Kamis, 25 Mei 2023

Sejarah Pendidikan (9): Sekolah Militer di Hindia Belanda,Siapa Saja Perwira Pribumi? Sekolah Militer Semarang dan Perang Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Sejarah adalah narasi fakta dan data. Namun narasi sejarah acap kali sesuai pengetahuan penulis, untuk menambahkan diperkaya dengan karangan sendiri (her/his story). Dalam hal ini, sejarah sekolah militer di Indonesia nyaris tidak tersentuh dan jarang diperhatikan. Meski lebih awal kehadiran sekolah meltier di Indonesia (baca: Hindia Belanda), namun dapat dikatakan juga sebagai bagian dari perluasan pendidikan (sebagaimana sekolah guru dan sekolah kedokteran). Sekolah militer (di Meester Cornelis) inilah yang kemudian bertransformasi yang kemudian cikal bakal pendirian Akademi Militer di Bandoeng dimana tiga kadetnya TB Simatoepang, A Kawilarang dan Abdoel Haris Nasoetion. 


Oerip Soemohardjo: Bapak Tentara Yang Dilupakan. Tim Majalah Historia. Deskripsi Buku: Oerip lahir 22 Februari 1893, nama Muhammad Sidik. Tidak ada menyangka, ini kelak menentukan jalannya sejarah militer Indonesia. Ketertarikan dunia militer mendorongnya masuk Sekolah Militer Meester Cornelis (kini Jakarta). Kariernya di KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) moncer. Dia menjadi mayor, pangkat tertinggi di antara tentara bumiputera. Karirnya tamat setelah Jepang. Proklamasi 17 Agustus 1945 Oerip kembali ke dunia militer. Oktober 1945, Oerip sebagai Kepala Staf Oemoem (KSO) TKR. Pada 12 November 1945, Oerip membuat konferensi dihadiri eks KNIL dan eks PETA di Yogyakarta. Dari konferensi ini muncul nama Soedirman sebagai Panglima Besar TKR, sementara Oerip tetap menjabat KSO. Oerip Soemohardjo wafat 17 November 1948. Sebagai tentara profesional, Oerip kecewa sikap politik pemerintah, baik terhadap militer Indonesia maupun dalam menghadapi Belanda. Kendati berhasil membangun tentara Indonesia, tetapi Oerip seakan dilupakan. Kita lebih mengenal Jenderal Soedirman yang mengalahkan Oerip dalam pemilihan sebagai Panglima Besar. Sebagaimana dwitunggal Soekarno-Hatta, Soedirman-Oerip merupakan dwitunggal memimpin tentara. Mereka seperti “abang dan adik”. Oerip memanggil Soedirman, “Dimas”; dan Soedirman memanggilnya, “Kang Mas atau Pak Oerip”. Buku 154 halaman, penerbit Penerbit Buku Kompas: 2020 (https://www.gramedia.com/)

Lantas bagaimana sejarah Sekolah Militer di Hindia Belanda, siapa perwira pribumi? Seperti disebut di atas, dalam perluasan pendidikan di Hindia Belanda, sekolah militer juga pada akhirnya merekrut siswa pribumi. Lalu bagaimana sejarah Sekolah Militer di Hindia Belanda, siapa perwira pribumi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sekolah Militer di Hindia Belanda, Siapa Perwira Pribumi? Sekolah Militer Semarang dan Perang Jawa (1825-1830)

Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, tidak ada sekolah militer. Yang ada adalah sekolah taruna laut, Mariene School (lihat Bataviasche courant, 05-10-1816). Sekolah taruna laut suatu sekolah yang pendiriannya di mulai pada masa pendudukan Inggris (1811-1816). Mariene School dipusatkan di Semarang. Bagaimana nasib sekolah ini setelah Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan? 


Pada era VOC/Belanda tidak ada sekolah militer. Pemerintah VOC merekrut tantara professional dari berbagai tempat, terutama dari Prancis dan Jerman. Mereka yang direkrut adalah tantara-tentara yang sudah habis masa kontraknya. Para komanda militer yang tidak terlalu banyak mendatangkan prajurit dari berbagai tempat di Eropa. Lalu para komandan tersebut merekrut individu atau pasukan dari berbagai wilayah nusantara dimana pemerintah VOC memiliki ikatan kerjasama (kontrak) dengan para pemimpin local (radja/soeltan) seperti dari Amboina, Banda, Ternate dan sebagainya. Para psukan pribumi ini dipimpin oleh komandannya sendiri-sendiri. Beberapa diantara yang terkenal Kapiten Aroe Palaka (Bone), Kapiten Jonker (Maluku), Kapiten Bintang (Maluku). Para prajurit professional dari Eropa ini (terutama para sersan) melatih pasukan pribumi pendukung militer VOC tersebut. Prajurit Eropa dan pasukan pribumi didistribusikan untuk kebutuhan pengamanan di Batavia, di tempatkan di banyak benteng-benteng VOC di berbagai tenmpat dan juga pasukan cadangan yang siap bergerak jika ada kebutuhan pengamanan di berbagai daera, termasuk perang. Para komandan militer VOC dengan pangkat tertinggi Majoor, lalu di bawahnya Kaptein, Luitenant dan Sersan plus prajurit. Komandan militer terkenal semasa VOC antara lain Majoor Saint Martin (Prancis), Majoor J Winkler (Jerman) dan Majoor Poolman (Belanda). Para pasukan pribumi pendukung militer VOC, setelah selsai masa kontrak (pendiun) banyak yang tidak kembali ke kampong halaman, yang lalu kemudian ditempatkan di seputar Batavia untuk berusaha sendiri (pertanian) yang berfungsi sebagai barrier pertahanan di Batavia. Mereka inilah yang membangun kampong-kampong sendiri yang kini dikenal di Jakarta adanya kampong Bandan, kampong Ambon, kampong Bali, kampong Bugis, kampong Makassar, kampong Tambora, kampong Bangka, kampong Jawa, kampong Manggarai dan kampong Melayu. Lalu pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, para militer dan prajurit banyak didatangkan dari Eropa, yang mana pada masa Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811), tradisi benteng mulai memperkuat pasukan dengan mentransformasikan kekuatan pada pembangunan garnisun-garnisun militer (jumlah personel dan peralatan senjata). Semua yang baru dibangun Daendels menjadi tidak artinya ketika militer Inggris (yang diperkuat pasukan pribumi dari India) menduduki Batavia tahun 1811. Semua militer Pemerintah Hindia Belanda) menjadi tawanan militer Inggris. Namun itu tidak lama, dari proses politik di Eropa, pendudukan Inggris berakhir pada tahun 1816, lalu Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan kembali. Para tantara yang jadi tahanan dibebaskan dan dipulihkan kembali dan militer Pemerintah Hindia Belanda dibangun kembali (dengan mendatangkan banyak militer dari Belanda).

Untra.Untuk terus mermperkuat militer Belanda di Hindia, Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1818 mengeluarkan beslit pendirian sekolah militer di Semarang (Militaire-School op het Eiland Java). Sebagaimana pada artikel sebelumnya, sekolah dasar Eropa/Belanda di Hindia setahun sebelumnya oleh pemerintah dibuka di Batavia dan Weltevreden (yang kemudian diperluas ke Semarang dan Soerabaja).


Di Belanda ada dua sekolah militer, yakni Militaaire Kweekschool di Delft dan Militaire Kweekschool di Leuven. Lulusan dua sekolah militer ini berpangkat sersan. Jenis sekolah militer di Delft dan di Leuven inilah yang dibuka di Semarang. Untuk sekolah militer tertinggi di Belanda adalah Akademi Militer di Breda. Lulusan akademi militer di Breda diberi pangkat 2nd luitenat.

Orang-orang Belanda sudah banyak di Hindia terutama di Jawa. Bahkan pada masa pendudukan Inggris orang-orang Belanda tetap berada di Hindia/Jawa (plus para militer Belanda yang diinternir di kamp-kamp militer). Target sekolah militer yang didirikan dalam hal ini adalah anak-anak orang Belanda/Indo Belanda yang direkrut untuk dilatih di sekolah militer. Sekolah militer di Semarang ini di bawah Militair Department.


Pada bulan Agustus 1818 dikeluarkan peraturan (reglegment) tentang sekolah militer di Batavia (lihat Bataviasche courant, 22-08-1818). Reglegment/ordonansi ini berisi 36 pasal, yang terdiri dari perihal persyaratan pendaftaran/penerimaan, pendidikan/pelatihan, personil sekolah, makanan dan logistic, peralatan dan perlengkapan sekolah, pakaian dan senjata. Diantara pasal yang dinyatakan antara lain mata pelajaran/pelatihan seperti bahasa (Belanda, Inggris, Jerman dan Melayu), sejarah, arirmatika, aljabar, geometri, trigonometri dan kalkulus, mekanika, geologi, ilmu alam, astronomi, biologi, sipil dan lainnya termasuk soal ujian dan penjaminan mutu (curator); struktur manajemen, termasuk gaji para personel dimana disebut direktur dengan gaji f1200 per bulan, para personel hingga ke juru masak, tukan pakaian dan tukang sepatu.

Bagaimana proses penerimaan dan pelaksanaan pendidikan tidak terinformasikan. Pada bulan Juli 1820 di sekolah militer di Semarang dilakukan ujian kepada kadet secara terbuka (lihat Bataviasche courant, 15-07-1820). Disebut terbuka karena dihadiri para pihak termasuk para pejabat. Materi ujian antara lain ilmu bahari, pengetahuan praktis termasuk arsitektur, menggambar termasuk pumbuatan peta, teori dan praktek dalam seni bela diri, pelajaran tentang internal, garnisun, dan dinas lapangan, persiapan dan uji coba bubuk mesiu, senjata dan artileri menembakkan senapan dan meriam, ujian aritmatika serta bahasa Prancis. Para instruktur diatur oleh Militair Department.


Pada tahun 1821 kurator sekolah militer mengumumkan kepublik bahwa sebelum mendaftar ke sekolah militer di Semarang harus terlebih dahulu melakukan ujian di sekolah dimana berada (lihat Bataviasche courant, 24-11-1821). Disebutkan setiap pendaftar "harus" mengikuti ujian dengan guru di sekolah dasar, di tempat mereka tinggal dalam prinsip membaca dan menulis, bahasa Jerman dan bahasa Belanda serta prinsip-prinsip aritmatika. Hasil ujian itu diberikan sertifikat yang akan diserahkan oleh guru tersebut yang kemudian digunakan pada penerimaan mereka ke sekolah militer.

Lulusan sekolah militer (Militaire School) di Semarang diberi pangkat sersan. Untuk para instruktur di sekolah ini yang terkait teknis militer paling rendah adalah letnan. Untuk perwira militer di Militair Department adalah lulusan Akademi Militer di Belanda (lulus dengan pangkat letnan dua). Untuk para instruktur yang bukan berlatar belakang akademi militer, seperti guru bahasa Prancis diberi pangkat setingkat letnan. Sekolah militer di Semarang dipimpin oleh seorang militer pangkat Luitenant Colonel.


Direktur sekolah militer di Semarang mendapat kenaikan pangkat (lihat Bataviasche courant, 27-04-1822). Disebutkan dinaikkan pangkatnya menjadi Tweede Kolonel, Luitenant Kolonel direktur Militaire School DF Cornelius. Dalam perkembangannya direktur sekolah militer di Semarang mendapat cuti ke Eropa (lihat Bataviasche courant, 22-11-1823). Disebutkan untuk pejabat sementara di sekolah militer di Semarang, karena direktur cuti ke Eropa, Majoor J de Brauw, komandan militer di Semarang.

Berapa jumlah kadet setiap tahun (setiap angkatan) tidak terinformasikan. Sudah berapa lulusan sekolah Militaire School di Semarang hingga tahun 1824 juga tidak terinformasikan. Namun yang jelas, di Midden Java di wilayah Vortenlanden pada awal tahun 1825 tengah meningkatkan eskalasi politik dimana mulai muncul perlawanan terhadap otoritas Pemerintah Hindia Belanda.


Apa ada pengaruh adanya perlawanan yang digalang oleh Pangeran Mangkoeboemi dan Pangeran Diponegoro di Vorstenlanden terhadap sekolah di Semarang? Semarang tidak jauh dari Djogjakarta. Yang jelas dalam hubungannya dengan perang, mobilisasi militer ke Vorstenlanden semakin deras, tidak hanya kekuatan militer yang ada di Hindia Belanda (termasuk pengurangan dari pantai barat Sumatra), juga mobilisasi tantara dari Belanda.

Akhirnya setelah beberapa tahun sekolah militer di Semarang terpaksa harus ditutup (lihat Nederlandsche staatscourant, 18-01-1827). Disebutkan mulai 1 September, sekolah militer di Samarang akan dihapuskan sama sekali. Namun apakah penutupan tersebut dikaitkan dengan perang Jawa tidak rterinformasikan.


Dalam hubungan penutupan sekolah militer di Semarang, sementara perang Jawa tengah berlangsung, direktur sekolah militer di Semarang memasuki usia pensiun (lihat Bataviasche courant, 07-03-1827). Disebutkan Kolonel direktur sekolah militer HC Cornelius pensiun. Kapan Kolonel Cornelius benar-benar pensiun tidak terinformasikan. Mungkin bersamaan dengan waktu penutupan sekolah militer di Semarang.  Yang jelas dalam perkembangannya diketahui, sebagai pejabat direktur untuk mengisi posisi yang ditinggalkan Cornelius diisi oleh JF Busscher (lihat Bataviasche courant, 15-12-1827). Boleh jadi tugas Busscher hanya sekadar untuk merampungkan penutupan sekolah milter di Semarang. 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sekolah Militer Semarang dan Perang Jawa (1825-1830): Sekolah Militer di Meester Cornelis

Di Meester Cornelis paling tidak tahun 1849 paling tidak sudah diketahui adanya sekolah pembuatan senjata (Javasche courant, 03-10-1849). Surat kabar Javasche courant, 12-10-1850 melaporkan diangkat menjadi directeur sekolah pembuatan senjata (geweermakers-school) di Meester Cornelis, 1ste luitenant der artillerie FG Riesz. Sekolah ini juga adakalnya disebut Normaal Schiet School Di Meester Cornelis kemudian juga diselenggarakan Onder-Officieren School.


Sekolah militer (Militaire Schoool) di Meester Cornelis paling tidak sudah terinformasikan pada tahun 1957 (lihat Residentie-blad, 09-07-1857). Sudah ada siswanya (eleves). Sekolah militer di Meester Cornelis ini tampaknya kurang lebih serupa dengan sekolah militer yang dulu pernah eksis di Semarang. Namun sejak kapan sekolah militer (Militaire Schoool) di Meester Cornelis didirikan kurang terinformasikan.

Dalam perkembangannya sekolah-sekolah yang berkaitan dengan militer di Meester Cornelis di dalam sidang Tweede Kamer di Belanda diusulkan menjadi satu kesatuan Militaire School (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 19-02-1858). Yang menjadi direktur di sekolah militer (Militaire School) di Meester-Cornelis adalah Kapten J Rappard (lihat Samarangsch advertentie-blad, 28-10-1859). Disebutkan di sekolah militer (Militaire School) di Meester-Cornelis adalah Kapten J Rappard dengan ketentuan bahwa dia akan melanjutkan posisinya sebagai direktur sekolah untuk sementara waktu. Dalam konteks inilah, sekolah militer (Militaire School) di Meester Cornelis terbentuk.


Meester Cornelis, suatu kawasan pertanian sudah dikenal pada era VOC/Belanda. Sehubungan dengan perubahan kebijakan Pemerintah VOC untuk menjadikan penduduk sebagai subjek (1665). Wilayah hulu sungai Tjiliwong baru mulai terealisikan sejak wilayah Jawa bagian barat diserahkan Soesoehoenan kepada Pemerintah VOC. Ekspedisi pertama militer VOC ke wilayah hulu dimulai pada tahun 1687. Sejak inilah dua benteng di Riswijk dan di Noordwijk diperluas ke wilayah hulu di Meester Cornelis. Setelah dibubarkannya VOC (1799), dan pada saat permulaan Pemerintah Hindia Belanda, terjadi invasi Inggris tahun 1811 di Batavia. Daendels yang telah mengubah konsep pertahanan dari benteng ke garnisun (membangun garnisun di Weltevreden) pasukan Inggris dengan menguasai garnisun, tetapi tidak dalam pertempuran yang bergeser ke Meester Cornelis. Benteng menjadi pertahanan yang baik, namun militer Pemerintah Hindia Belanda akhirnya kalah. Setelah Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan (pasca pendudukan Inggris, 1816), Pemerintah Hindia Belanda mulai merenovasi benteng-benteng. Benteng Meester Cornelis sejak era VOC ditinggalkan, tetapi membangun baru benteng baru di arah hulu sungai di Meester Cornelis. Area benteng lama ini kini berada di ujung jalan Berlan di sisi sungai Tjiliwong. Benteng baru kini tepat berada di sisi jembatan Jatinegara (ke arah Bukit Duri/Manggarai). Benteng baru ini kemudian menjadi pusat altileri. Kawasan antara dua benteng di Meester Cornelis inilah kemudian, seperti disebut di atas, sekolah-sekolah terkait militer tersebut di selenggarakan. Sekolah Militaire School dibangun baru di seberang jalan dari gang/jalan ke benteng lama (lihat Peta 1866; sekitar jalan Pal Meriam yang sekarang).

Sekolah Militer di Meester Cornelis, meski ada jeda waktu, dapat dikatakan adalah suksesi Militaire Sechool di Semarang. Seperti dideskripsikan di atas, mengapa begitu lama sekolah militer absen, pendirian sekolah militer di Meester Cornelis diduga kuat karena untuk memenuhi kebutuhan militer untuk memperkuat militer di barisan Eropa/Belanda. Sementara pasukan ‘militer’ di barisan pribumi (Barisan Madoeran dan Barisan Mangkoenegaraan) sudah cukup berkembang. Sekolah militer di Meester Cornelis ini juga akan dimungkinkan untuk menerima kadet dari pasukan pribumi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar