Jumat, 18 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (478): Pahlawan Indonesia dan Teori Proto Deutro Melayu; Asal Usul - Teori Penduduk Asli Nusantara

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Banyak teori yang membingkai asal usul (suku-suku) bangsa Indonesia (baca: Nusantara). Namun diantaranya ada yang tabrakan. Ada yang percaya telah terjadi migrasi dari Tiongkok/Indochina ke wilayah kepulauan. Ada pula yang menghubungkan teori itu dengan teori paparan Sahul (satu daratan Asia dengan Sumatra, Jawa dan Borneo). Tentu saja lupa mempertimbangkan eksistensi manusia purba di Jawa. Penggunaan terminologi Melayu juga tampaknya kurang pas jika dihubungkan dengan asal usul. Hal ini karena (bahasa) Melayu hanyalah suksesi (bahasa) Sanskerta.

Proto-Melayu atau Melayu Tua adalah istilah usang untuk menyebut ras Melayu "gelombang" pertama dari dua "gelombang" migrasi yang dulu diperkirakan terjadi dalam pendudukan Nusantara oleh penutur bahasa Austronesia. Menurut teori "dua gelombang" ini, termasuk Melayu Tua di Indonesia adalah: Gayo (Aceh); Batak (Sumatra Utara); Nias (pantai barat Sumatra Utara); Minangkabau (Sumatra Barat); Kerinci (Jambi); Besemah (Sumatra Selatan); Rejang (Bengkulu); Lampung (Lampung); Toraja (Sulawesi Selatan); Sasak (Lombok); Dayak (Kalimantan). Teori ini secara resmi tidak lagi diakui penggunaannya, karena para arkeolog menyimpulkan bahwa tidak ada dasar arkeologi yang berarti yang menunjukkan adanya perbedaan antara Proto-Melayu dan Deutero-Melayu. Di Malaysia, istilah Proto-Melayu masih digunakan untuk sebuah suku yang bernama Orang Asli. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah asal usul (suku) bangsa di Nusantara? Seperti disebut di atas, sejarah asal usul bangsa di Nusantara/Indonesia disebut dua tahap yang dibingkai sebagai proto Melayu dan deutro Melayu. Tentulah itu sangat naif. Lalu bagaimana sejarah asal-usul bangsa di Nusantara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 17 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (477): Pahlawan Indonesia-Abdoel Rivai Docter Djawa Studi Kedokteran di Belanda;Naturalisasi Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia nama Abdoel Rivai sering disebut. Abdoel Rivai memulai pendidikan di sekolah Docter Djawa School di Batavia yang kemudian aktif dalam bidang jurnalistik. Abdoel Rivai melanjutkan studi kedokteran di Belanda. Sebelum kembali ke tanah air, Abdoel Rivai termasuk salah satu yang dinaturalisasi menjadi warga negara Belanda. Tokoh lainnya juga termasuk [Hadji] Agoes Salim.

Abdoel Rivai (13 Agustus 1871 – 16 Oktober 1937) adalah dokter dan wartawan, orang Indonesia pertama yang menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu dari luar negeri (Eropa), juga pribumi Indonesia pertama meraih gelar doktor. Rivai dianugerahi gelar sebagai Perintis Pers Indonesia pada tahun 1974 oleh Pemerintah Indonesia. Abdoel Rivai lahir dari pasangan Abdul Karim dan Siti Kemala Ria. Ayahnya bekerja sebagai guru. Pada tahun 1886, dia diterima bersekolah di STOVIA dan pada tahun 1894 ditugaskan menjadi dokter di Medan. Tahun 1899, Rivai melanjutkan pendidikan ke Belanda. Rivai merupakan orang Hindia pertama yang bersekolah kedokteran di Belanda, dan berhasil menyelesaikan pendidikan kedokterannya pada tahun 1907. Ia kemudian melanjutkan studi doktoralnya di Universitas Gent, Belgia dan lulus pada 23 Juli 1908. Pada awal abad ke-20 Rivai terlibat perdebatan dengan A.A Fokker, pejabat Belanda yang mengklaim lebih fasih berbahasa Melayu ketimbang orang Melayu sendiri. Akibat kegemilangannya dalam berdebat, Rivai diperbolehkan sekolah di Utrecht. Pada tahun 1900 Rivai memprakarsai surat kabar Pewarta Wolanda. Kendati terbit dari Amsterdam, bersama Henri Constant Claude Clockener Brousson, Rivai menerbitkan Bendera Wolanda pada 15 April 1901. Juga bersama Brousson, ia mendirikan usaha penerbitan Bintang Hindia pada Juli 1902. Selanjutnya, Rivai memutuskan untuk keluar dari Bintang Hindia pada tahun 1907, hingga akhirnya Bintang Hindia ahun 1910 berakhir. Setibanya dari Belanda tahun 1911, Rivai turut mendukung pembentukan Indische Partij (IP) di Sumatra. Tahun 1913 IP dibubarkan dimana mantan aktivisnya kemudian mendirikan Insulinde. Pada tahun 1918, ia diangkat anggota Volksraad mewakili Insulinde. Ia kemudian menetap di Jakarta, sebagai pembantu utama surat kabar Bintang Timur. Sementara itu surat kabar Pewarta Deli, Medan menyebutnya Sebagai "Bapak dalam golongan Jurnalistik". (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Abdoel Rivai? Seperti disebut di atas, nama Abdoel Rivai sudah sering disebut sejak doeloe dan narasi sejarahnya terbilang sudah cukup lengkap ditulis. Namun tentu saja masih perlu ditulis ulang karena ditemukan babnyak data baru yang tidak terdapat dalam narasi lama. Lalu bagaimana sejarah Abdoel Rivai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (476): Pahlawan Indonesia - Penemuan Pedalaman Sulawesi; Suku Makki dan Toradja di Jantung Celebes

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Penemuan pedalaman Sulawesi tidak sesulit penemuan pedalaman Sumatra dan Kalimantan. Penemuan pedalaman Sulawesi mirip penemuan pedalaman Jawa. Perbedaannya adalah kurun waktu dan tingkat peradaban (perkembangan penduduk) penduduk di pedalaman pada masa penemuan. Namun situs kuno yang terdapat di pedalaman Sulawesi sudah terbilang sangat tua seperti menhir.

Sulawesi dahulu dikenal sebagai Celebes adalah sebuah pulau di Indonesia. Sulawesi merupakan salah satu dari empat Kepulauan Sunda Besar. Bentang alam di Sulawesi mencakup empat semenanjung, yakni Semenanjung Utara, Semenanjung Timur, Semenanjung Selatan, dan Semenanjung Tenggara. Ada tiga teluk yang memisahkan semenanjung-semenanjung ini, yaitu Teluk Tomini (Teluk Gorontalo) yang membentang di wilayah perairan selatan dari Semenanjung Minahasa, Semenanjung Gorontalo, dan Semenanjung Tomini (Tomini Bocht), Teluk Tolo di antara Semenanjung Timur dan Tenggara, dan Teluk Bone di antara Semenanjung Selatan dan Tenggara. Sulawesi juga terletak di antara pertemuan tiga lempeng, yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan Sulawesi memiliki struktur tektonik yang sangat kompleks. Nama Sulawesi diperkirakan berasal dari kata dalam bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah yaitu kata sula yang berarti nusa (pulau) dan kata mesi yang berarti besi (logam), yang mungkin merujuk pada praktik perdagangan bijih besi hasil produksi tambang-tambang yang terdapat di sekitar Danau Matano, dekat Sorowako, Luwu Timur. Sedangkan bangsa/orang-orang Portugis yang datang sekitar abad 14–15 masehi adalah bangsa asing pertama yang menggunakan nama Celebes untuk menyebut pulau Sulawesi secara keseluruhan. Pulau ini terbentuk melalui lekukan tepi laut dalam yang mengelilinginya hingga wilayah pedalaman berupa pegunungan yang tinggi dan sebagian besar nonvulkanik. Gunung berapi aktif ditemukan di Semenanjung Minahasa yang berada di sisi timur dari Semenanjung Utara Sulawesi dan terus membentang ke utara menuju Kepulauan Sangihe. Daerah ini merupakan tempat bagi beberapa gunung berapi aktif seperti Gunung Lokon, Gunung Awu, Soputan, dan Karangetang. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah penemuan wilayah pedalaman Sulawesi? Seperti disebut di atas, wilayah pedalaman Sulawesi meski sudah diketahui sejak jaman kuno karena jarak yang dekat antar pantai, namun bagaimana situasi dan kondisi di pedalaman tidak pernah diketahui. Tidak ada ekspedisi khusus yang dilakukan untuk mencapai pedalaman hanya berdasarkan laporan individu yang pernah ke pedalaman. Lalu bagaimana sejarah penemuan wilayah pedalaman pulau Sulawesi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 16 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (475): Pahlawan Indonesia - Go Hwan Tjiang di Rotterdam; Mohamad Hatta dan Perhimpunan Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia banyak tokoh yang tercecer, dan tidak terinformasikan. Hal itu karena dalam penulisan narasi sejarah Indonesia umumnya yang digunakan adalah Hukum Bilangan Besar. Tokoh sejarah dari golongan minoritas terbaikan atau sengaja disingkirkan. Namun sejarah adalah sejarah. Sejarah sendiri adalah narasi fakta dan data. Nama Go Hwan Tjiang luput dari perhatian para ahli sejarah. Padahal Go Hwan Tjiang sama-sama diwisuda di Universitet Rotterdam.

Dalam laman https://www.openarch.nl dicatat nama Go Hwan Tjiang. Lahir di Bandjarmasin tanggal 15 Oktober 1906, menikah di Rotterdam pada tahun 1937.  Go Hwan Tjiang meninggal di Rotterdam pada tahun 1962. Hanya itu. Banyak tokoh-tokoh sejarah seperti GO Hwan Tjiang ini yang yang hilang begitu saja. Namun semua tokoh sejarah memiliki hak untuk diinformasikan. Sebab merekalah yang lebih dahulu berkiprah sebelum kita yang sekarang. Sudah menjadi tugas bersama untuk mendokumentasikan sejarah Indonesia, apapun ras, agama dan perilakunya. Dengan demikian generasi yang akan datang dapat mengetahui sejarah yang pernah terjadi di masa lampau.

Lantas bagaimana sejarah Go Hwan Tjiang? Seperti disebut di atas, nama Go Hwan Tjiang nyaris tidak ada yang mengenalnya dan karena itu namanya tidak terinformasilan. Namun sejarah adalah sejarah. Lalu bagaimana sejarah Go Hwan Tjiang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (474): Pahlawan Indonesia dan Penemuan Pedalaman Borneo 1824-1863;Peta Pulau Taprobana Abad ke-2

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada dua masa sejarah tentang penemuan/identifikasi pulau Borneo (kini Kalimantan). Peta Ptolomeus pada abad ke-2 telah disalah interpretasi seribu tahun kemudian. Hingga sejauah ini seperti yang dicatat Wikipedia, pulau Taprobana itu adalah pulau Sri Lanka. Namun di dalam blog ini sudah diidentifikasi dengan cermat pulau Taprobana itu adalah pulau Kalimantan. (Lihat Sejarah Menjadi Indonesia (77): Taprobana adalah Borneo; Kapuas, Kahayan, Barito. Mahakam, Kayan, Sugut Pulau Kalimantan). Peristiwa kedua pada era Hindia Belanda tentang identifikasi pedalaman pulau Borneo.

Taprobana was the name by which the Indian Ocean island of Sri Lanka was known to the ancient Greeks. Reports of the island's existence were known before the time of Alexander the Great as inferred from Pliny. The treatise De Mundo, supposedly by Aristotle (died 322 BC) but according to others by Chrysippus the Stoic (280 to 208 BC), incorrectly states that the island is as large as Great Britain (in fact, it is only about one third as big). The name was first reported to Europeans by the Greek geographer Megasthenes around 290 BC. Herodotus (444 BC) does not mention the island. The first Geography in which it appears is that of Eratosthenes (276 to 196 BC) and was later adopted by Claudius Ptolemy (139 AD) in his geographical treatise to identify a relatively large island south of continental Asia. Taprobana is undoubtedly the present day Sri Lanka when referring the map.  The identity of Ptolemy's Taprobane has been a source of confusion, but it appeared to be the present day Sri Lanka on the medieval maps of Abu-Rehan (1030) and Edrisi (1154) and in the writing of Marco Polo (1292). However, on the maps of the Middle Ages, the fashion of using Latinised names and delineating places with fanciful figures contributed to absurd designs and confusion regarding the island and Sumatra. In the fifteenth century, Niccolò de' Conti mistakenly identified Taprobana with a much smaller island. Taprobana/Ceylon/Sri Lanka is marked in the 1507 Martin Waldseemuller map. The question of whether the Taprobana shown on Ptolemy's map was Sri Lanka or Sumatra resurfaced with the display of Sebastian Munster’s 1580 map of Taprobana, carrying the German title, Sumatra Ein Grosser Insel, meaning, "Sumatra, a large island". (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah penemuan wilayah pedalaman Borneo? Seperti disebut di atas, wilayah pedalaman Borneo menjadi teka-teki sejak era Portugas, era VOC hingga era Pemerintah Hindia Belanda. Hal itu karena tidak seorang pun yang berhasil memberi gambaran yang sebenarnya. Lalu bagaimana sejarah penemuan wilayah pedalaman pulau Borneo/Kalimantan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 15 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (473): Pahlawan Indonesia dan WK Tehupelory dan Indische Vereeniging di Belanda; JE Tehupelory 1908

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa WK Tehupelory? Tampkanya kurang terinformasikan. Namun demikian, paling tidak nama WK Tehupelory terdapat dalam buku ‘Di negeri penjajah: orang Indonesia di negeri Belanda, 1600-1950 yang ditulis oleh Harry A. Poeze, Cornelis Dijk dan Inge van der Meulen diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia, 2008. WK Tehupelory adalah lulusan sekolah kedokteran di Batavia, Docter Djawa School. Dalam perkembangannya WK Tehupelory melanjutkan studi di Belanda, Tidak hanya WK Tehupelory, juga ada JE Tehupelory di Belanda.

WK Tehupelory dan JE Tehepelory berasal dari Amboina. Suatu wilayah terbilang mendapatkan pendidikan modern (aksara Latin). Dua putra pertama dari Ambon studi ke Belanda adalah JH Watiemna dan ME Anakota. Ini bermula setelah tiga tahun mengajar di Allang, JH Wattimena dikabarkan akan berangkat ke Belanda untuk studi lebih lanjut. Disebutkan JH Wattimena tidak sendiri, rekan lainnya adalah ME Anakota. ME Anakota adalah guru kelas 1 di Hative dan JH Wattimena adalah guru kelas 1 di Allang (Residentie Amboina). Mereka berdua studi ke Belanda atas biaya pemerintah (semacam beasiswa). Anakotta dan JH Wattimena berangkat ke Belanda dengan menumpang kapal Conrad dari Batavia menuju Amsterdam pada tanggal 13 Agustus 1881. Dalam manifest kapal ini hanya mereka berdua yang pribumi. Di Belanda mereka berdua di sekolah guru di Amsterdam yang dipimpin oleh D. Hekker. Anakotta dan JH Wattimena memenuhi syarat kelas 3 untuk lanjut ke kelas empat atau kelas lima di sekolah guru Belanda (guru lisensi/akta Belanda). JH Wattimena selama mengikuti pendidikan tidak menemukan kesulitan. Pada tahun 1884, JH Wattimena dikabarkan lulus sekolah guru di Amsterdam dan mendapat akta guru Lager Onderwijs (LO). Disebutkan dari 14 kandidat yang diuji oleh Universiteit Amsterdam empat siswa dinyatakan lulus, salah satu diantaranya JH Wattimena (dari Amsterdam). Sementara, ME Anakotta tidak berumur panjang. Ia  meninggal saat menjalani study karena penyakit paru-paru yang diidap. Kepergian Anakotta menambah panjang daftar guru-guru yang meninggal di Belanda (blog Poestaha Depok dilansir oleh https://beritabeta.com/).

Lantas bagaimana sejarah WK Tehupelori? Seperti disebut di atas, WK Tehupelory lulusan sekolah kedokteran di Batavia Docter Djawa School melanjutkan studi di Bellanda, yang mana WK Tehupelory tidak sendiri, tetapi juga ada JE Tehupelory di Belanda. Lalu bagaimana sejarah WK Tehupelory? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.