetap diselenggarakan partikelir. Pada bulan Oktober 1816 N Pieters disebutkan bermaksud mendirikan sekolah Cyffer School yang lokasinya di Angiolse vaar (lihat Bataviasche courant, 12-10-1816). Sudah barang tentu sekolah yang baru didirikan ini dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Boleh jadi tidak hanya N Pieters yang membuka sekolah baru, juga oleh para pegiat pendidikan lainnya.


Bataviasche courant, 14-12-1816: ‘Dengan keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 8 November yang lalu No. 7 sehubungan dengan pendirian sekolah (lagere school) membuat keputusan sementara berikut: diadakan bangunan pemerintah di Weltevreden, di lapangan selatan yang belum selesai dengan mengangkat dua kepala sekolah untuk menangani sekitar 180 anak. Buku-buku didatangkan dari Belanda dan juga mengangkat sejumlah guru, yakni JK Meis, guru tingkat dua; AH Docters van Leeuwen, HE Andre, B van Thiel semuanya guru tingkat tiga; GG Postma, guru tingkat empat’.

Sebelumnya ripsi Sebelumnya Komisaris Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 26 Agustus 1816 No. 15 telah mengeluarkan beslit untuk penyelenggaan sekolah kejuruan pelayaran Kweekschool voor de Zeevart (lihat Bataviasche courant, 18-01-1817). Sekolah ini tampaknya berbeda dengan yang didirikan Inggris di Semarang yang telah ditutup, yakni sekolah pelaut. Lulusan Kweekschool voor de Zeevart lebih ditujukan pada kebutuhan pelayaran sipil (kapal-kapal dagang). Pemerintah Hindia Belanda juga telah mendirikan sekolah Marine School dan sekolah Kadetten School (lihat Bataviasche courant, 25-01-1817). Dalam hal ini bagi Pemerintah Hindia Belanda tiga jenis sekolah yang diselenggarakan sesuai kebutuhan: sekolah pelayaran/perdagangan; sekolah pertahanan (marine/kadet) dan sekolah umum (lagere school).


Untuk menindaklajuti pembukaan sekolah dasar (lagere school) di Weltevreden, Komisaris Jenderal Hindia Belanda mengluarkan beslit tangal 10 Februari 1817 yang berisi aturan umum sementara dan tata tertib murid. Beslit ini secara keseluruhan berisi 20 pasal. Pada bagian atiran umum adalah anak laki-laki-laki dan perempuan yang diprioritas kepada anak yang pertama dari keluarga, pelajaran yang diberikan menulis, berhitung, (tata) bahasa Belanda, sejarah dan geografi, buku yang digunakan di sekolah tidak boleh dirobek atau dicorat coret, sekolah harus dijaga dan dibersihkan dirapihkan sebelum pulang, guru akan melakukan ujian terbuka dan mempromosikan siswa. Untuk aturan dalam soal tata tertib murid bahwa ke sekolah harus rapi, bersikap manis, harus diam dan tidak menggangu yang lain, harus penuh perhatian, pergi ke sekolah berperilaku damai dan tenang baik di jalan maupun di pinggir jalan. Aturan itu ditempel di dinding sekolah agar setiap orang mengetahuinya.

Bagaimana pengaturan sekolah syarat dan ketentuan bersekolah yang diselenggarakan oleh partikelir tidak terinformasikan. Namu hal itu menjadi penting bagi pemerintah untuk mengaturnya dalam suatu beslit. Artinya bahwa aturan sekolah bersifat mengikat. Tentu saja pemerintah berhak mengatur demikian karena pemerintah yang menyediakan gedung dan mendatangkan dan mengaji para guru serta menyediakan ATK termasuk buku-buku yang semuanya agar sesuai dengan misi pemerintah. Lagi pula sekolah yang diselenggarakan adalah sekolah bagi golongan muda yang masih anak-anak yang perlu pengarahan dan pembimbingan yang dirasakan untuk tujuan bersama baik pemerintah maupun orang tua. Dalam hal ini guru diharapkan dapat menjembataninya.


Seperti halnya aturan sekolah umum telah diterapkan oleh pemerintah, kemudian Pemerintah Hindia Belanda juga telah menyusun aturan sekolah militer Militaire School di Semarang (lihat Bataviasche courant, 28-03-1818). Aturan baru ini termasuk penerimaan, pelatihan yang diberikan hingga besar gaji per bulan yang diterima oleh para instruktur dan guru-guru. Dari aturan baru ini diketahui Kadet School yang sebelumnya telah diubah namanya menjadi Militaire School. Untuk penjaminan mutu pada sekolah Militaire School diatur soal fungsi dan pejabat curator (lihat Bataviasche courant, 11-04-1818). Pemerintah juga telah menetapkan kurikulum dan guru yang mengajarkan mata pelajaran termasuk dalam hal ini mata pelajaran bahasa pribumi (Melayu?) (lihat Bataviasche courant, 22-08-1818). Pemerintah juga mengangkat pengawas sekolah. Lalu bagaimana dengan sekolah pelatihan Kweekschool voor de Zeevart?

Pemerintah Hindia Belanda tampaknya tengah berpacu dalam melodi. Pemerintah Hindia Belanda yang dibentuk tahun 1800, yang kemudian disela oleh pendudukan Inggris (1811-1816) boleh jadi banyak bidang perhatian (program) yang terlambat dilaksanakan. Segera setelah pemulihan Pemerintah Hindia Belanda (1816) pemerintah telah menjalankan kebijakan di semua bidang prioritas termasuk bidang Pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah berbagai jenis. Sekolah dasar (lagere school) yang awalnya barua dua buah (di Batavia dan Weltevreden), kemudian diketahui sudah didirikan sekolah sejenis di Semarang.


Sekolah lagere school di Semarang tampaknya belum lama dimulai (lihat Bataviasche courant, 21-11-1818). Disebutkan sementara murid-murid sudah memulai belajar, Gedung sekolah baru tengah dibangun. Tampaknya pihak warga turut berpartisipasi dalam pembangunan gedung tersebut. Apa yang dapat diperhatikan dalam hal ini, pendidikan bagi anak-anak adalah sangat penting, namun kemampuan pemerintah tetap terbatas. Hal itulah yang terjadi di Semarang dengan adanya inisiatif para warga terutama para pengusaha untuk turut berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan gedung sekolah. Tentu saja upaya pendirian sekolah di Semarang berada di bawah otoritas Residen Semarang. Dalam berita ini juga upaya yang dilakukan di Semarang juga berlangsung di Soerabaja. Dengan demikian hingga sejauh ini sudah ada mepat sekolah yang berada di bawah penyelenggaraan pemerintah.

Dalam Almanak 1819, tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya, dalam almanac tahun ini tidak ada daftar fungsi dan pejabat pemerintahan. Dengan demikian di dalam almanac ini tidak terinformasikan siapa yang menjadi direktur pendidikan dan siapa yang menjadi inspektur Pendidikan. Boleh jadi bahwa sejauh ini pengaturan pemerintah pusat baru terbatas di Batavia/Wiltevreden, sedangkan di daerah, seperti Semarang dan Soerabaja berada di bawah tupoksi Residen. Namun yang menarik dalam Almanak 1819 ini dimasukkan daftar/kamus bahasa Belanda-Melayu, yang berisi daftar kosa kata yang esensial (umum digunakan). Perkiraan jumlah kosa kata: 30 halaman dengan dua kolom.


Dalam sejarah Belanda di Hindia, pengetahuan bahasa Melayu menjadi penting bagi mereka. Ini dimulai dari ekspedisi Belanda tahun 1595-1597 yang dipimpin oleh Ciornelis de Houtman, daftar kosa kata yang mereka bawa dari Eropa kemudian di Madagaskan diperkaya oleh ahli bahasa Frederik de Houtman. Pada pelayaran kedua, Cornelis de Houtman terbunuh di Atjeh dan Frederik de Houtman ditangkap dan ditahan. Selama dua tahun ditahan di Atjeh Frederik de Houtman melengkapi kamus bahasa Melayu, yang kemudian setelah dibebaskan dan kembali ke Belanda, kamus Frederik de Houtman tersebut diterbitkan di Amsterdam tahun 1603. Kamus inilah yang terus diperkaya oleh orang-orang Belanda selama VOC. Sudah barang tentu orang pribumi tidak menyusun kamus bahasa Melayu. Orang Belandalah yang memiliki kepentingan untuk Menyusun kamus bahasa Melayu. Sementara itu, orang-orang Inggris sejak era VOC juga menyusun kamus bahasa Melayu yang dilakukan oleh William Masrden di Sumatra (diterbitkan pertama tahun 1781). Kamus bahasa Melayu W Marsden ini memiliki keutamaan karena menyertakan dalam kamus soal tata bahasa (hal yang belum dilakukan oleh penulis-penulis kamus Belanda). Akan tetapi pengetahuan bahasa adalah pengetahun umum yang dikerjakan secara akademik, tentu saja kedua bangsa ini saling berbagi. Pada masa pendudukan Inggrsi, sebagaimana pada artikel sebelumnya, yang menjadi penerjemah bahasa Melayu di Hindia semasa pendudukan Inggris adalah orang Belanda. Dengan demikian untuk urusan bahasa Melayu, orang Belanda yang memulai dan dan juga yang terus menjaga keberlangsungannya. Hal ini mengingau orang Belanda begitu lama di Hindia. Praktis Inggris hanya berkuasa dalam waktu singkat (selama pendudukan Inggris 1811-1816). Dalam konteks inilah diduga Pemerintah Hindia Belanda merasa perlu memasukkan kamus bahasa Melayu di dalam Almanak 1819, suatu bahasa yang diperlukan oleh para pejabatnya di lapangan. Seperti kita lihat nanti oleh guru-guru Belanda akan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah pribumi yang didirikan oleh pemerintah.

Bagaimana kemajuan Pendidikan di Hindia setelah Pemerintah Hindia Belanda terlibat dilaporkan oleh Inspektur Pendidikan pada tahun 1823 yang dimuat dalam Nieuwe bijdragen ter bevordering van het onderwijs en de opvoeding voornamelijk met betrekking tot de lagere scholen in de Vereenigde Nederlanden voor den jare ..., 1825.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sekolah Pribumi Layu Sebelum Berkembang: Sekolah Dasar Eropa (ELS) Berkembang Pesat

Dalam perkembangannya diketahui bahwa sekolah pemerintah pada akhirnya menerapkan aturan berasrama. Boleh jadi hal itu untuk biar efektif bagi orang tua. Dengan penyediaan asrama bagi siswa lebih dimungkinkan bagi orang tua yang bekerja atau bertempat tinggal jauh dari sekolah (mungkin banyak yang berada di luar kota). Tentu saja konsekuenasi adalah ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan para orang tua. Berasrama tentu saja akan mengurangi keamanan bagi anak-anak di perjalanan. Aturan berasrama tentu saja ada aturan sendiri di luar aturan sekolah.


Pada tahun 1826 sudah ada indikasi penyelenggaraan pendidikan sekolah menengah di Soerabaja (lihat Bataviasche courant, 07-06-1826). Sekolah ini tidak diselenggarakan oleh pemerintah (karena masih focus pada perluasan sekolah dasar), tetapi oleh para pegiat pendidikan. Guru yang menyelenggarakan tersebut adalah guru sekolah menengah di Belanda yang kini berdomisili di Soerabaja. Adapun materi yang diajarkan di sekolah menengah ini bukan sekolah umum, tetapi semacam sekolah kejuruan, termasuk seni, sastra, sejarah Belanda dan sebagainya. Siswa yang diterima sudah barang tentu lulus sekolah dasar (lagere school). Sekolah ini tentu saja bekerjasama atau izin dari pemerintah local (Residen).

Dalam Almanak 1827 sudah ada jabatan dalam pendidikan dalam struktur pemerintah. Posisi yang ada baru dalam lembaga umum Pendidikan terbatas posisi Inspecteur van het lager en middelbaar Onderwijs (yang dijabat oleh J van der Vinne) dan posisi Bibliothekaris van het fonds van Schoolboeken (yang dijabat oleh JK Meis). Nama Meis ini tentu saja tidak asing. JK Meis adalah, seperti disebut di atas, salah satu guru pertama tahun 1818 di Batavia/Weltevreden.


J van der Vinne sendiri adalah salah satu pejabat pada awal pemulihan Pemerintah Hindia Belanda yang bertugas untuk pengawasan di sepanjang Groote Rivier di Batavia (lihat Bataviasche courant, 12-10-1816). Pada tahun 1818 Vinne menjabat sebagai sekretaris direktur pertanian, seni dan ilmu pengetahuan (lihat Bataviasche courant, 17-01-1818). Ruang lingkup lembaga ini termasuk pendidikan. Vinne juga menjadi sekretaris Bataviaasch Genootschap. Pada tahun 1824 Vinne diketahui sebagai inspektur pendidikan dasar dan pendidikan menengah (lihat Bataviasche courant, 12-06-1824). Disebutkan J van der Vinne selalu inspektur pendidikan dasar dan menengah mengumumkan akan dibuka institute (middlebare onderwijzer) untuk anak perempuan di Batavia di bawah direktur Ny G Severijn berdasarkan resolusi pemerintah tanggal 10 Mei 1824 No 10,

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar