Senin, 17 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (361): Pahlawan-Pahlawan Indonesia - Gubernur Kalimantan Murjani Subarjo Milono; Sekda DA Siregar


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, pulau Borneo (Kalimantan) kembali dibentuk sebagai satu provinsi. Ada tiga nama gubernur sebelum akhirnya dipecah menjadi empat provinsi pada tahun 1957 (selatan, barat, timur dan tengah). Tiga gubernur itu adalah Moerdjani, Soebardjo dan Milono. Sekretaris Gubernur (kini Sekretaris Daerah) adalah DA Siregar. Uniknya DA Siregar bukan ‘anak Medan’ tetapi ‘anak Soerabaja’. Setelah provinsi Kalimantan dilikuidasi, Gubenur Milono menjadi Gubernur Kalimantan Tengah (1957-1958). Uniknya lagi Milono tercatat sebagai Gubernur Jawa Timur (1950-1959).

Raden Tumenggung Ario Milono (31 Maret 1896 - 10 Februari 1993 adalah salah satu gubernur yang pernah memimpin Provinsi Kalimantan (1955-1957) dan menjadi gubernur pembentuk Provinsi Kalimantan Tengah yang mulai menjabat dari 1 Januari 1957 sampai 30 Juni 1958. Selain itu dia juga menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur periode 1958–1959. Dia menyelesaikan sekolah dasar ELS di Pekalongan. Kemudian dilanjutkan dengan sekolah OSVIA bagian 2 di Magelang (lulus 1917). Kemudian mengikuti pendidikan di Bestuurschool, Batavia dan mendapatkan diploma pada tahun 1931. RTA Milono menngawali kariernya sebagai wedono di Slawi, Tegal. Beberapa saat kemudian diangkat sebagai Mantri Polisi Tegal, Mantri Polisi Lebaksiu, Mantri Polisi Kelas I, Brebes dan Sekretaris Kabupaten kelas I, Banyumas. Semenjak tanggal 10 Maret 1936, ia diangkat menjadi Bupati Pati  (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah para gubernur Kalimantan dan sekretaris gubernur DA Siregar? Seperti disebut di atas, setelah pengakuan kedaulatan Indonesia pulau Kalimantan dibentuk kembali sebagai satu provinsi. Ada tiga gubernur yang menjabat sedangkan sekretarisnya ‘anak Soerabaja’. Bagaimana semua itu bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Gubernur Kalimantan: Soerabaja Kota Pahlawan

Soerabaja adalah kota melting pot sejak lama. Oleh karena warga Soerabaja sangat terbuka dan lebih demokratis. Warganya tidak lagi berpikir siapa lu siapa gua, tetapi bagaimana kita berpikir untuk tujuan kita bersama. Pada tahun 1930 Dr Soetomo sebagai ketua Partai Bangsa Inddonesia (PBI) tidak merekomendasikan Raden Koesmadi untuk kandidat dewan kota (gemeeteraad) Soerabaja, melainkan Radjamin Nasoetion (pejabat bea dan cukai di Soerabaja). Akhirnya di dalam pemilihan Radjamin Nasoetion yang menjadi anggota dewan kota mewakili golongan pribumi. Pada saat Radjamin Nasoetion sebagai anggota dewan kota Soerabaja, seorang pejabat baru BB dipindahkan ke Soerabaya berpangkat wd Commies bernama DA Siregar terhitung sejak 2 Maret 1931 (lihat Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie 1933).

Untuk menjadi pegawai pemerintah terdapat dua jalur melalui ujian umum (lulusan MULO) atau lulus OSVIA. Siswa yang diterima di OSVIA adalah lulusan ELS atau HIS. Lulusan OSVIA langsung ditempatkan, sedangkan lulusan MULO harus mengikuti ujian PNS Kleine Ambtnaar Examens. Jabatan pertama ada pegawai kelas-4. Setelah melewati golong kelas-1 dipromosikan asisten Commoes baru kemudian menjadi Commies. Setelah beberapa tahun di Soerabaja kemudian DA Siregar dipindahkan ke Padang dengan jabatan Commies (lihat Sumatra-bode, 24-06-1937). Tidak lama di Padang dipindahkan lagi ke Soerabaja dengan pangkat Ontvangen. Sementara Radjamin Nasoetion di dewan kota sudah Wethouder (anggota dewan senior) yang juga menjabat sebagai sekretaris partai Parindra (lihat Soerabaijasch Handelsblad tanggal 20-07-1938). Parindra (Persatoean Indonesia Raja) adalah partai yang merupakan fusi PBI dan organisasi kebangsaan Boedi Oetomo pada tahun 1935.

Pada tahun 1941 Dr Soetomo meninggal dunia di Soerabaja. Pada saat berangkat ke pemakaman, Radjamin Nasoetion berpidato atas nama keluarga Dr Soetomo sebagaimana diberitakan di koran Surabaya yang terbit tanggal 23-2-1941, Warga Soerabaja kehilangan tokoh penting Soerabaja. Setahun kemudian, di Surabaya, Radjamin tiba-tiba mendapat surat dari anak perempuannya, seorang dokter yang bersuamikan dokter yang sama-sama berdinas di Tarempa, Tandjong Pinang, Kepulauan Riau. Surat ini ditujukan kepada khalayak dan cepat beredar, karena termasuk berita penting masa itu. Surat kabar Soeara Oemoem yang terbit di Surabaya mempublikasikan isi surat keluarga (anak kepada ayahnya) tersebut menjadi milik public sebagaimana dikutip oleh koran De Indische Courant tanggal 08-01-1942. Berikut isi surat tersebut.

Tandjong Pinang, 22-12-194l.

 

Dear all. Sama seperti Anda telah mendengar di radio Tarempa dibom. Kami masih hidup dan untuk ini kita harus berterima kasih kepada Tuhan. Anda tidak menyadari apa yang telah kami alami. Ini mengerikan, enam hari kami tinggal di dalam lubang. Kami tidak lagi tinggal di Tarempa tapi di gunung. Dan apa yang harus kami makan kadang-kadang hanya ubi. Tewas dan terluka tidak terhitung. Rumah kami dibom dua kali dan rusak parah. Apa yang bisa kami amankan, telah kami bawa ke gunung. Ini hanya beberapa pakaian. Apa yang telah kami menabung berjuang dalam waktu empat tahun, dalam waktu setengah jam hilang. Tapi aku tidak berduka, ketika kami menyadari masih hidup.

Hari Kamis, tempat kami dievakuasi….cepat-cepat aku mengepak koper dengan beberapa pakaian. Kami tidak diperbolehkan untuk mengambil banyak. Perjalanan menyusuri harus dilakukan dengan cepat. Kami hanya diberi waktu lima menit, takut Jepang datang kembali. Mereka datang setiap hari. Pukul 4 sore kami berlari ke pit controller, karena pesawat Jepang bisa kembali setiap saat. Aku tidak melihat, tapi terus berlari. Saya hanya bisa melihat bahwa tidak ada yang tersisa di Tarempa.

 

Kami mendengar dentuman. Jika pesawat datang, kami merangkak. Semuanya harus dilakukan dengan cepat. Kami meninggalkan tempat kejadian dengan menggunakan sampan. Butuh waktu satu jam. Aku sama sekali tidak mabuk laut….. Di Tanjong Pinang akibatnya saya menjadi sangat gugup, apalagi saya punya anak kecil. Dia tidak cukup susu dari saya...Saya mendapat telegram Kamis 14 Desember supaya menuju Tapanoeli...Saya memiliki Kakek dan bibi di sana…Sejauh ini, saya berharap kita bisa bertemu….Selamat bertemu. Ini mengerikan di sini. Semoga saya bisa melihat Anda lagi segera.

Penyerangan oleh Jepang dimulai dengan pengeboman di Filipina dan Malaya/Singapura. Pemboman oleh Jepang di Tarempa merupakan bagian dari pengeboman yang dilakukan di wilayah Singapura. Tarempa sangat dekat dari Singapura. Ini menandakan invasi militaer Jepang ke Indonesia (baca: Hindia Belanda) sudah dimulai. Tanggal 3 Februari 1942 perang benar-benar meletus di Kota Surabaya. Pasukan Jepang selama satu bulan beberapa kali mengebom Kota Surabaya. Koran Soerabaijasch Handelsblad yang menjadi salah satu sumber utama artikel tentang Radjamin ini, lama tidak terbit. Baru terbit kembali pada tanggal 26-02-1942. Dalam terbitan tersebut, dilaporkan terjadi perubahan di Dewan Kota. Radjamin diangkat sebagai wakil ketua.

 

Pada akhir era Pemerintah Hindia Belanda ini DA Siregar di Soerabaja menjabat sebagai kepala departemen umum Hoofd der Afdeeling Agemeene Zaken (lihat Soerabaijasch handelsblad, 30-01-1942). Ini mengindikasikan DA Siregar di Kantor Gubernur sudah tergolong pejabat tinggi (kepala departemen), suatu pangkat tertinggi yang dapat diisi oleh golongan pribumi.

Pada tanggal 8 Maret 1942 pemerintahan Belanda di Indonesia benar-benar takluk tanpa syarat kepada pasukan Jepang. Pada hari itu juga kekuasaan Gemeente (Pemerintahan Kota) Surabaya berpindah tangan kepada militer (pasukan tentara) Jepang. Lantas Dewan Kota dibubarkan. Namun demikian, pada fase konsolidasi ini, pihak Jepang masih memberi toleransi dua kepemimpinan di dalam kota. Walikota Fuchter masih dianggap berfungsi untuk kepentingan komunitas orang-orang Eropa saja. Sementara walikota di kubu Indonesia dibawah perlindungan militer Jepang ditunjuk dan diangkat Radjamin Nasoetion--Wethouder, mantan anggota senior dewan kota yang berasal dari bumiputra.

Jepang memilih Radjamin dibandingkan yang lain karena Radjamin satu-satunya tokoh pribumi di Surabaya yang memiliki portfolio paling tinggi. Radjamin selain dikenal sebagai Wethouder (tokoh anggota dewan kota) yang pro rakyat (lihat Radjamin, seorang pemberani yang mampu menggertak Futchter). Radjamin juga diketahui secara luas sangat dekat dengan rakyat dan didukung tokoh-tokoh ‘adat’ di Surabaya (lihat kembali rekomendasi Koesmadi). Radjamin juga berpengalaman dalam pemerintahan Belanda sebagai pejabat tinggi (eselon-1) Bea dan Cukai. Jangan lupa, Radjamin juga seorang yang cerdas, dokter, lulusan perguruan tinggi, Stovia di Batavia. Koran Soerabaijasch Handelsblad  yang beberapa minggu terakhir berhenti terbit, terbit kembali tanggal 27-04-1942. Disebutkan bahwa Radjamin telah membentuk panitia peringatan ulang tahun Tenno Haika. Panitia terdiri dari, ketua: Ruslan Wongsokoesoemo, dan sekretaris: Dr Angka Nitisastro. Kegiatan menghormati Raja Jepang itu meliputi berbagai kegiatan, seperti karnaval, hiburan rakyat, dan pertandingan sepakbola. Untuk pertandingan sepakbola dilaksanakan tiga hari 28-30 April 1942 yang diikuti empat klub, yakni: Persibaja (Persatuan Sepakbola Indonesia, Soerabaja), HBS, Tiong Hwa dan Excelsior. Hal-hal lainnya dalam pemerintahan walikota Radjamin adalah tentang registrasi warga sipil (pasukan Belanda sendiri sudah ditahan oleh pasukan Jepang). Dalam koran Soerabaijasch handelsblad, 28-04-1942 terdapat sebuah maklumat dari Walikota Radjamin, bahwa akan diadakan sensus untuk orang-orang Eropa antara tanggal 1 Mei hingga 10 Mei 1942. Sedangkan warga-warga asing lainnya dilakukan setelah tanggal 10 Mei. Disamping itu, juga dilakukan penyelesaian masalah-masalah perdata terkait dengan warga asing. Masa transisi ini akan berlangsung hingga tanggal 31 Agustus 1942. Koran Soerabaijasch Handelsblad  tanggal 30 April 1942 mengabarkan telah berlangsung karnaval kemarin. Setiap grup dalam karnaval memberi penghormatan kepada tribun undangan. Dalam tribun ini tampak Gubernur (bangsa Jepang); wakil gubernur Soewarso Tirtowiogjo dan Walikota Surabaya, Radjamin. Soerabaijasch handelsblad, 30-05-1942 memuat maklumat Radjamin bahwa pendaftaran orang asing akan ditutup dan selesai hari Rabu tanggal 10 Juni 1942. Untuk sementara seperti diberitakan Soerabaijasch handelsblad 21-05-1942 bahwa orang asing yang sudah terdata hingga 1 Mei baru sebanyak 9.875 orang, yang terdiri dari Eropa. 2.401 laki-laki dan 4.426 perempuan, Cina, 1.566 laki-laki dan 932 perempuan, dan asing lainnya. 383 laki-laki dan 160 perempuan. Pendaftaran ini dimaksudkan untuk menghitung seberapa banyak orang asing yang masih dianggap loyal. Militer Jepang memandang khususnya orang Cina adalah bagian dari Asia, sehingga diperlakukan dengan baik dan damai.

Sesuai kebijakan Pemerintah Jepang di Indonesia, pada bulan September 1942 Jepang menurunkan posisi walikota Radjamin menjadi Wakil Walikota, sementara Walikota diisi dan diangkat dari bangsa Jepang sendiri. Walikota yang diangkat adalah Takahashi Ichiro. Dalam hal ini, penurunan posisi Radjamin bukanlah karena kualitasnya, tetapi semata-mata karena berubahnya misi dan kepentingan politik Jepang di Indonesia. Sementara, Radjamin tetap bersedia karena ingin terus mengontrol pemerintahan dari dalam dan mengawasi dan memastikan pembangunan pro rakyat tetap pada relnya. Radjamin tidak terlalu mementingkan jabatan, tetapi Radjamin membuktikan kualitasnya 1000 persen untuk rakyat Surabaya.

Setelah surat kabar berbahasa Belanda ditutup semua, maka pada era pendudukan Jepang ini tidak terinformasikan banyak hal. Sebagaiman diketahui pada tanggal 14 Agustus 1945 Kerajaan Jepang menyerah kepada Sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945 kemeerdekaan Indonesia diproklamasikan.

Dengan terbentuknya Pemerintah Republik Indonesia, Radjamin Nasution kembali diangkat sebagai Wali Kota Soerabaja. Namun tidak lama kemudian pada saat Sekutu/Inggris melakukan proses pelucutan senjata dan evakuasi militer Jepang, kemudian menyusul Pemerintah Belanda/NICA. Perang Surabaya yang puncaknya 10 November 1945 menyebabkan pemerintah kota Soerabaja yang dipimpin Radjamin Nasoetion harus mengungsi ke Modjokerto.

Meski Pemerintah Republik Indonesia, termasuk pemerintah daerah (provinsi dan kota) telah terusir dari kota, kehidupan di dalam kota mulai normal, tetapi sudah berada di bawah kekuasaan Belanda/NICA. Para warga kota mulai terbelah ada yang pro Belanda dan ada yang pro Republik Indonesia yang ibukotanya telah pindah dari Djakarta ke Jogjakarta yang disebut Republiken. Radjamin Nasoetion dalam hal ini adalah pejabat Republiken sejati. Di dalam kota para pendukung Belanda sudah mulai mengkonsolidasi dalam membentuk Negara Jawa Timur. Direktur Umum surat kabar Soeara Oemoem B Harahap membentuk organisasi surat kabar Republik Indonesia di Surabaya, termasuk surat kabar republik yang terbit di Batavia (lihat Provinciale Drentsche en Asser courant, 27-01-1947). Selanjutnya sehubungan dengan terbentuknya partai (Republiken) yakni Partai Persatoean Indonesia Raja (PIR) di Jogjakarta dan kembalinya situasi dipuluhkan menjelangkan ke perundingan Konferensi KMB di Den Haag, pada bulan Oktober 1949 di Soerabaja para Republiken membentuk cabang partai PIR dimana DA Siregar termasuk salah satu pengurus (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 06-10-1949).  Ini mengindikasikan bahwa Radjamin Nasoetion dan DA Siregar di Soerabaja adalah Republiken sejati.

Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia (27 Desember 1949) dan dengan terbentuknya Pemerintahan RIS (Presiden adalah Soekarno dan Perdana Menteri adalah Mohamad Hatta), para Republiken terus berjuang karena negara RIS terdiri dari wilayah RI dan wilayah-wilayah federal (termasuk Negara Jawa Timur). TNI terus menggeser posisi KNIL demikian juga para Republiken terus mengisi jabatan-jabatan strategis. Lalu tidak lama kemudian satu persatu negara federal membubarkan diri termasuk Negara Jawa Timur. Sehubungan dengan semua negara federal sudah loyo maka Presiden Soekarno pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1950 menyatakan RIS dibubarkan dan kembali ke negara kesatuan (NKRI). Sehubungan dengan dibubarkannya RIS dan kembali NKRI, pulau Kalimantan yang sebelumnya terdiri dari wilayah-wilayah otonom (federalis) disatukan menjadi satu provinsi (Provinsi Kalimantan). Pada tanggal 19 Agustus diangkat secara resmi Moerdjani sebagai Gubernur provinsi Kalimantan.

Sedangkan untuk jabatan sekretaris daerah (sekretaris Gubernur) di provinsi Kalimantan diangkat DA Siregar. Moedjani sendiri pada era perang kemerdekaan adalah Resident Bogor lalu kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat. Namun karena Republik terusir seiring dengan terbentuknya Negara Pasoendan lalu pemerintah Jawa Barat  (yang masig loyal/Republiken) mengungsi ke Djogjakarta. Kemudian Pemerintah RI do Djogjakarta mengangkat Moerdjani sebagai Gubernur RI Jawa Timur (1 Juni 1947-24 Desember 1949). Moerdjani dan DA Siregar adalah sama-sama anggota partai PIR. Sementara itu di Soerabaja yang diangkat menjadi Gubernur Jawa Timur adalah RTA Milono (menggantikan pimpinan Negara Jawa Timur Raden Samadikoen) Sementara itu di Kota Soerabaja yang menjadi Wali Kota adalah Doel Arnowo sedangkan Ketua Dewan Kota adalah Radjamin Nasoetion. Di Djakarta, Ir Soekarno tetap sebagai Presiden (berubah dari RIS ke RI lagi), sementara Kabinet Mohamad Hatta dibubarkan (posisinya kembali menjadi Wakil Presiden). Lalu terbentuk kabinet baru Kabinet Natsir yang dipimpina Perdana Menteri Mohamad Natsir (partai Masjumi).

Provinsi Kalimantan terdiri dari tiga residentie (Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur). Untuk posisi jabatan Residen di Kalimantan Selatan, diangkat Zainal Abidin gelar Soetan Koemala Pontas (partai Masjoemi), seorang pejabat di kementerian dalam negeri. Dalam perkembangannya Soetan Koemala Pontas diposisikan sebagai Koordinator Residen yang dengan sendirinya fungsinya setara dengan Wakil Gubernur. Dalam hal ini di provinsi Kalimantan tiga tokoh penting adalah trio Moerdjani, Soetan Koemala Pontas dan DA Siregar.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sekda Provinsi Kalimantan: DA Siregar (Anak Soerabaja): Murdjani, Subardjo dana Milono

Seperti di daerah lainnya, para pejuang yang turut berjuang di Kalimantan Selatan juga banyak yang tidak tertampung menjadi TNI, Lalu muncul protes semacam pemberontakan (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-01-1951). Saat ini KASAP adalah Jenderal TB Simatoepang dan KASAD adalah Major Jenderal Abdoel Haris Nasoetion yang mana sebagai Menteri Pertahanan adalah Letnan Jenderal Hamengkoeboewono IX.  Pemberontakan eks pejuang di Kalimntan dapat diatasi. Akan tetapi kemudia muncul persoalan baru yang mana anggota parlemen yang berasal dari Kalimantan melakukan permintaan yang mengindikasikan suatu protes.

Lalu tidak lama kemudian muncul demonstrasi di Kalimantan Selatan karena beberapa kelompok masyarakat di Kalimantan Selatan menginginkan pembubaran parlemen, Soetan Koemala Pontas dipanggil ke Djakarta (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-10-1952). Disebutkan pada hari Selasa pagi, Koordinator Residen Kalimantan, Soetan Koemaia Pontas, atas nama Gubernur Kalimantan (Moerdjani), melaporkan kepada Perdana Menteri (Mr Wilopo) tentang demonstrasi baru-baru ini di Bandjarmasin yang menuntut pembubaran parlemen. Soetan Koemala Pontas mengatakan dia hanya menyampaikan keinginan para pengunjuk rasa yang juga menyerukan penarikan anggota parlemen yang mewakili Kalimantan. Soetan Koemala Pontas menolak mengomentari demonstrasi itu sendiri. Laporan yang sama juga disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri (Mr Mohamad Roem, atasanya yang juga seniornya di Masjumi). Situasi di Kalimantan kemudian mereda.

Setelah beberapa waktu masalah di Kalimantan dapat diredakan, Meski demikian pendekatan persuasif dilakukaan dan tindakan preventif terus dijalankan. Hasil yang dicapai terhadap kejadian-kejadian yang ada di Kalimantan dilaporkan oleh Koordinator Residen Soetan Koemala Pontas.

De nieuwsgier, 10-12-1952: ‘Penduduk bekerja sama di Kalimantan. Situasi di Kalimantan tidak mengecewakan. Masyarakat mendukung pemerintah dalam menyelesaikan kesulitan dan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah daerah, polisi dan tentara sangat baik, kata Koordinator Residen Borneo, Soetan Koemala Pontas, kepada koresponden Borneo. PIA di Bandjenmasin. Pernyataan tersebut disampaikan Residen saat melakukan perjalanan keliling di wilayah tenggara, dan wilayah barat Borneo, yang dilakukan bersama Pangdam VI, Kolonel Sadikin dan jajarannya. untuk memeriksa pasukan dibawah komandonya dan properti CTN di daerah yang dikunjungi. Soetan Koemala Pontas menemukan bahwa keamanan publik di daerah itu secara umum dapat disebut baik. Dimana-mana penduduk bekerja sama dalam pembangunan pulau yang luas ini’.

Tampaknya persoalam demi persoalan terus bergulir di Kalimantan. Kini tidak hanya terbatas di Kalimantan Selatan saja, tetapi juga persoalan seluruh Kalimantan. Kini yang melakukan protes tidak hanya eks perjuang tetapi justru para anggota parlemen. Mereka menginginkan posisi Gubernur Kalimatan sebaiknya putra daerah. Siapa yang ditembak tentu saja Mardjani yang nota bene mantan Gubernur Jawa Timur.

De nieuwsgier, 16-10-1953: ‘Sebanyak 14 anggota parlemen, yang berasal dari Kalimantan. menyerahkan surat kepada pemerintah pusat, mengusulkan untuk menunjuk seseorang dari (orang) Kalimantan sendiri untuk posisi gubernur Kalimantan. Anggota parlemen menulis, antara lain: ‘Usulan ini kami ajukan dengan perasaan yang tulus, tanpa memandang kepentingan. Kami hanya didorong oleh kepentingan negara pada umumnya dan kepentingan Kalimantan (khususnya) di masa transisi ini. Kami takut orang akan mencurigai kami dengan perasaan provinsial, tetapi mengingat situasi di daerah itu, kami tetap merasa berkewajiban untuk membuat proposal ini. Untuk kepentingan pemecahan berbagai kesulitan di daerah itu’. Surat tersebut ditandatangani oleh: Mr Boerhanoeddin, GA Moeis, Helmuth Kunum. Ibrahim Sedar. Hassan Basri (Overste?), Djeilani, Maizir Ahmaddyn, Muhran, M. Yamani, Idham Chalid, AA Rivai. Ade Moh. Johan. Mr Andi Zainal Abidin dan ABM Jusuf.

Apakah warga Jawa Timur khususnya warga Soerabaja tersinggung dengan sikap para anggota parlemen asal Kalimantan? Entahlah. Mungkin tidak. Warga Soerabaja sudah lebih adaptif sejak lama. Bahkan yang menjadi wali kota Soerabaja justru orang Batak (Radjamin Nasoetion). Karena warga Soerabaja menginginkan Radjamin Nasoetion. Namun Moerdjani tampaknya tahu diri, tidak ingin dirinya menjadi sumber kegaduhan di Kalimantan. Moerdjani mengundurkan diri dan pulang kampong ke Bogor (pensiun?).

Penduduk Kalimantan sejatinya, seperti Sumatra sangat beragam (plural). Memilih satu orang dari Kalimantan untuk Gubernur Kalimantan itu berarti memilih satu orang dari tiga wilayah Kalimantan (Selatan, Barat atau Timur?). Akhirnya kandidat gubernur Kalimantan yang dipilih dan ditetapkan sebagai gubernur untuk menggantikan Moerdjani adalah Mas Soebardjo. Tentulah hal itu dapat dimaklumi oleh anggota parlemen pengusul dan para pemimpin daerah di seluruh Kalimantan. Boleh jadi para anggota parlemen asal Kalimantan melihat kota Soerabaja awalnya dipimpin oleh bukan orang Soerabaja. Bahkan sekda provinsi Kalimantan yang sekarang berasal dari tokoh pemerintajan di Soerabaja yang juga orang Batak (DA Siregar). Warga Soerabaja tampaknya telah memberikan pelajaran yang baik buat para anggota parlemen Kalimantan.

Selama belum adanya pengganti Gubernur Mardjani, Koordinator Residen (Wakil Gubernur) Soetan Koemala Pontas menjadi pejabat Gubernur Kalimantan, Tampaknya tidak mudah mencari pengganti, lagi pula banyak persoalan negara yang harus ditangani di berbagai daerah. Lalu pengganti Moerdjani sudah ditetapkan. Usulan anggota parlemen asal Kalimantan boleh jadi diperhatikan pemerintah pusat tetapi sulit direalisasikan saat itu. Gubernur yang ditetapkan adalah Soebardjo.

Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-02-1954: ‘Resident Coordinator Soetan Koemala Pontas telah meninggalkan Djakarta dalam kualitas Wakil Gubernur Kalimantan (Kalmantan). Ia didampingi oleh Sekretaris Gubernur, DA Siregar’.

Beberapa waktu kemudian, Soetan Koemala Poentas dipindahkan dari (Residentie Kalimantan Selatan) ke Residentie (Kepulauan) Riaouw. Tampaknya selama tidak adanya pengganti Moerdjani, Soetan Koemala Poentas telah diangkat menjadi Wakil Gubernur Kalimantan. Sebab Wakil Gubernur yang bisa menggantikan posisi Gubernur jika berhalangan (biasanya yang menggantikan adalah pejabat dari Kementerian Dalam Negeri). Namun kepindahan ke Kep Riaouw jabatan Soetan Koemala Pontas kembali sebagai Residen.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 11-08-1954: ‘Residen Kepulauan Riouw yang sebelumnya Residen Kalimantan Selatan Soetan Koemala Pontas hari ini mengkonfirmasi pemindahannya ke Tandjoeng Pinang sebagai Residen Kepulauan Riouw. Sebagai Residen Kepulauan Riouw, ia memiliki tanggung jawab khusus untuk menerapkan penggunaan Rupiah di daerah ini. Mata uang di pulau-pulau ini masih Straits Dollar. Residen Soetan Koemala Pontas menjabat sebagai Residen Kalimantan Selatan selama dua setengah tahun dan selama sepuluh bulan.mejabat sebagai (perjabat) Gubernur Kalimantan’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar