Sabtu, 11 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (288): Pahlawan Indonesia Soetan Casajangan dan Indische Vereeniging; Sejarah PI, PPPI hingga PPKI

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa Soetan Casajangan? Kurang terinformasikan? Nama Soetan Casajangan belum ada di laman Wikipedia. Mengapa? Ini bukan karena sejarah Soetan Casajangan tidak terinformasikan. Boleh jadi karena tidak ada yang bersedia menulisnya. Mengapa? Nah, itu dia. Okelah kalau begitu. Untuk mengisi kekosongan di Wikipedia dapat digunakan beberapa paragraf di dalam buku berjudul ‘Di negeri penjajah: orang Indonesia di negeri Belanda, 1600-1950’ ditulis dalam bahasa Belanda oleh Harry A. Poeze, Cornelis Dijk dan Inge van der Meulen yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia, 2008.

Harry A. Poeze dkk tampaknya gagal memahami sejarah Soetan Casajangan. Tentu saja bukan karena tidak tersedianya data. Satu hal dalam narasi Harry A. Poeze tidak menyinggung peran Soetan Casajangan sebagai penggagas dan presiden pertama organisasi mahasiswa di Belanda, Indische Vereeniging yang didirikan tahun 1908. Sebagaimana diketahui Indische Vereeniging ini yang namanya diubah Dr Soetomo dkk tahun 1921 menjadi Indonesisch Vereeniging dan kemudian Mohamad Hatta dkk tahun 1924 mengubahnya lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI) yang hingga ini hari masih eksis. Indische Vereeniging adalah awal pergerakan mahasiswa di negeri Belanda. Mengapa Harry A. Poeze dkk lupa hal itu. Apakah sengaja mengabaikannya? Tampaknya iya. Harry A. Poeze sengaja atau tidak sengaja mengutip perkataan Dr Abdoel Rivai yang sejatinya tidak pernah (tidak akan) dikatakan Dr Abdoel Rivai. Mengapa?

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Soetan Casajangan? Seperti disebut di atas, Soetan Casajangan adalah penggagas dan presiden pertama Indische Vereeniging di Belanda yang didirikan pada tahun 1908. Organisasi ini menjadi garis continuum PI, PPPI (federasi organisasi pemuda dan pelajar) dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sejatinya Soetan Casajangan adalah orang Indonesia kedua yang secara sadar melanjutkan pendidikan tinggi (perguruan tinggi) di luar negeri (Belanda). Yang pertama adalah Raden Kartono (abang RA Kartini). Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Soetan Casajangan dan Indische Vereeniging 1908

Soetan Casajangan kali pertama ke Belanda pada tahun 1903 untuk ikut membantu penerbitan majalah berbahasa Melayu, Bantang Hindia. Namun pada tahun 1904 kembali ke tanah air untuk mengurus banyak hal karena ingin melanjutkan studi di Belanda. Soetan Casajangan kembali ke Belanda tahun 1905. Di Belanda sudah ada satu orang pribumi yang tengah studi di perguruan tinggi, yakni Raden Kartono (abang RA Kartini) yang datang di Belanda tahun 1896.

Dr. AA Fokker adalah orang Belanda yang fasih berbahasa Indonesia (baca: bahasa Melayu). Dengan kemampuannya berbahasa Melayu, Dr. AA Fokker mendirikan majalan dwimingguan di Belanda, Bintang Hindia yang oplahnya hingga ke Indonesia. Namun dalam perkembangnya Dr. AA Fokker merasa perlu memperluas sirkulasinya di Indonesi. Untuk itu Dr. AA Fokker datang ke Indonesia menjajaki kemungkinan untuk kolaborasi dengan orang Indonesia. Setelah berkunjung ke Batavia dan Bandoeng lalu dilanjutkan ke Padang pada tahun 1903 Dr. AA Fokker menemukan dua partner yang potensial yakni guru Dja Endar Moeda di Padang dan Dokter Abdul Rivai di Batavia. Dja Endar Moeda akan membantu pemasaran di Sumatra dan sekaligus kontributor berita-berita dari Indonesia. Dr. Abdul Rivai akan mengambil peran sebagai pemimpin editor di Bintang Hindia. Lalu pada tahun 1903 Dja Endar Moeda dan Dr. Abdul Rivai diundang ke Amsterdam di Belanda. Dr. Abdul Rivai berangkat sendiri melalui Singapura, sedangkan Dja Endar Moeda berangkat bersama dengan dua orang yakni asistennya di majalah Insulinde di Padang, Djamaloedin guru muda dan guru Soetan Casajangan di Padang Sidempoean. Mereka bertiga berangkat ke Belanda (lihat Soerabaijasch handelsblad, 26-08-1903). Setelah beberapa lama di Amsterdam, Dja Endar Moeda kembali ke Padang, lalu kemudian Soetan Casajangan pulang untuk menyelesaikan berbagai keperluan sehubungan dengan rencana studi. Sementara Abdul Rivai dan Djamaloedin tetap tinggal di Belanda. Abdul Rivai dan Djamaloedin telah menjadi pemimpin redaksi Bintang Hindia dan sebagai asistennya Djamaloedin. Kedua pengelola Bintang Hindia ini sangat menikmati perannya di Amsterdam Belanda.

Dalam hubungan kepulangan diketahui Soetan Casajangan meminta mengundurkan diri menjadi guru karena ingin melanjutkan studi. Permintaan itu disetujui pemerintah (lihat Provinciale Drentsche en Asser courant, 26-07-1904). Di Belanda, Soetan Casajangan akan melanjutkan studi di Rijks-Kweekschool. Saat kembali di Belanda 1905, Soetan Casajangan menulis satu artikel di Bintang Hindia yang intinya menghimbau siswa-siswa terbaik di Hindia untuk datang studi ke Belanda. Dalam artikel ini juga disajikan fakultas-fakultas apa yang bisa dipilih dan juga menyisipkan tentang apa saja yang perlu dipersiapkan sebelum berangkat, selama di perjalanan dan selama di Belanda. Artikel ini semacam kisi-kisi rencana studi ke Belanda (suatu yang mirip dengan kisi-kisi melakukan perjalanan naik haji yang ditulis Dja Endar Moeda pada tahun 1900. Dalam perkembangannya diketahui Djamaloedin melanjutkan studi di Rijks-Landbouwschool (Djamaloedin satu kelas dengan Raden Mas Soemardji dari Kediri). Dalam perkembangan berikutnya juga diketahui Dr Abdoel Rivai melanjutkan studinya (dari dokter Hindia lulus Docter Djawa School menjadi dokter lulusan gakultas setara Eropa).

Pada tahun 1895 Dja Endar Moeda mendirikan sekolah swasta di Padang. Gagasan ini muncul karena tudak semua penduduk usia sekolah tertampung di sekolah pemerintah. Dja Endar Moeda, seorang pensiunan guru yang telah menulis sejumlah buku pelajaran dan buku umum serta beberapa buah roman (novel) pada tahun 1897 diangkat menjadi editor surat kabar berbahasa Melayu di Padang, Pertja Barat. Pada tahun1900 Dja Endar Moeda diketahui telah mengakuisisi surat kabar Perja Barat beserta percetakannya. Sementara Dja Endar tetap sebagai editor Pertja Barat, dan juga telah memiliki toko buku, juga pada tahun itu (1900) memperluas usahanya dengan menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu, Tapian Na Oeli dan majalah dua mingguan Insulinde. Dja Endar Moeda menjadi editor untuk ketiga media tersebut, yang mana asistennya untuik majalah Insulinde direkrut Djamaloedin, seorang guru yang baru lulus dari sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock (1897). Dja Endar Moeda sendiri adalah lulusan sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean tahun 1884. Sedangkan Soetan Casajangan lulus Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1887 yang saat berangkat ke Belanda sudah mengajar sebagai guru di Padang  Sidempoean selama 15 tahun. .Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda dan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan sama-sama lahir di Padang Sidempoean. Dja Endar Moeda di Padang tahun 1900 menggagas didirikannya organisasi kebangsaan yang diberi nama Medan Perdamaian. Sebagai presidennya yang pertama adalah Dja Endar Moeda. Organisasi ini merupakan organisasi kebangsaan Indonesia pertama (organisasi kebangsaan Boedi Oetomo baru berdiri Mei 1908).

Pada tahun 1908 ketika jumlah mahasiswa pribumi di Belanda sekitar 20 orang, Soetan Casajangan menginisiasi pembentukan organisasi mahasiswa di rumahnya di Leiden tanggal 25 Oktober 1908 yang diberi nama Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia). Soetan Casajangan menjadi presiden pertama (sebagai sekretaris ditunjuk Raden Soemitro yang baru tahun itu tiba di Belanda). Beberapa bulan sebelumnya pada bulan Mei di Batavia didirikan Boedi Oetomo (organisasi kebangsaan). Organisasi kebangsaan pertama didirikan di Padang atas inisiasi Dja Endar Moeda pada tahun 1900 yang mana sebagai direktur pertama adalah Dja Endar Moeda sendiri. Dalam hal ini Indische Vereeniging adalah organisasi kebangsaan keempat yang didirikan dengan misi untuk membangun dan mengembangkan bangsa.

Pada tahun 1908, Dja Endar Moeda tidak lagi berada di Padang. Ini bermula pada tahun 1905 surat kabar miliknya yang baru berbahasa Belanda Sumatra Nieuwsblad terkena delik pers. Dja Endar Moeda didenda dan dihukum cambuk serta diusir dari kota Padang. Untuk menangani semua bisnis pers Dja Endar Moeda diserahkan kepada adiknya Dja Endar Bongsoe (guru di Singkil, lulusan Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1891). Dja Endar Moeda awalnya hijrah ke Kota Radja (kini Banda Ateh) dengan mendirikan surat kabar Pembrita Atjeh. Dalam perkembangannya Dja Endar Moeda memperluas bisnisnya di Medan. Pada tahun 1907 Dja Endar Moeda besama Sjech Ibrahim Nasution mendirikan organisasi Sarikat Tapanoeli di Medan. Pada tahun 1909 Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar Pewarta Deli yang diterbitkan oleh NV Sarikat Tapanoeli (menjadi organ organisasi kebangsaan Sarikat Tapanoeli). Dalam hal ini media Dja Endar Moeda tersebar di Padang, Sibolga, Kota Radja dan Medan yang menyebabkan Dja Endar Moeda dijuluki sebagao Radja Persuratkabaran Sumatra. Seperti pernah dikatakan Dja Endar Moeda apada saat menjadi editor Pertja Barat tahun 1898 bahwa pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya: sama-sama mencerdaskan bangsa.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Awal Mula Indonesia: Indische Vereeniging, PI, PPPI hingga PPKI

Di Jawa, golongan muda kurang mendapat tempat di organisasi Boedi Oetomo. Dalam gelisahan itu, sejak 1915 di Batavia pada pemuda Jawa yang umumnya bersekolah seperti di STOVIA mulai membangun persatuan bagi golongan muda di lingkungan organisasi Boedi Oetomo. Namun spirit itu tetap kurag mendapat perhatian dari senior di pengurus pusat Boedi Oetomo di Djogjakarta. Tampaknya hal serupa juga terjadi pada golongan muda Sumatra.

Organisasi kebangsaan Indonesia pertama didirikan di Sumatra pada tahun 1900 di kota Padang. Organisasi kebangsaan yang diberinama Medan Perdamaian digagas oleh Dja Endar Moeda seorang pemilik sekolah swasta dan pemilik surat kabar dan percetakan Pertja Barat. Oleh karena itu organiasi Medan Perdamaian dapat dikatakan organisasi para senior (orang tua). Pada tahun 1908 muncul organisasi junior di Batavia yang dibentuk oleh para mahasiswa asal Jawa di STOVIA. Organisasi yang dibentuk pada bulan Mei 1908 yang dimotori Raden Soetomo dkk disebut Boedi Oetomo. Lalu di Belanda Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan menggagas didirikan organisasi kebangsaan (mahasiswa) pribumi yang diberi nama Indisch Vereeniging. Celakanya dalam Kongres Boedi Oetomo pertama yang diadakan di Djogjakarta pada awal Oktober 1908 diokupasi oleh golongan senior yang dipimpin oleh Bupati Karanganjar sebagi ketua dan wakil Dr Wahidin Soedirohoesodon dengan badan (pengurus)) pusart di Djogjakarta. Boedi Oetomo di Batavia hanyua dijadikan sebagai salah satu cabang dari delapan cabang di Jawa. Indische Vereeniging yang secara resmi dibentuk pada tanggal 25 Oktober 1908 tetap menjadi tempat para golongan muda (seluruh Hindia) teritama yang tengah menempuh kuliah. Jelas dalam hal ini mahasiswa-mahasiswa STOVIA gigit jari.

Pada tanggal 1 Januri 1917 Sorip Tagor Harahap di Belanda, yang juga anggota Indische Vereeniging membentuk organisasi kebangsaan Sumatra yang disebut Sumatra Sepakat dengan ketua Sorip Tagor, Dahlan Abdoellah sebagai wakil ketua dan Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia sebagai sekretaris bendahara. Nah dengan demikian di Sumatra terdapat organisasi golongan senior (Medan Perdamaian berpusat di Padang) dan golongan junior di Belanda (Sumatra Sepakat). Keberhasilan Sumatra Sepakat ini tampaknya mendorong golongan muda Boedi Oetomo membentuk secara definitif organisasi kebangsaan golongan muda di internal Boedi Oeotmo yang awalnya membentuk organ/majalah bagi golongan muda yang redaksinya diisi oleh Satiman dkk.

Sejak pertengahan tahun 1917 Dahlan Abdoellah (Sumatra Sepakat( terpilih sebagai ketua Indische Vereeniging dengan sekretaris Raden Goenawan. Pada tahun 1918 di Belanda diadakan Kongres Hindia yang diselenggarakan para mahasiswa (golongan muda) berasal dari Hindia (Indo, Cina dan pribumi). Pada tahun ini juga di Bandoeng diadakan Kongres Hindia (senior) yang ke-7 dimana pengurus diantaranya Dr Tjipto Mangoenkoesoemo. Dalam Kongres Hindia di Belanda yang diketuai oleh HJ van Mook juga turut hadir perwakilan pribumi Indische Vereeniging/Sumatra Sepakat. Tiga pembicara dalam kongres yang mewakili pribumi adalah Sarip Tagor (Sumatra Sepakat), sedangkann dari Indische  Vereeniging diwakili oleh Dahlan Abdoellah dan Raden Goenawan. Pada kongres inilah muncul penggunaan dari kelompok pribumi untuk mengidentifikasi diri sebagai Indonesier (orang Indonesia) daripada Indier (orang Hindia). Pada bulan Desember 1917 golongan muda Sumatra mendukung pembentukan organisasi kebangsaan di Belanda dengan membenetuk Jong Sumatranen Bond yang diketuai oleh T Manshur, wakil ketua Abdoel Moenir Nasution dan sekretais Amir dan Anas.  

Setelah kegelisahan golongan muda Boedi Oetomo cukup lama, Satiman dkk akhirnya membentuk secara definitif organisasi golongan muda yang diberi nama Jong Java (merujuk pada nama Jong Sumatra?). Jong Java didirikan secara resmi pada kongres pemuda Jawa pada bulan April 1918 dengan ketua Satiman (mahasiswa STOVIA). Ini seakan reinkarnasi pembentukan golongan muda Jawa (Boedi Oetomo) pada tahun 1908 oleh Soetomo dkk.

Di Belanda pada tahun 1921, Indische Vereeniging dipimpin oleh Dr Soetomo. Sebelumnya Indische Vereeniging sudah membentuk organ sejak 1915 yang diberinama Hindia Poetra dengan editor Soewardi Soerjaningrat. Majalah Hindia Ppetra ini yang selama ini menjadi corong (organ) Indische Vereeniging. Boleh jadi dengan merujuk pada Kongres Hindia di Belanda yang diadakan di Belanda pada tahun 1918, lalu Dr Soetomo dkk mengubah nama Indische Vereeniging menjadi Indonesisch Vereeniging. Seperti kita lihat nanti Indische Vereeniging ini kembali namanya diubah oleh Mohamad Hatta pada tahun 1924 dengan nama Perhimpoenan Indonesia dengan membentuk organ baru yang diberi nama Indonesia Merdeka. Penggunakaan nama Merdeka ini sudah pernah dilakukan Parada Harahap di Padang Sidempoean dengan mendirikan surat kabar denagn nama Sinar Merdeka, (antara Parada Harahap dan Mohamad Hatta sesama anggota Jong Sumatranen Bond sudah saling kenal sejak 1919 pada saat kongres Sumatranen Bond yang pertama di kota Padang. Oleh karena Sinar Merdeka dibreidel tahun 1922, Parada Harahap hijrah ke Batavia dan pada tahun 1923 mendirikan surat kabar Bintang Hindia. Seperti kita lihat nanti pada tahun 1925 Parada Harahap mendirikan kantor berita Alpena dengan editor WR Soepratman dan kemudian pada tahun 1926 mendirikan surat kabar yang lebih revolusioner Bintang Timoer.

Jong Java berjalan dengan sukses, tidak hanya jumlah anggota yang terus meningkat, kiprah para anggotanya juga semakin muncul ke permukaan. Kongres kedua Jova diadakan di Djogjakarta pada tahun 1919 dan di Solo pada tahun 1920. Beberapa anggota Jong Java yang menonjol antara lain Mohamad Tabrani dan Soekarno dari cabang Soerabaja. Kongres Jong Java keempat diadakan di Bandoeng pada tahun 1921 yang mana dalam kongres ini juga turut dihadiri oleh Soekarno.

Pada Kongres Jong Java 1920 di Solo Soekarno mengusulkan penggunaan bahasa Melayu, terutama di majalah Jong Java untuk mendampingi penggunaan bahasa Belanda. Menurut statuta Jong Java bahasa resmi, bukan bahasa Jawa tetapi bahasa Belanda. Usulan Soekarno ini menjadi masalah dan disidangkan dan hampir dipecat dari Jong Java (namun ada juga yang mendukungnya). Pada Kongres Jong Java di Bandoeng pada tahun 1921 yang utama adalah keinginan para pengurus Jong Sumatranenbond yang hadir di Bandoeng untuk membentuk federasi organisasi kebangsaan (golongan muda). Para pengurus dan panitia merespon tetapi pada akhirnya dilakukan voting dengan suara terbanyak setuju. Namun karena ada sembialn suara menolak maka diputuskan pembentukan federasi itu tidak dilanjutkan. Tentu saja para pengurus Jong Sumatranen kecewa. Pada tahun ini juga Kongres Jong Sumatranen kedua diadakan di Padang pada tahun 1919 yang juga turut dihadiri oleh Parada Harahap dan Mohamad Hatta. Dua kongres di Padang ini pembinanya adalah Dr Abdoel Hakim Nasution anggota dewan kota Padang yang juga menjadi ketua NIP cabang Pantai Barat Sumatra (Dr Abdoel Hakim dan Dr Tjipto sama-sama satu kelas di Docter Djawa School dan sama-sama lulus tahun 1905).

Seperti halnya Boedi Oetomo yang secara ekslusif dengan misi di Jawa Madura (saja), organisasi muda Jong Java juga terseret ke pola yang sama (karena gagal membentuk federasi Indonesia pada Kongres Jong  Java tahun 1921. Dalam Kongres Jong Java di Solo pada tahun 1922 juga masalah federasi ini tidak masuk agenda pembicaraan. Dalam hubungan ini tampaknya Mohamad Tabrani dan Soekarno mulai menjauh dari Jong Java dan lebih melihat gerakan ke arah pembentukan persatoean (federasi) dengan visi nasional (Indonesia).

Pada tahun 1926 Parada Harahap menginisiasi pembentukan organisasi para jurnalis di Batavia. Editor baru surat kabar Hindia Baroe di Batavia, Mohamaa Tabrani (yang belum lama lulus Osvia Bandoeng) ditunjuk sebagai ketua dengan sekretaris-bendahara WR Soepratman (kantor berita Alpena). Parada Harahap pada posisi ketua komisaris. Dari sinilah, masih pada tahun 1926 dibentuk panitia Kongres Pemuda pertama di Batavia yang dihadiri berbagai organisasi kepumadaan. Ketua panitian kongres adalah Mohamad Tabrani (Hindia Baroe). Sementara Ir Soekarno yang lulus THS Bandoeng pada tahun 1926 mendirikan studieclub yang kemudian para anggota studieclub ini membentuk organisasi kebangsaan di Bandoeng pada bulan Juli 1927 dengan nama Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI) yang diketuai oleh Ir Soekarno.

Pada bulan September 1927 Parada Harahap (sekretaris Sumatranen Bond, senior) menginisiasi pembentukan federasi dengan mengundag semua pimpina organisasi kebangsaan. Hasil pertamuan yang diadakan di rumah Husein Djajadiningrat sepakat dibentuk federasi yang diberi nama Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia yang disingkat PPPKI. Sebagai ketua diangkat MH Thamrin dan sebagai sekretaris-bendahara adalah Parada Harahap. Dalam pertemuan pembentukan PPPKI ini PNI Bandoeng langsung diwakili oleh Ir Soekarno dan Dr Soemo mewakili Studieclub Soerabaja. Dua agenda penting PPPKI adalah membangun kedung (persmusyawaratan) dan merencanakan Kongres PPPKI pada bulan September 1928.

Pada tahun 1927 Kongres Pemuda kedua akan dilaksanakan dengan ketua Mohamad Tabrani. Namun Mohamad Tabrani yang akan berangkat ke Eropa untuk studi jurnalistik kepanitiaan menjadi beralih kepada Bahder Djohan dkk. Namun kongres kedua ini tampaknya tidak terlaksana (tidak diketahui sebabnya).

Setelah selasai pembangunan gedung (kini masih eksis di Jalan Kenari Jakarta), pada pertengah tahun 1928, Parada Harahap membentuk panitia Kongres PPPKI yang panitia akan diketuai oleh Dr Soetomo (Studieclub Soerabaja) dengan sekretaris-bendahara Ir Anwari (PNI Bandoeng). Lalu dalam hal ini Parada Harahap dkk berpikir untuk menyelenggarakan Kongres PPPKI yang diintegrasikan dengan golongan muda dengan melanjutkan Kongres Pemuda yang kedua.

Pada awal bulan September 1928 (sebulan sebelum Kongres PPPKI), diberitakan oleh surat kabar Bintang Timoer (pimpinan {Parada Harahap) bahwa federasi organisasi pemuda telah terbentuk di Batavia dengan nama Persatoean Pemoeda-Peladjar Indonesia yang disingkat PPPI. Dalam pembentukan itu hadir Jong Islamieten Bond, Jong Sumatranen, Jong Batak, Jong Celebes dan Jong Ambon serta Kaoem Moeda Betawi. Lantas mengapa tidak hadir Jong Java? Padahal dalam Kongres Pemuda pertama tahun 1926 Jong Java cabang Batavia hadir. Dalam pertemuan yang terlah membentuk federasi (PPPI) juga diputuskan pembentukan panitia Kongres Pemuda (kedua) yang terdiri dari, antara lain: Soegondo sebagai ketua, Mohamad Jamin sebagai sekretaris dan Amir Sjarifoeddin Harahap sebagai bendahara. Ketiganya sama-sama mahasiswa di Rechthoogeschool Batavia dimana Mohamad Jamin mewakili Jong Sumatranen Bond daan Amir Sjarifoeddin Harahap mewakili Jong Batak. Lantas apa yang menjadi afiliasi Soegondo? Seperti tahun 1926 Mohamad Tabrani tidak mewakili Jong Java (tetapi dari jurnalis), pada tahun ini 1928 Soegondo juga tidak mewakili siapa (hanya sebagai ketua Persatoean Peladjar-Peladjar Indonesia yang juga disingkat PPPI). Seperti kita lihat nanti dalam Kongres Pemuda yang diadakan pada tanggal 26-28 Oktober dihasilkan keputusan: Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa: Indonesia. Yang mana dalam penutupan kongres ini dikumandangkan lagu Indonesia Raja ciptaan WR Soepratman (kantor berita Alpena).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar