Minggu, 24 Maret 2024

Sejarah Padang Lawas (5): Kerajaan Panai di Sumatra, Utusan Moor Ibnu Batutah dan Penjelajah Nicolo Conti;Kerajaan Majapahit


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Lawas dalam blog ini Klik Disini

Sejarah adalah soal timeline yang berkesinambungan. Kerajaan-kerajaan di Padang Lawas tetap eksis sementara kerajaan kuat di Jawa berada di Kerajaan Majapahit. Pada masa Kerajaan Singhasari terdapat hubungan dengan Kerajaan Panai di Padang Lawas. Apakah kemudian kemudian hubungan tersebut masih berlaku pada era Kerajaan Majapahit. Pada masa inilah utusan Moor Ibnu Batutah dan penjelajah Nicolo Conti berkunjung ke pantai timur Sumatra.

 

Niccolò de' Conti seorang penjelajah berangkat dari Venesia tahun 1419. Serelah menetap di Damaskus, belajar bahasa Arab. Conti melintasi gurun ke Bagdad dan berlayar menyusuri sungai Tigris ke Basra. Masa ini juga ekspedisi Tiongkok dipimpin Zheng He. Conti kemudian berlayar melalui Teluk Persia ke Iran. Setekag belajar bahasa Persia, Conti kemudian menyeberangi laut Arab hungga di Gujarat dan mencapai Vijayanagar, ibu kota Deccan sebelum 1420 dan Maliapur di pantai timur India. Tahun 1421 Conti menyeberang ke Pedir di Sumatera bagian utara. Setelah satu tahun, Conti kemudian melanjutkan ke Tenasserim di Semenanjung Malaya. Lalu dari Burma berangkat ke Jawa dimana Conti menghabiskan sembilan bulan, sebelum lanjut ke Champa. Conti pulang melalui laut pada tahun 1439. Conti menggambarkan Asia Tenggara sebagai "yang melampaui semua kawasan lain dalam hal kekayaan, budaya dan kemegahan, serta berada di depan Italia dalam hal peradaban". Catatan perjalanan Conti konsisten dengan catatan penulis di kapal Cheng Ho, seperti Ma Huan (1433) dan Fei Xin (1436) (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Kerajaan Panai di Sumatra semasa utusan Moor Ibnu Batutah dan penjelajah Nicolo Conti? Seperti disebut di atas penting untuk memahami timeline sejarah Padang Lawas dengan menggunakan data sebanyak mungkin dari berbagai sumber. Perjalanan utusan Moor Ibnu Batutah dan penjelajah Nicolo Conti menjadi penting. Sementara itu di Jawa Kerajaan Majapahit tengah Berjaya. Lalu bagaimana sejarah Kerajaan Panai di Sumatra semasa utusan Moor Ibnu Batutah dan penjelajah Nicolo Conti? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Kerajaan Panai di Sumatra, Utusan Moor Ibnu Batutah dan Penjelajah Nicolo Conti; Kerajaan Majapahit

Bagaimana situasi dan kondisi peradaban masa lalu sangat tergantung dari data yang tersedia. Demikian halnya dengan sejarah peradaban kerajaan-kerajaan di nusantara seperti kerajaan Singhasari dan kerajaan Majapahit serta kerajaan-kerajaan di Padang Lawas. Bagaimana tingkat peradaban masing-masing sangat tergantung informasi yang tersedia di dalam data sejarah yang ada. Ilmu sejarah telah membatasi, sejarah adalah narasi fakta dan data, sejarah tentang suatu yang pernah terjadi yang didukung data. Lalu apakah ada data yang tidak mengindikasikan sesuatu terjadi? Dalam hal inilah satu sumber data tidak cukup.


Data sejarah adalah suatu proses pengumpulan data sejak kapan data itu ada, kapan ditemukan dan kapan digunakan. Semua itu tergantung bagaimana data itu terawetkan. Data tertulis secara eksplisit menginformasikan sesuatu. Tulisan pada prasasti menjadi penting di masa awal, dan teks tertulis dalam media lain seperti kertas yang berasal dari Eropa dan Tiongkok semakin memperkaya data yang ada. Dalam konteks inilah narasi sejarah masa lampau penting arti data, namun langka, tetapi masih dapat digabungkan dari berbagai sumber, sekalipun itu dari tempat yang jauh. Jika pun data dari sumber jauh itu tidak menujukkan secara langsung tetapi dapat dijadikan sebagai suatu perspektif untuk lebih memperjelas suatu kajian yang ingin diketahui. Seperti sebelumnya, apa makna yang dapat diambil dari perjalanan Marco Polo, demikian juga halnya makna laporan perjalanan Ibnu Batutah dalam membuat lebih terang sejarah Padang Lawas yang hanya berdasarkan data sumber dari prasasti. Semua itu kita berbicara secara horizontal. Sementara yang lebih penting, sifat informasi yang secara vertical dapat disusun ke dalam urutan waktu. Sejarah masa lampau, dalam hal ini Padang Lawas, adalah sejarah antar waktu, antar peristiwa yang berbeda di wilayah yang sama.

Selain prasasti, salah satu sumber sejarah nusantara yang tertulis adalah teks Negarakertagama (1365). Teks berbahasa Kawi ini ditemukan di kraton Tjakranegara di Lombok dalam Perang Bali 1896. Teks ini tidak menceritakan tentang Lombok tetapi diduga, menceritakan tentang Kerajaan Majaphit di Jawa (Modjokerto).


Saat teks Negarakertagama ditemukan tahun 1896, tidak satupun yang mampu membacanya. Hal itu karena teks ditulis dalam aksara Jawa kuno dan bahasa Jawa kuno (Kawi). Pemilik teks, Radja Karangasem di Lombok tentu saja tidak pernah mengetahui isinya, boleh jadi itu adalah suatu warisan yang perlu dipelihara dan dijaga dari kerusakan dan kehilangan. Dr Brandes adalah orang pertama membaca teks. Hasil awalnya dipandang sangat memuaskan karena Brandes adalah ahli bahasa-bahasa di India termasuk bahasa Sanskerta. Dr HN van der Tuuk adalah orang pertama yang mulai menyadari terjemahan Kern banyak salahnya, karena van der Tuuk menemukan ada perbedaan bahasa Kawi dengan bahasa-bahasa di India. Semua kaget, termasuk Prof Kern sendiri. Lalu kamus bahasa Kawi disusun dimana kontribusi van der Tuuk sangat banyak, yang mana saat itu van der Tuuk tengah mempelajari bahasa Bali (sejak 1870). Dengan kamus bahasa Kawi itulah kemudian teks Negarakertagama dapat dibaca dengan jelas. Hasil terjemahan kembali Dr Brandes teks Negarakertagama yang berasal dari era Kerajaan Majapahit (1365) kemudian dikritisi oleh Prog Kern yang dipublikasikan pada tahun 1919. Hasil publikasi Prof Kern inilah yang digunakan sebagai salah satu dalam tulisan ini.

Dalam teks Negarakertagama cukup banyak disebutkan nama-nama tempat di Sumatra bagian utara termasuk nama Pane dan (Padang) Lawas. Nama Pane diduga kuat nama Panai yang sudah lama dikenal. Dalam teks tidak disebut Sumatra tetapi oleh orang Jawa disebut pulau Melayu. Demikian juga dengan nama Kalimantan disebut Tanjung Pura. Di pulau Melayu terdapat sejumlah nama yakni (Prof Kern): Jambi, Palembang, Tëba (yaitu menurut pengucapan daerah Batak. Toba), Dharmagraya, Kandis, Kahwas, Manangkabo, Siyak, Rëkan (sekarang Rokan), Kampar, Pane, Kampe, Haru, Mandahiling, Tumihang (baca Tamihang), Parlak, Barat, Lwas, Samudra, Lamuri, Batan, Lampung dan Barus.


Dalam Zang-12 disebutkan “Seperti Bulan dan Matahari, kota Tikta-griphala yang tiada bandingannya, cemerlang menggantikan sinarnya (Matahari dan Bulan)/ Ada banyak tempat tinggal yang berbeda, masing-masing dengan keindahan yang berbeda. Seperti planet-planet lainnya, banyak kota lain yang dipimpin oleh Daha, dan pulau-pulau lainnya, semuanya negara bawahan, mencari dukungan membuat penampilan mereka besar”. Lalu kemudian pada Zang-13 dan Zang-14 daftar nama tempat, termasuk nama-nama di pulau Melayu di atas.

Dalam hal ini nama pulau Melayu oleh orang Jawa adalah nama kolektif untuk wilayah-wilayah di Sumatra. Sebagaimana jauh sebelum itu dalam catatan prasasti dari tahun 1208 menyatakan bahwa seluruh pulau (Sumatra) dikenal sebagai Suwarnabhümi. Lantas sejak kapan orang Jawa menyebut pulau Melayu?


Nama pulau Melayu diduga bermula dari era Singhasari. Disebut daerah di hulu sungai Batanghari tunduk pada (pulau) Jawa yang disebut dengan Malayu, dan belakangan masih dalam bahasa Jawa kerajaan Mënangkabau disebut menyandang nama Malayupura. Hal itulah diduga yang menjadi mungkin anggapan bahwa Malayu asal-usulnya nama wilayah Sumatera yang pertama kali ditaklukkan oleh Jawa (Singhasari).

Dalam teks Negarakertagama (1365) nama Pane dan Mandahiling (plus Rekan/Rokan dan Barus) dalam konteks Padang Lawas. Dalam teks juga disebut Parlak, Samudra dan Batan serta Lamuri. Seperti disebut sebelumnya dalam perjalanan Marco Polo (1271) menyebut nama Batan dan Ferlak. Sementara di masa lampau (prasasti Tanjore, 1030) disebut nama Panai dan Lamuri. Lalu dalam perjalanan Ibnu Batutah (1345) menyebut nama Samodra.


Nama Panai/Pane dan Lamuri diduga kuat menjadi dua diantara nama tertua di Sumatra bagian utara. Nama Panai dalam hal ini diduga merupakan nama yang menonjol setelah di masa lampau disebut nama Minanga/Binanga (prasasti Kedoekan Boekit, 682). Dapat ditambahkan disini, catatan Tiongkok era dinasti Soeng II antara 905 dan 1178 disebut nama San-bo-tsai (atau San-fo-ts'i) yang diduga kuat adalah Tambusai (nama tempat yang berada diantara Mandahiling dan Rokan serta Pane). Sementara itu, dalam catatan Eropa sudah disebut nama Barus pada abad ke-5. Keberadaan nama Barus versi Eropa tersebut kini semakin diperkuat dengan nisan orang Arab di Barus yang berasal dari abad ke-6. Barus dan Minanga/Pane serta Tambusai adalah nama-nama yang dapat dikatakatan tiga nama tempat tertua di Sumatra bagian utara. Wilayah diantara tiga tempat inilah yang diduga di masa lampau dalam catatan geografis Ptolomeus (abad ke-2) sebagai nama Tacola. Dalam prasati Tanjore (1030) nama tersebut muncul sebagai nama yang diduga Takkolam (Angkola?).

Lalu seberapa penting nama Pane di Padang Lawas bagi Majapahit di Jawa? Seperti disebut sebelumnya, ada hubungan yang erat antara Panai di Sumatra dengan Singhasari di Jawa (dalam hubungannya dengan agama Boedha Batak sekte Bhirawa). Lalu bagaimana kemudian Pane di Padang Lawas berada di bawah Majapahit seperti yang disebut dalam teks Negarakertagama 1365?


Majapahit adalah sebuah kemaharajaan berpusat di Mojokerto, Jawa Timur berdiri tahun 1293. Kemaharajaan ini didirikan oleh Raden Wijaya menantu Kertanagara, maharaja Singhasari terakhir. Pada tahun 1289 datang utusan Kubilai Khan meminta agar Kertanagara tunduk kepada kekuasaan Mongol. Kertanagara menolak permintaan itu. Untuk membalas hal itu, beberapa tahun kemudian Kubilai Khan mengirim pasukan untuk menaklukkan Singhasari. Pasukan tersebut mendarat di Jawa tahun 1293 di mana saat itu Kertanagara telah lebih dulu meninggal akibat pemberontakan Jayakatwang. Pada tahun 1292, Jayakatwang merupakan keturunan Kertajaya raja terakhir Kadiri memberontak bergerak menyerang Singhasari. Kertanagara mengirim kedua menantunya, yaitu Raden Wijaya putra Lembu Tal dan Ardharaja putra Jayakatwang untuk melawan. Tetapi Ardharaja berkhianat dan kemudian bergabung ke dalam pasukan ayahnya. Saat pasukan menyerang, Kertanagara sedang mengadakan upacara ritual keagamaannya. Kertanagara lalu keluar menghadapi serangan pasukan musuh, tetapi akhirnya ia tewas terbunuh. Jayakatwang merupakan ipar, sekaligus besannya Kertanegara. Pemerintahan Wangsa Rajasa kemudian diteruskan oleh menantunya yaitu Raden Wijaya, dengan mendirikan kerajaan Majapahit pada tahun 1293. Tentang Majapahit ini berdasarkan Pararaton, Nagarakertagama, sumber Tiongkok dan lainnya. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk. Ketika naik tahta Hayam Wuruk baru berusia 16 tahun (Wikipedia)

Pada tahun 1336 Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih di Majapahit. Saat pengangkatannya itu, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit. Seperti disebut di atas pada tahun 1345 utusan Moor Ibnu Batutah berkunjuung ke pantai timur Sumatra di Samodra.


Dalam Wikipedia disebutkan Ibnu Battuta dalam perjalanannya antara tahun 1332–1347 mengunjungi tempat yang disebut "Mul Jawa" (pulau Jawa atau Jawa Majapahit, kebalikan dari "al-Jawa" yang mengacu pada Sumatra). Negeri itu membentang sebesar 2 bulan perjalanan, dan memerintah negara Qaqula dan Qamara. Dia tiba di kota bertembok bernama Qaqula/Kakula, dan mengamati bahwa kota itu memiliki kapal perang untuk bajak laut yang merampok dan mengumpulkan tol dan gajah dipekerjakan untuk berbagai tujuan. Dia bertemu dengan penguasa Mul Jawa dan tinggal sebagai tamu selama tiga hari. Ibnu Battuta mengatakan bahwa perempuan Jawa menunggang kuda, memahami cara memanah dan berperang seperti laki-laki. Ibnu Battuta mencatat sebuah cerita tentang sebuah negara bernama Tawalisi yang menentang raja China (Dinasti Yuan) dan berperang dengannya menggunakan banyak kapal jung sampai dia berdamai dengan syarat tertentu.

Dalam laporan perjalanannya, Ibnu Batutah setelah di Samudra Pasai lalu ke Tiongkok melalui Jawa. Mengapa Ibnu Batutah ke Jawa? Disebutkan dalam awal perjalanan Ibnu Batutah pada tahun 1326 bertemu dengan seorang ahli agama Sjeh Burhanudin di Aleksandria mengatakan kepada Ibnu Batutah bahwa kelak engkau bertemu dengan saudaraku Faridudin di India, Rukanudin di Sindi, dan Burhanudin di Tiongkok.


Meski demikian, kesultanan (kerajaan Islam) terjauh di timur menurut Ibnu Batutah hanya di Samudra Pasai. Besar dugaan orang-orang Moor inilah yang memberi pengaruh besar dalam pertumbuhan dan perkembangan Islam di nusantara. Ibnu Batutah juga menyebut bahwa orang-orang Islam di pantai barat India dari golongan mazhab Maliki sebagaimana juga di kesultanan Samudra Pasai.

Saat ini di Tiongkok, termasuk Canton berada di bawah kekuasaan orang Mongol (bangsa yang sama juga sebelumnya pernah menduduki Persia hingga Irak). Sementara itu menurut Ibnu Batutah yang pernah ke Delhi (utara India) adalah sisa kesultanan Islam yang masih tersisa yang luput dari serangan Mongol.


Dalam risalah Ibnu Batutah disebut seorang raja pribumi Sumatra. Siapakah itu? Selain itu dalam risah Ibnu Batutah pada tahun 1345 yang singgah di Kesultanan Pasai juga disebut Al Jawa. Ibnu Batutah menyebut sultan Samudara rajin beribadah dengan tingkat ketekunan yang tinggi, dan kerap memerangi kaum penyembah berhala di kawasan itu. Ibnu Batutah meriwayatkan bahwa Pulau Sumatra kaya akan kapur barus. Siapa raja pribumi Sumatra yang diduga penyembah berhala? Al Jawa inilah diduga yang menjadi nama aksara Jawi. Sebagaimana prsasti tertua ditemukan dalam prasasti Trengganu. Sementara itu Jika di Jawa masih beragam Hindu (sebagaimana risalah Ibnu Batutah yang pernah berkunjung) dan di Tiongkok hanya ada pekampongan Islam, lantas apakah yang memberi titah di Trengganu sebagaimana pada teks Prasasti Trengganu, adalah kesultanan Samudara Pasai? Sementara radja pribumi Sumatra masih menyembah berhala. Sekali lagi: siapa itu Radja Sumatra?

Seperti disebut dalam risalah Ibnu Batutah raja pribumi Sumatra yang kuat selalu bersitegang dengan Kesultanan Samudra Pasai (golongan Islam versus golongan penyembah berhala—Hindu/Budha). Sebagaimana Schnitger, 1936 menyebutkan kerajaan di Padang Lawas memiliki kepercayaan sekte tersendiri dari Budha yang disebutnya sebagai sekte Bhairawa (agama Batak kuno).


Masih menurut Schnitger, dua raja terkenal yang menjadi pendukung fanatic agama Budha Batak ini adalah raja Kertanegara (di Singosari-Jawa) dan raja Adityawarman (di Dharmasraya-Sumatra bagian tengah). Dalam konteks inilah diduga yang menyebabkan ruang ekspansi Kesultanan Samudara Pasai terbatas. Lalu bagaimana dengan Majapahit dari Jawa? Seperti disebut di atas hubungan keagamaan ini sudah ada sejak era Singhasari.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kerajaan Majapahit: Suksesi Kerajaan Singhasari dan Atyawarman Pendukung Fanatik Agama Boedha Batak Sekte Bhirawa

Dalam risalah Ibnu Batutah raja pribumi Sumatra yang kuat selalu bersitegang dengan Kesultanan Samudra Pasai (golongan Islam versus golongan penyembah berhala). Radja Sumatra ini haruslah diartikan berada di Sumatra bagian utara (yang kaya dengan kamper). Dalam teks Negarakertagama disebut kerajaan-kerajaan yang berada di Sumatra bagian utara adalah Tëba (Toba), Dharmagraya, Kandis, Kahwas, Manangkabo, Siyak, Rëkan (Rokan), Kampar, Pane, Kampe, Haru, Mandahiling, Tumihang (Tamihang), Parlak, Barat, Lwas, Samudra, Lamuri dan Barus.


Dalam risalah Ibnu Batutah tidak ada indikasi Samodra berada di bawah supremasi Jawa. Apakah kunjungan Ibnu Batutah ke Jawa sebelum ke Tiongkok mengindikasikan Samodra berada di bawah Jawa? Lantas mengapa Ibnu Batutah menyebut Radja Sumatra terus bersitegang dengan Samodra? Bagaimana posisi Jawa dalam hal ini? Catatan: Teks Negarakertagama ditulis tahun 1365, sementara kunjungan Ibnu Batutah terjadi pada tahun 1345. Ada rentang waktu selama 20 tahun. Selama dua decade banyak kemungkinan yang terjadi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar