*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa Cina di blog ini Klik Disini
Ongkiehong adalah satu nama marga baru di Indonesia
pada era Pemerintah Hindia Belanda. Ongkiehong awalnya nama satu orang Cina:
Ong Kie Hong. Dalam hal ini Ong (ditempatkan di depan nama) adalah nama marga
asli. Pembentukan nama marga baru itu diusulkan kepada pemerintah dan kemudian
diputuskan pengadilan. Tentu saja juga ada orang Eropa yangt melakukannya. Diantara
orang pribumi juga ada yang membentuk marga baru, seperti Salim (salah satu
yang terkenal Agus Salim).
Marga China di Indonesia dan Nama Marga Tionghoa Versi Indonesia. 16 April 2024. Orang Tionghoa yang berada di Indonesia mempunyai nama marga Tionghoa khusus. Kemudian dari beberapa marga tersebut telah muncul nama versi Indonesia. Inilah beberapa nama marga China di Indonesia yang sering digunakan oleh masyarakat Tionghoa-Indonesia, yakni: Cia/Tjia; Kang/Kong; Gouw/Goh; Lee/Lie; Lauw/Lau; Oey/Ng/Oei; Tan; Ong; Tio/Thio/Theo/Teo; Hoan / Hwan; Lim; Nama Marga China Versi Indonesia: 1. Chen : Tan, Tjhin (Tanudisastro, Tanto, Tanutama, Tanu, Tansil, Tanusautra, Tanadi, Tanujaya, Tanuwijaya, Tandiono, Tanasal, dan Tanzil). 2. Zeng :Cheng, Tsang, Tjan (Tjandra atau Chandra). 3. Han: Han (Handaya, Handjojo, Handojo, Handoyo, dan Hantoro). 4. Lim: Lin (Salim, Halim, dan Alim). 5. Guo: Kuo, Kwee, Kwik (Kusuma atau Kusumo, Kartawiharja, dan Kumala) (https://kumparan.com/)
Lantas bagaimana sejarah Heinrich Frederik (HF) Ongkiehong raih doktor kedokteran 1922? Seperti disebut di atas Ongkiehong adalah salah satu marga (nama keluarga) yang dibentuk di Indonesia pada era Pemerintah Hindia Belanda. Salah satu yang menggunakan nama baru itu adalah Heinrich Frederik Ongkiehong dari keluarga besar marga Ongkiehong di Amboina yang meraih gelar pendidikan tertinggi di Leiden. Lalu bagaimana sejarah Heinrich Frederik Ongkiehong raih doktor kedokteran 1922? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.
Heinrich Frederik Ongkiehong Raih Doktor Kedokteran 1922; Keluarga Besar Marga Ongkiehong di Amboina
Ong Kie Hong di Amboina mendapat status kesetaraan dengan orang Eropa/Belanda (naturalisasi) pada tahun 1894 (lihat Staatsblad van Nederlandsch-Indië voor, 1894). Status kesetaraan dengan orang Eropa/Belanda tersebut berdasarkan beslit No 19 tanggal 13 Juni 1894 (Stbls No 122/1894). Ong Kie Hong menjabat sebagai Wijkmeester (semacam lurah) di Wijk-A kota Amboina (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1897). Ong Kie Hong di Amboina adalah pemilik pabrik es dan toko buku (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1898).
Nederlandsche staatscourant, 17-05-1904. Kementerian Koloni. Ong Kie Hong, atas permintaan tertanggal 15 Desember 1903 di Ambon, telah meminta izin dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda, atas nama anak-anak sahnya yang masih di bawah umur, 1. Geannio, 2. Sioknio, 3. Sioe Djien, 4. Hean Koen, 5. Kok Seang, 6. Siem Seeng, 7. Hok Liong, 8. Siennio, 9. Tjoen Lioe, 10. Ban Lie, 11. Aan Nio, 12. Ean Nio, 13. Tjong Nio dan 14. Lo, untuk mengubah nama keluarga mereka "Ong" menjadi "Ongkiehong", dan dengan demikian menyebut dan menulis dirinya sendiri "Ongkiehong". Pengumuman ini dibuat sesuai dengan ketentuan tentang perubahan nama, sebagaimana tercantum dalam Pasal-6 dan Pasal-7 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Hindia Belanda, yang terakhir sebagaimana diubah dengan Indisch Staatsblad 1883, No. 190, dan sehubungan dengan Pasal-63 dan Pasal-64 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda.
Dengan status
kesetaraan orang Eropa/Belanda dan kedudukannya secara ekonomi (pedagang) dan
sosial (wijkmeester) tampaknya telah melihat ke masa depan. Ong Kie Hong pada
tahun 1904 mengajukan ke pemerintah untuk menggunakan namanya (Ong Kie Hong)
sebagai nama yang akan dipakai anak-anaknya di belakang nama mereka sebagai
nama keluarga (marga) Ongkiehong. Hal serupa ini saat itu lazim termasuk
keluarga Salim di Tandjoeng Pinang yang salah satu yang menggunakan nama marga
Salim tersebut adalah Agus Salim (nama lama Masjoedul Hakh Salim).
Pada tahun 1906 salah satu anak Ong Kie Hong bernama Sioe Djien Ongkiehong lulus ujian akhir jurusan machinisten (mesin) di sekolah BAS (Burgeavond School) di Soerabaja (lihat De Preanger-bode, 25-04-1906), Sekolah BAS adalah sekolah yang diselenggarakan sore hari dengan lama studi empat tahun. Sekolah BAS ini pada masa ini semacam sekolah kejuruan SMK. Siswa yang diterima lulusan sekolah dasar Eropa (ELS). Sementara itu saudaranya Hean Koen di sekolah yang sama juga dinyatakan lulus ujian akhir untuk jurusan bouwkundigen (konstruksi) (lihat De nieuwe vorstenlanden, 25-05-1906). Pada tahun 1907 KS (Kok Seang) Ongkiehong di sekolah BAS jurusan mesin lulus ujian transisi naik dari kelas satu ke kelas dua (lihat Soerabaijasch handelsblad, 07-05-1907).
Ong Kie Hong sangat
menyadari anak-anaknya harus bersekolah, meski sekolah yang ada jauh dari
Amboina. Sebagai pemilik toko buku, boleh jadi mengetahui buku apa saja yang
perlu diberikan kepada anak-anaknya. Fakta bahwa anak-anaknya cukup berhasil di
sekolah menengah (BAS). Pada tahun 1908, Ong Kie Hong kembali mengajukan ke
pemerintah untuk anaknya yang masih berada di bawah umur Tjong Piet untuk
menggunakan nama (marga/nama belakang) Ongkiehong (lihat Nederlandsche
staatscourant, 19-12-1908).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Keluarga Besar Marga Ongkiehong di Amboina: Geannio, Sioknio, Sioe Djien, Hean Koen, Kok Seang, Siem Seeng, Hok Liong, Siennio, Tjoen Lioe, Ban Lie, Aan Nio, Ean Nio, Tjong Nio dan Lo
Orang tua yang berpandangan jauh ke depan, Ong Kie Hong di Ambon dikabarkan telah meninggal dunia. Kabar itu diperoleh melalui berita keluarga yang dimuat dalam surat kabar yang terbit di Batavia, Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 28-05-1914. Disebutkan, hari ini ayah kami tercinta, Bapak Ong Kie Hong, telah meninggal dunia dengan tenang dan damai setelah melalui masa penderitaan yang singkat, pada usia 53 tahun. Atas nama keluarga: HC Ong Kie Hong dan SE Ong Kie Hong. Ambon, 18 Mei 1914.
Ong Kie Hong, usia 53 tahun meninggal dunia di Ambon pada tanggal 18 Mei 1914. Ong Kie Hong meninggalkan banyak anak, banyak pula yang bersekolah. Orangtua yang baik, orang tua yang memiliki kehormatan. Kehormatannya kini berada di tangan anak-anaknya. Salah satu anaknya, Sioe Djien Ongkiehong telah meraih gelar insinyur elektro di Belanda dan bekerja di Buenos Aires, Argentina. Beberapa anaknya yang lain tengah studi di Groningen dan Haarlem. Tentu saja masih ada beberapa yang masih kecil di Ambon seperti Tjong Piet Ongkiehong.
Keluarga Ong Kie Hong adalah suatu fenomena yang jarang terjadi pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Banyak anak banyak yang bersekolah. Hal serupa ini bahkan tidak pernah ditemukan di keluarga Eropa/Belanda. Pembentukan marga baru Ongkiehong menjadi semangat baru bagi keluarga Ong Kie Hong terutama anak-anaknya yang kini telah menyandang nama marga (nama belakang) Ongkiehong. Bagaimanapun Ong Kie Hong telah tiada. Seseorang memberitahukan nama anak-anak alm Ong Kie Hong dengan nama Eropa di depan nama marga Ongkiehong.
Bataviaasch nieuwsblad, 15-07-1914: ‘Era Asosiasi, Asimilasi, dsb. Pengiriman sejumlah keperluan untuk negara di Ambon pada tahun 1913-1915, setelah melalui tender, diserahkan pada tahun 1912 kepada seorang Cina yang disegani di sana, Ong Kie Hong. Kontraktor untuk layanan publik ini telah meninggal dunia pada saat itu dan kewajiban yang telah dibuat sebagai akibatnya jatuh kepada ahli waris. Sekarang lihat daftar ahli waris berikut ini: Sioe Djien Ongkiehong, insinyur elektroteknik, di Buenos Ayres. Henry Coenraad Ongkiehong, dan Sim Son Egbert Ongkiehong, keduanya pedagang di Amboina. Heinrich Frederik Ongkiehong, tanpa profesi di Groningen. Gretha Helena Ongkiehong, Sien Everdina Ongkiehong, Theodorus Leonardus Ongkiehong, dan Bastiaan Lodewijk Ongkiehong, semuanya tanpa profesi di Haarlem. Anna Lucia Ongkiehong, Theodora Johanna Ongkiehong, Erna Louisa Ongkiehong, Laura Charlotte Ongkiehong, Tony Piet Ongkiehong, dan Sebastien Theresia Ongkiehong, semuanya tanpa profesi di Amboina’.
Berita meninggalnya Ong Kie Hong, tampaknya salah satu
dari anak-anaknya di Belanda, HF Ongkiehong pulang ke kampong halaman (lihat Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 08-09-1914). Disebutkan kapal ss
Vondel berangkat dari Amsterdam tanggal 1 Agustus 1914 dimana salah satu
penumpang HF Ongkiehong.
TL Ongkiehong dan Sun E Ongkiehong belum lama selesai ujian sekolah di
Haarlem (lihat Nieuwe Haarlemsche courant, 14-07-1914). Disebutkan di sekolah
HBS di Haarlem melakukan ujian transisi, naik dari kelas dua ke kelas tiga
diantaranya TL Ongkiehong dan naik dari kelas tiga ke kelas empat Sun E
Ongkiehong. Sementara itu HF Ongkiehong lulus ujian akhir di sekolah HBS di
Groningen (lihat Provinciale Drentsche en Asser courant, 23-07-1914).
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar